015. Bunda, Maaf

832 115 7
                                    

Di meja makan, sudah ada Bunda, Jina, dan juga Akmal dan Zie yang ikut makan malam. Hari ini, Ayah akan pulang terlambat karena pekerjaannya masih banyak di Kantor. Padahal, Akmal tadi hanya bercanda mengatakan itu. Tapi, namanya juga rejeki kan ga boleh di tolak. Mereka makan malam sembari bercanda sedikit disana.

"Masakan Tante itu emang paling enak" seru Akmal sembari memakan ayam goreng buatan Bunda.

"Bisa aja kamu, Mal. Klok suka habisin ya" ujar Bunda.

"Aduh, Tante. Jangan kemakan sama omongan dia. Bisa ngelunjak nanti" seru Zie yang habis minum.

"Apaan sih lo, sirik muluk sama gue"

"Ipiin sih li, sirik milik simi gii"

"Sudah-sudah jangan bertengkar, ayok habiskan makanan kalian" Bunda melerai Zie dan Akmal yang bertengkar itu. Lalu, mereka pun melanjutkan makan mereka.

"Hmm, oh ya Tante. Kak Abim belom pulang ya" seru Zie yang sukses membuat Jina tersedak dan terbatuk-batuk karenanya. Jina pun langsung minum dan menepuk-nepuk dadanya.

"Abim?" Tanya Bunda bingung. Kenapa Zie tiba-tiba menanyakan Abim kepadanya?

"Iya Kak Abim, Kakaknya Jina kan Tante?" Ujar Zie lagi. Bunda pun mengerutkan keningnya bingung apa maksud dari ucapan Zie.

"Maksud nya apa ya-"

"Ee- Zie, t-tadi kan gue udah bilang klok K-kak Abim belom pulang" seru Jina memotong pembicaraan Bunda.

"Gue kan cuman mastiin aja, Na"

Bunda menatap kearah Jina dengan tatapan yang penuh dengan tanda tanya. Bunda masih bingung apa yang di ucapkan oleh Zie dan tanggapan Jina dari pertanyaan Zie itu.

Mereka kembali melanjutkan makan dan dari pintu luar, Athaya pun masuk ke dalam rumah dan hendak menuju kamarnya. Athaya pun melewati meja makan sebelum berjalan kearah tangga. Athaya tidak menyadari kalau dimeja makan ada orang, sampai-sampai Bunda pun memanggil Athaya.

"Sudah pulang, Nak?" Seru Bunda. Athaya pun langsung menengokan kepalanya ke arah meja makan, ia pun sedikit terkejut melihat keberadaan teman-teman Jina. Kemudian matanya pun beralih kearah Jina yang sedang menatapnya tajam.

Athaya pun menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Bunda. Lalu, dirinya naik keatas menuju kamarnya. Ia tidak ingin membuat Jina marah karena ia berada dihadapan teman-temannya itu. Takut akan semuanya terbongkar.

"Eum, Ayah lembur, Bun?" Tanya Jina mengalihkan perhatian.

"Iya sayang, Ayah lembur malam ini" jawab Bunda.

"Tante, kira-kira Kak Abim pulangnya jam berapa ya?" Tanya Zie lagi. Akmal yang berada disebelahnya langsung menyenggol lengan Zie yang bertanya terus.

"Nanya mulu lo kayak dora." Ujar Akmal. Zie pun menatap tajam kearah Akmal yang selalu mengusik dirinya. "Apaan sih lo, sirik aja"

"Abim ga pulang malam ini" jawab Bunda yang sudah mulai paham dengan semuanya. Bunda juga mulai ikut dalam permainan ini. Bunda pun menatap kearah Jina yang sudah membuang mukanya karena takut dengan tatapan Bunda.

Setelah beberapa lama mereka berada di meja makan dan mereka juga sudah menyelesaikan acara makan malamnya, Zie dan Akmal mulai berpamitan kepada Bunda dan juga Jina.

"E-tante, kita berdua pulang dulu ya Tante. Terima kasih untuk makanannya dan maaf sudah sudah merepotkan" ujar Zie yang bangkit dari duduknya dan Akmal pun juga mengikuti Zie yang sudah beranjak dari duduknya.

"Oh, iya. Ga ngerepotin kok sayang. Tante malah seneng ada kalian berdua disini" ujar Bunda sembari mengelus surai Zie.

"Ya sudah kalau gitu kita pamit pulang ya, Tante. Na, gue sama Akmal balik ya"

Hadiah Terakhir Kakak [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang