002. Pertemuan yang Tak Terduga

2K 208 27
                                    

Di sebuah Cafe yang letaknya berada di persimpangan kota, Athaya terlihat sedang sibuk bekerja di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di sebuah Cafe yang letaknya berada di persimpangan kota, Athaya terlihat sedang sibuk bekerja di sana. Ia membersihkan meja yang sudah ditinggalkan oleh para pelanggan yang datang ke Cafe tersebut. Ia mengangkut semua gelas, cangkir, dan piring kecil dan membawanya ke belakang untuk dicuci. Ia juga tak lupa untuk membuang sampah plastiknya. Kemudian, ia membersihkan mejanya menggunakan dusting cloth dan cairan pembersih yang ia bawa.

Cafe hari ini tidak terlalu ramai karena ini bukan hari weekend. Mungkin akan ramai ketika jam makan siang dan malam. Hari ini Athaya kedapatan sift pagi sendirian. Ia harus membuka cafe dan merapihkan semuanya. Kebetulan Cafe itu milik Abim yang merupakan temannya saat sekolah dulu. Hanya Abim yang mau berteman dengan Athaya. Abim selalu membantu Athaya ketika ia sedang dibully dulu. Pertemanan mereka juga masih sampai sekarang ini.

Waktu sudah menunjukan pukul 3 sore dan sift Athaya akan berakhir. Athaya pun pergi ke arah ruang ganti untuk melepas apronnya. Ketika ia hendak memakai sepatu, Abim datang yang juga akan bersiap bekerja dan mengenakan apron baristanya. Abim kebagian sift sore setelah Athaya hari ini. Biasanya, mereka tidak membagi sift seperti ini. Karena Abim yang memiliki urusan di pagi hari, jadi ia meminta Athaya untuk bekerja di pagi hari sampai sore baru dirinya yang melanjutkannya dari sore hingga malam.

"Mau langsung balik, Tha?" Tanya Abim yang sedang memasukan tasnya ke dalam loker.

"I yha," jawab Athaya yang sudah selesai mengikat tali sepatunya.

(Iya)

"Lo masih punya rencana buat beliin adek Lo hadiah pas ulang tahun dia nanti?" Tanya Abim tiba-tiba. Abim juga sudah tau cerita tentang Athaya dan Jina. Abim juga tau kalau Jina tidak pernah mau menganggap Athaya sebagai kakaknya. Abim mengetahui itu saat mereka masih 1 sekolah dulu. Lebih tepatnya ketika Abim ke rumah Athaya untuk mengerjakan tugas sekolah dulu.

"Mhem bhe li khan a dhik khu ha di-ah u lang ta hun a dha lah chi ta-chi ta khu." jawab Athaya sembari tersenyum.

(Membelikan adikku Hadiah adalah cita-cita ku)

"Tapi, adek lo aja ogah-ogahan walau cuman sekedar denger langkah kaki lo. Apalagi lo kasih hadiah gitu," ujar Abim lagi sembari memakai apronnya.

Fyi untuk Abim, Abim itu terkadang tidak menyukai Jina yang memiliki sikap kurang ajar dan kasar kepada Athaya. Athaya itu masih kakaknya, tidak seharusnya dia bersikap seperti itu. Abim juga suka menyadarkan Athaya agar tidak terlalu memanjakan Jina walau akhirnya akan di tolak mentah-mentah oleh Jina sendiri. Akan tetapi, namanya juga Athaya ia akan tetap melakukannya dan Abim juga sudah lelah memberitahukan Athaya.

"Thi dhak a pha-a pha jhik ga Jhi nah thi dhak ma hu mhe ne ri ma nyha."

(Tidak apa-apa jika Jina tidak mau menerimanya)

"Terserah lo deh, tapi semoga aja dia mau nerima hadiah lo nanti."

Athaya pun menganggukkan kepalanya. "Yha shu dah, a khu ma hu phu lang dhu lu."

Hadiah Terakhir Kakak [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang