Saat ini, Jina baru turun dari bus yang sudah berhenti di salah satu halte di sana. Hari ini hati Jina benar-benar sangat kacau. Pada akhirnya, kejadian yang ada dimasa lalu nya itu akan kembali terjadi lagi sekarang. Yang mana dirinya tidak akan memiliki seorang teman lagi. Bahkan, sepertinya Zie dan juga Akmal sangat marah dan kecewa kepadanya karena mereka sudah ia bohongi. Jina sebenarnya tidak ada niatan untuk membohongi mereka. Tetapi keadaan yang membuatnya menjadi pembohong seperti ini.
Selepas turun dari bus, Jina berjalan di trotoar seorang diri dengan tatapan kosong. Lalu, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil dirinya.
"Jina..."
Ternyata itu adalah Abim dan juga Athaya. Hari ini mereka memilih untuk menutup cafe lebih awal karena harus mengurus urusan Athaya dan juga Jina. Tadinya, Athaya meminta Abim untuk tetap di cafe, tapi Abim tetap memaksa untuk ikut. Takut terjadi sesuatu pada Athaya nantinya.
Abim dan Athaya pun menghampiri Jina.
"Udah puas kamu buat hidup aku hancur?" seru Jina langsung ke Athaya yang baru sampai di sana dengan lantangnya.
"Ma af khan a khu Jhi na. A khu thi dak ta hu kha lau khe ja di an nya a khan se per ti ini."
(Maafkan aku Jina. Aku tidak tahu kalau kejadiannya akan seperti ini)
"Kenapa sih, kamu harus hadir di hidup aku. Kamu itu bisanya cuma buat hidup aku hancur karena harus punya kakak cacat kayak kamu"
Sakit? Tentu saja. Hati Athaya seperti sedang di tusuk oleh ribuan panah, sangat sakit.
"Jina, jaga omongan lo ya. Ini di tempat umum" seru Abim yang sudah mulai kesal dengan ucapan Jina yang sangat kasar itu.
"Kenapa? Emang nyata kan. Biarin aja. Biar semua tahu, kalok dia itu cuma beban di keluarga aku. Bikin malu"
Lalu...
Plak...
Athaya menampar wajah Jina. Perlu di garis bawahi, Athaya menampar Jina . Tidak, Athaya hanya reflek menampar Jina karena Jina sudah kelewatan. Abim maupun Jina terkejut karena Athaya yang menampar Jina untuk pertama kalinya. Athaya menyesali perbuatannya itu dan menatap tangannya. Semua atensi pandangan orang-orang yang lewat sana langsung tertuju pada mereka bertiga.
"Tha, lo apa-apaan sih" ujar Abim yang tak percaya dengan perbuatan Athaya tadi.
"A khu ti dak se nga ja, Bim"
(Aku tidak sengaja, Bim)
"Kamu nampar aku? Bahkan kamu udah berani nampar aku?" ujar Jina sembari memegang pipi nya yang ditampar Athaya barusan.
"Ma af Jhi na, kha khak ti dak se nga ja"
(Maaf Jina, Kakak tidak sengaja)
Orang-orang yang menyaksikan itu saling mencibiri Athaya maupun Jina.
Jina pun langsung pergi dari sana sambil menangis dan menerobos kerumunan dan meninggalkan Athaya dan juga Abim.
"A khu ti dak se nga ja, A bim. A khu be ra ni ber sum pah"
(Aku tidak sengaja, Abim. Aku berani bersumpah)
"Sekarang kita kejar Jina sebelum dia makin jauh"
Abim dan Athaya pun berlari mengejar Jina yang sudah mulai menjauh bahkan tak terlihat lagi.
💫💫💫
Jina terus berlari entah kemana, yang jelas saat ini dia tidak ingin pulang kerumah atau bahkan bertemu dengan Ayah dan Bundanya. Jina berlari sembari menangis yang mampu membuat para pejalan kaki lainnya menatap Jina aneh dan bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadiah Terakhir Kakak [END]
FanfictionApakah dengan adanya perbedaan akan membuat kerugian bagi siapapun? Di dunia ini kita hidup dengan adanya perbedaan. Tidak ada yang sempurna selain sang pencipta sendiri. Apa yang membuat kalian merasa malu? Apa yang membuat kalian merasa dirugikan...