017. Semua Ini Salah Aku

794 96 2
                                    

"serius lo, Tha?" Seru Abim.

Athaya sudah kembali ke cafe dan ia menceritakan kejadian di sekolah tadi mengenai teman Jina yang sudah mengetahui kebenarannya. Saat ini, Athaya sangat ketakutan. Takut Jina tidak memiliki teman lagi seperti dulu karena dirinya yang cacat seperti ini. Masalah dirinya akan di marahi oleh Jina, Athaya tak permasalahkan soal itu. Tapi, Jina yang sangat Athaya pikirkan sekarang. Bagaimana nasibnya nanti?

"Tapi, mau seberapa dalam juga kita nyembunyiin suatu rahasia, bakalan kebongkar juga akhirnya, Tha" ujar Abim lagi. Untungnya saat ini Cafe sedikit sepi jadi mereka bisa mengobrol seperti ini dan duduk disalah satu bangku di sana.

"A khu ta khut kha lau Jhi na ti dak me mi li ki te man la gi se per ti du lu"

(Aku takut kalau Jina tidak memiliki teman lagi seperti dulu)

"Ngapain lo takut. Ini udah resikonya dia Tha. Dia juga udah bohongin temen nya kan?"

"I ni se mu a sa lah a khu. Ga se ha rus nya a khu ke sa na, se ha rus nya a khu ga ber ke li ling di sa na un tuk me li hat - li hat su a sa na se ko lah se ka rang se per ti a pha"

(Ini semua salah aku. Ga seharusnya aku kesana, seharusnya aku ga berkeliling di sana untuk melihat-lihat suasana sekolah sekarang seperti apa)

"Jangan menyalahkan diri lo sendiri. Di sini, Jina yang salah. Ga seharusnya dia bohong soal kakaknya sendiri"

" Tha pi, te tap sa ja. Di si ni a khu yang sa lah, Ab bim"

(Tapi, tetap saja. Di sini aku yang salah, Abim)

"Denger ya Tha. Kalau bukan karena Jina sendiri yang ga mau jujur, semuanya ga bakalan kayak gini. Sekarang urusan nya jadi double kan. Dan soal temen-temen Jina yang bakalan marah sama dia, itu wajar karena mereka udah dibohongin sama Jina sendiri. Klok soal mereka ngejauhin Jina karena lo kakaknya, itu sama aja mereka semua mandang orang dari fisiknya aja. Ngerti kan?" Ucapan Abim mampu membuat Athaya terdiam sembari menganggukkan kepalanya.

"Lo jangan khawatir, buktinya Juna yang juga temen nya Jina masih mau nerima dia jadi temen nya kan. Klok mereka emang temen Jina mereka juga harus mau nerima Jina dan segalanya yang ia punya"

"Ada pelanggan. Gue layanin dulu ya. Lo duduk aja disini ga pa pa sambil nenangin diri lo"

Athaya tak menjawabnya dia masih membayangkan soal Jina nanti bagaimana. Abim pun pergi untuk melayani pelanggan yang masuk tadi.

💫💫💫

Jina, kini sedang duduk sendiri di rooftop. Mendekati pagar pembatas dengan tatapan kosong. Angin pun berhembus menerpa rambutnya dan juga wajahnya yang sedang bersedih sekarang. Ia merasa bahwa dirinya sudah tidak ada harapan lagi untuk bisa berbahagia. Ia juga belum siap untuk melihat orang-orang disekitarnya menjadi mengejeknya dan menjauhi dirinya.

Seperti ada yang membisikan sesuatu ditelinga nya, Jina menaiki pagar pembatas itu. Saat ini ia sudah mulai kehilangan akal. Ia sudah siap untuk melompat dari atas pembatas. Namun, tiba-tiba tangannya ditarik kebelakang oleh seseorang dan terjatuh tepat di atas tubuh orang itu. Orang itu pun membangunkan Jina dan mereka sudah sama-sama berdiri.

"LO GILA?" Ujar Rafasya dengan sedikit meninggikan suaranya. Ia sudah tak habis pikir kalau Jina akan melakukan hal bodoh dan nekat seperti tadi.

"IYA GUE GILA" bentak Jina tak kalah lantangnya.

"Biarin aja gue mati loncat dari sini. Gue udah ga pantes buat hidup ataupun bahagia di dunia ini. Jadi, lebih baik gue mati" racau Jina sembari kembali mendekati pagar pembatas rooftop itu dan menaikinya lagi. Rafasya kembali menarik Jina agar menjauh dari sana.

Hadiah Terakhir Kakak [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang