Who Knows..?

2.3K 255 98
                                    

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
👇👇👇👇👇👇👇👇👇👇

Tepat dimana sebuah tangan menunjuk titik titik tertentu, namjoon tak bisa menyembunyikam wajah risaunya. Menatap sebuah kertas trasfaran dengan gambar remang yang membuatnya harus kembali dilanda gundah. Setiap kali pria tua dihadapannya menjelaskan sedetail mungkin tentang semua kemungkinan yang akan terjadi, namjoon menggeleng menolak

"Maaf dokter namjoon-sii, tapi beginilah adanya. Kita hanya dokter bukan tuhan yang mengatur segalanya." Jelas pria yang kini beranjak menduduki tempat duduknya. Namjoon tak henti menghela nafas lantas merenggangkan kerutan keningnya, ia mengerti dengan segala yang dijelaskan prosedur kedokteran hingga segala hal yang menjadi titik jelas bagi kesimpulannya. Namun entah mengapa namjoon tak terima, ia masih tak rela ketika diagnosis membuat suatu kesimpulan yang kurang baik.

"Ada jalan lain yang lebih efektif kan..? Maaf, tapi saya benar benar tidak bisa kenerima ini. Ini jauh dari prediksi saya." Jelas namjoon, pria dihadapannya menghela menjatuhkan punggungnya pada sandaran kursi kebesarannya.

"Namjoon-sii, dari segala kemungkinan..apa yang terjadi sekarang dengan diagnosisnya sekarang adalah hal terbaik yang pernah terjadi."

Namjoon diam

Benar

Harusnya namjoon sadar itu,karena jika ia tak menerima keadaan yang sekarang..maka keadaan yang lebih buruk adalah pilihan terakhir.

Merasa salah berpikir akhirnya namjoon menghela, sekilas mengusap wajah gusar nya lalu mengangguk.

"Kita masih bisa memakai kemotrapi.." lanjut sang dokter dengan predikat ahli tulang tersebut, namjoon tersenyum samar.

●●●

"Jangan lakukan apapun..!"
Kedua pria berstelan jas hitam mengerutkan kening, tak menanggapi ekspresi kedua bawahan didepannya. Tae hi hanya sibuk dengan album poto tua yang tengah ia bulak balik.

"T..tapi nyonya, dia sudah gila..apalagi yang perlu dilakukan. Bukankah melaporkannya pada polisi akan lebih sederhana dan lebih setimpal." Ujar salah satu pria, ia sedikit meilirik kerah teman yang disampingnya berharap sang teman dapat membantu ucapannya.

"KU BILANG JANGAN LAKUKAN..!" kedua badan pria tersebut menegang, sarat akan ketakutan keduanya kembali menunduk. Dengan wajah gusarnya tae hi bangkit matanya menoleh dengan tajam begitu ketara akan kemarahan.

"Kau berdua pikir itu cukup untuk membalas atas apa yang mereka lakukan pada cucuku hmm..? KALIAN PIKIR ITU CUKUP...??"

Suara tae hi menggema, kedua pria berbaju hitam itu hanya mampu menunduk.

"Bahkan jika mereka matipun aku takan puas..!" Lanjut tae hi lagi, kakinya melenggang keluar ruangan pribadinya.

●●●

"Sebenarnya kami ingin memberi tahu dari awal.." fanny masih saja mengerutkan kening tak mengerti, kedua pasangan satu gender di hadapannya membuatnya pusing bukan kepalang.

"Langsung keintinya lisa..!" Fanny cepat menyela, ia cukup jengkel mendengar ucapan kedua wanita dihadapannya yang tak tentu arah.

Chaeyong yang disamping lisa segera mengambil alih, ia menggenggam perlahan tangan fanny yang sudah nampak dingin.

"Imo, ada beberapa hal yang mungkin tak masuk akal. Tapi ini benar adanya, ketika jantung berhenti namun otak masih berfungsi.." mata fanny membulat dalam sekejap, tangannya menutup mulutnya sendiri hingga tetes demi tetes mengalir tak tertahan.

SpecialTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang