Pagi nan cerah mampu menyilaukan mata siapa saja saat sedang tertidur pulas. Seperti Jina yang baru saja terbangun karena terganggu oleh sinar matahari yang langsung mengenai matanya. Ia baru ingat kalau hari ini adalah pengumanan seleksi di Universitas Indonesia secara online. Jina pun segera turun dari ranjangnya dan bersiap-siap untuk pergi kerumah Zie, karena mereka akan berkumpul disana.
Dibawah, sudah ada Ayah dan Bunda yang sedang duduk di meja makan sembari sarapan. dan Bunda juga tak lupa memberikan makan Gabi yang berada di dekat meja makan. Lalu tak lama kemudian Jina turun dan bergabung bersama Ayah dan Bunda di meja makan. Bunda pun langsung menuangkan susu di gelas dan menyerahkannya ke Jina. Jina langsung meminum susu itu dan juga beralih memakan roti yang sudah diisi oleh selai kacang diatas piring oleh Bunda.
"Nanti Ayah yang antar ya nak kerumah Zie nya" seru Ayah setelah dirinya menyesap kopi buatan Bunda.
Jina pun langsung menganggukan kepalanya sembari memakan roti. "Jina deg deg an banget, Yah, Bun sama takut juga"
"Yakin aja sayang, klok emang ini bukan takdir nya kamu buat kuliah disana, masih ada kesempatan lainnya di tempat lain" ujar Bunda sembari meminum teh hangat.
"Huft, Jina pasti bisa" ujar Jina menyemangati dirinya sendiri. "Ya udah ayok Yah kita berangkat"
Ayah pun mengangguk dan mengambil tas kerjanya yang ada belakangnya. Jina pun langsung menyalami Bunda dan Bunda mencium kening putrinya sayang.
"Hati-hati ya sayang, apapun yang terjadi nanti kamu harus tetap semangat, dan jangan pesimis oke" ujar Bunda sembari mengusap surai Jina.
"Iya Bunda" jawab Jina dengan tersenyum.
"Gabi, aku berangkat dulu ya. Kamu dirumah jagain Bunda ok. Eh ralat, yang ada Bunda yang jagain kamu, hehe. Makanya cepet gede dong" Jina beralih menggendong Gabi dan menciumi nya.
"Ya udah ya Bund, Jina berangkat dulu"
"Iya sayang hati-hati ya"
"Aku juga berangkat ya, sayang" ujar Ayah juga sembari mencium kening istrinya sayang.
"Iya kamu juga hati-hati, jangan ngebut-ngebut"
"Siap komandan" jawab Ayah sembari membuat gerakan seperti sedang hormat.
"Dada Bunda"
Jina dan Ayah pun sudah pergi keluar rumah. Dan kini hanya ada Bunda yang sendirian di rumah, hanya ada Gabi kecil yang sedang asik menikmati makanannya.
"Sangat sepi tidak ada kamu, Nak. Bunda jadi kangen masak bareng kamu lagi"
Bunda pun menghela napasnya dan mulai membereskan meja makan. Setelahnya ia langsung mencucinya agar tidak menumpuk kalau tidak segera di cuci.
💫💫💫
Ditengah perjalanan, Ayah sedang fokus menyetir sementara Jina yang duduk disebelahnya itu sibuk memandangi jalanan dari jendela mobil. Rasanya, sudah lama sekali Jina tidak pergi keluar rumah semenjak Athaya tiada. Ia hanya menghabiskan waktunya di rumah sembari mengadaptasikan dirinya tanpa sosok Athaya.
Ayah terlihat tersenyum melihat Jina yang sudah kembali tersenyum lagi seperti biasanya.
"Oh ya, Yah. Nanti Jina biar pulang sendiri ya. Jina mau ketemu sama Kakak" seru Jina.
"Kenapa ga sama Ayah aja sekalian?"
"Ga usah deh, Yah. Soalnya Jina mau ada yang diomongin ke Kakak, dan itu rahasia"
"Sekarang mainnya udah rahasia-rahasiaan ya anak Ayah ini."
Jina hanya membalasnya dengan kekehan. "Ya sudah klok itu mau kamu. Tapi hati-hati ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hadiah Terakhir Kakak [END]
FanfictionApakah dengan adanya perbedaan akan membuat kerugian bagi siapapun? Di dunia ini kita hidup dengan adanya perbedaan. Tidak ada yang sempurna selain sang pencipta sendiri. Apa yang membuat kalian merasa malu? Apa yang membuat kalian merasa dirugikan...