.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇"Keadaanya membaik, tekanan darahnya juga normal. Hanya perlu dipastikan agar dia tidak berpikir yang aneh-aneh, gejala panic attack nya mungkin akan lebih mudah datang. Jadi pastikan agar dia mendapat asupan dan suasana yang nyaman untuknya..!"
Asing, suaranya asing. Atau mungkin memang tidak kenal, tapi tentu saja dia dokter. Dari segala yang dokter itu bicarakan, dapat disimpulkan bahwa keadaan tubuhnya benar-benar tidak baik.
"Terimakasih dok..! Saya masih bingung bagaimana menjelaskan keadaan ketika dia bangun nanti..!"
Yang ini, tidak asing. Suaranya lembut penuh perhatian dan ramah, sosok yang slalu ada untuknya. Dan sekarang ia begitu merindukannya, rasanya ingin melihat wajahnya.
Tapi
Ketakutan justru muncul, sekelebat ingatan menumpuk dan bersoak meminta menyadarkannya. Ada kenyataan baru yang harus dijalani ketika kelopak mata itu terbuka, dia takut..! Tak sanggup.
"Jennie..!!"
Cahaya mulai datang, pada akhirnya jennie tak bisa lari. Meski seandainya bisakah tuhan membiarkannya tertidur saja, atau...jennie bersedia jika juga harus tak bernafas.
Tidak.
Ini memaksanya, cahaya mengikatnya. Menarik kesadarannya..!
Lalu tepat netranya terbuka, sosok nama memberontak ingin terlontar. Namun begitu menyakitkan, bahkan hanya dengan memikirkannya pun jennie tak mampu.
Netra sayu berbentuk kucing itu hanya terbuka, namun sesungguhnya kesadarannya masih melambung entah dimana.
"Jennie sayang..!"
Mendengar suaranya, jennie menolak tuk acuh. Tak bisa..!
"Mom..! Jichu..!!" Dan kala sebuah nama akhirnya terlontar, sesuatu kembali mendesak menghimpit ruang hatinya. Matanya hanya kembali memanas, jennie tau betapa menyakitkannya pun hanya dengan melontarkan namanya.
Namun ia sunggu tak sanggup..!
Ia benar-benar rindu..!
Sosok yang terduduk itu tak berucap, tangannya hanya kembali mengelus surai sang anak. Tak ada kalimat penenang yang pantas tuk terlontar, karena sejatinya...hanya sosoknya yang benar benar pantas sebagai penenang.
"Kau baru sadar sayang..! Jangan terlalu berpikir.."
Benar, jennie baru sadar dan dengan hanya memikirkan satu nama saja. Segalanya terasa kembali jatuh dan hancur, rasanya kembali.
Jennie lelah, tapi ia ingin menangis lagi dan lagi. Mengingat segala kenyataan yang hadir membuat jennie berpikir, is it real..?
"Mom berapa hari aku pingsan..?" Jennie bertanya, ia berharap prediksinya benar. Dan segalanya hanya sebuah bunga tidur semata.
Fanny yang tengah menyiapkan bubur menoleh, ia tersenyum dan mengelus pipi jennie.
"Satu hari, satu malam sayang..!" Ujar nya halus, jennie sempa sedikit berpikir. Ia tak ingat hari itu hari apa.. benar benar memusingkan.
Fanny mengerutkan kening kala jennie hanya terdiam tampak berpikir.
