012. Apakah Ini Mimpi?

836 126 6
                                    

Malam pun sudah berganti menjadi pagi hari yang sangat cerah. Jina pun membuka matanya karena dia merasa silau dengan cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi jendela kamarnya. Ia merasakan ada sebuah tangan yang menggenggam tangan kirinya dan ada seseorang yang sedang tidur di samping ranjangnya. Jina pun bangun terduduk dan menarik tangannya sehingga membuat orang itu terbangun dari tidurnya.

"Ngapain kamu ada di sini" tanya Jina pada Athaya yang sedang mengucek matanya.

"Ma af Jhi na, kha khak khe ti du ran sa at me ngom pres kha mu"

(Maaf Jina, kakak ketiduran saat mengompres kamu)

Memang benar, tengah malam tadi, Athaya terus bolak balik ke dapur untuk mengambil kompresan dan tak lupa juga dia membawa nampan yang berisi piring dan juga gelas sisa makan Jina. Ia pun ke dapur untuk mengambil air hangat dan juga handuk kecil untuk mengompres dahi Jina yang semakin panas itu. Dia sangat telaten sekali membolak-balikan kompresan itu. Sampai dia tertidur di sana tanpa sadar.

"Keluar!" Seru Jina sembari menunjuk ke arah pintu. Tanpa menjawab, Athaya langsung beranjak berdiri dan membawa wadah yang Athaya gunakan untuk mengompres dahi Jina keluar dari kamar Jina.

Jina mengabaikan Athaya yang sudah keluar dari kamarnya. Ia kembali merebahkan dirinya di ranjang karena kepalanya masih terasa pusing. Saat dirinya sudah merebahkan badannya, ia menempelkan punggung tangannya di dahi dan juga lehernya. Sudah tidak terasa panas lagi, itu yang ia rasakan. Ini karena Athaya yang sudah menjaganya sampai tidak tidur karena ia harus mengompres Jina. Ia baru saja tertidur dan Jina malah membangunkannya.

Jina tak memperdulikannya, ia melanjutkan tidurnya lagi.

Di bawah, Athaya sedang menelpon Abim karena dirinya meminta ijin untuk tidak masuk kerja hari ini dengan alasan, ia harus menjaga Jina yang sedang sakit. Mendengar itu, Abim langsung memberikannya ijin karena kalau dilarang juga sama saja Abim seperti orang jahat. Masa iya ia harus melarang seorang kakak yang ingin merawat adiknya yang sedang sakit? Mau sebenci apapun dirinya pada Jina, ia tidak akan sampai sejahat itu padanya.

Usai menelpon Abim, ia menghampiri Bunda di dapur dan membantunya memasak. Ayah juga sudah berada di meja makan sembari meminum kopi dan membaca koran di sana. Dari arah tangga, terlihat Jina yang keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang makan, menghampiri Ayah dan duduk disana juga.

"Udah mendingan, Nak?" Tanya Ayah disela menyesap kopi nya.

"Masih sedikit pusing, Yah" jawab nya.

"Kamu tau? Kakak kamu berjaga semaleman buat jagain kamu, naik turun tangga buat ganti kompresan kamu, sampai-sampai makan malam yang udah Bunda siapin belum sempat dia makan" Jina yang tadinya ingin memakan kukis pun terhentikan karena ucapan Ayah.

"Bersikaplah baik sedikit saja pada kakak kamu, Nak" tambah Ayah lagi. Jina pun sibuk dengan pemikirannya sembari memakan kukis. Lalu tak lama, Bunda pun datang dengan membawa sarapan yang sudah selesai dibuat.

"Loh sayang, kamu emang udah sembuh? Kok di sini" tanya Bunda yang sadar akan putrinya ikut duduk di meja makan.

"Udah mendingan kok, Bun. Tinggal pusingnya aja"

"Bunda semalam ingin sekali jagain kamu, tapi sama Kakak kamu di tolak. Bunda ga di bolehin buat ngurusin kamu masa" seru Bunda yang mengatakan hal yang sama seperti Ayah tentang kejadian semalam.

"Atha, ayok sarapan dulu" panggil Bunda pada Athaya yang masih berada di dapur. Athaya yang mendapatkan panggilan dari Bunda pun langsung datang ke arah meja makan dan duduk di depan Jina dan Bunda. Secara reflek, Jina malah mengambilkan Athaya nasi goreng yang langsung membuat semua yang ada di meja makan terkejut dengan aksi Jina, begitu juga dengan Athaya. Mereka saling memandang satu sama lain dan kembali menatap Jina.

Hadiah Terakhir Kakak [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang