Trente cing - Doubtful

81 16 0
                                    

[Chapter 35]


Setelah berpikir seharian, Sak masih belum menemukan korelasi antara Kris, orangtuanya dan kecelakaan beruntun di tanggal 9 Oktober 2011. Kebuntuan itu membuat Sak lemas dan tidak bergairah mengikuti upacara bendera hari senin.

"Psst psst, Sak! Woii." Aeera berseru pelan, mencolek punggung Sak.

Syakira refleks menoleh pada Aeera yang berbaris di belakangnya. "Apa?"

"Hormat, bego! Jangan ngelamun makanya."

Seketika, Sak sadar bahwa sekarang masih upacara. Sesi pengibaran bendera baru saja dimulai dan pemimpin upacara memberi instruksi untuk hormat. Sak kembali berbalik ke depan, mengangkat tangannya sejajar dengan pelipis lalu menatap sang saka bendera merah putih. Lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan dengan khidmat oleh kelompok paduan suara. Semua murid hening, bahkan murid paling nakal dan bebal pun terdiam untuk sejenak.

Rangkaian upacara berjalan dengan lancar sampai pasukan peserta dibubarkan. Sak, Aeera dan Rere berjalan di koridor menuju kelas. Naswa tidak ikut sebab masih berjaga di UKS, anak itu memang mengikuti ekskul PMR.

Sak berjengit ketika ada yang menyentuh bahunya dari belakang, gadis itu menoleh dan menemukan sosok Azura.

"Eh? Kenapa, Az?" tanyanya, menghentikan langkah diikuti Aeera dan Rere.

"Lo dipanggil Pak Ghatan ke ruang guru," kata Azura, memberi tahu.

"Serius Pak Ghatan? Bukan Bu Taya?" Aeera bertanya, memastikan. Jika Bu Taya yang memanggil, sudah pasti Aeera akan terseret juga.

"Bukan. Kayaknya sih ada info soal basket," jawab Azura. Aeera menghembuskan napas lega, dia tidak harus mencari tempat sembunyi dari Bu Taya.

"Oke, thanks Az."

"Yoi, gue duluan, yah."

Setelah Azura pergi, Sak pamit pada Aeera dan Rere, lantas berbalik arah ke ruang guru. Di meja Pak Ghatan rupanya sudah ada orang lain. Orang yang Sak harap tidak pernah menampakkan wajah di depannya.

"Kemari Sak," panggil Pak Ghatan begitu melihat Sak berdiri di ambang pintu. Tidak ada pilihan lain, Sak akhirnya berdiri di sebelah Kris.

Lelaki itu menoleh, menatap Sak yang tengah mengulas senyum tipis pada Pak Ghatan. Kris heran, mengapa Sak tidak meliriknya sama sekali.

"Baik, jadi bapak ingin menyampaikan sesuatu terkait ekskul basket."

"Apa itu, Pak?" tanya Kris.

"Lima minggu lagi ada pertandingan basket SMA se-Jawa. Bapak ingin tim basket putra dan tim basket putri ikut berpartisipasi, mewakili SMA Dirgantara. Kalian sebagai kapten tim harus segera menyeleksi anggota."

Mata Sak berbinar seketika, inilah yang dia tunggu, sebuah pertandingan bergengsi. Saat kelas sepuluh, Sak pernah ikut pertandingan basket SMA se-Jakarta. Namun sebagai pemain cadangan dan bermain di quarter empat, itupun hanya sebentar. Kala itu, pemain inti memang berasal dari kelas sebelas dan dua belas.

Kini Sak akhirnya bisa menjadi pemain inti, merangkap kapten tim pula. Sungguh, Sak sangat senang dan antusias.

"Oh iya, satu lagi. Mulai besok kalian dilatih oleh pelatih profesional, bapak hanya akan mengawasi saja. Maksimalkan latihan kalian, pihak sekolah sudah memfasilitasi dengan mendatangkan pelatih dari luar. Jangan sia-siakan kesempatan."

"Baik, Pak," seru Kris dan Sak kompak.

"Kalau begitu, silahkan kembali ke kelas. Jangan lupa beritahu anggota kalian tentang ini."

You Are Strong [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang