029. Pergi Untuk Selamanya

1.2K 104 2
                                    

Keesokan harinya, Athaya sudah mulai dimakamkan. Semua orang yang sedang melayat pun juga sudah mulai pergi meninggalkan area pemakaman. Dan yang tersisa hanya keluarga Athaya dengan Jina dan Bunda yang sama-sama duduk di sisi samping makam Athaya. Di sana juga sudah ada Mayang, Arya dan juga Minji. Mereka sangat terkejut mendengar kabar kalau Athaya sudah tiada. Mayang merasa kehilangan lagi, padahal dirinya baru bertemu dengan putra kandungnya itu beberapa bulan yang lalu, dan sekarang ia benar-benar kehilangan putranya untuk selamanya.

"Ma, Pah, dari tadi Minji tidak melihat Kak Naufal. Dia kemana?" Tanya Minji pada kedua orang tuanya dengan suara cadel nya.

Arya pun berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan putri semata wayangnya itu. Ia juga mengusap surai Minji.

"Kita udah ga bisa ketemu sama Kak Naufal lagi, Sayang" jawab Arya berusaha menjelaskan.

"Kak Naufal pergi kemana, Pah? Kenapa ga bilang sama Minji?" Tanya Minji itu mampu membuat semua orang kembali menangis. Minji yang belum tau apa-apa terus menanyakan dimana Athaya.

"Sayang, Kak Naufal udah ga bakalan bisa pulang lagi sama kita. Dia udah bahagia sama Tuhan di atas sana" jawab Arya lagi sembari menunjuk ke arah langit.

"Tuh kan, apa Kak Naufal udah ga sayang lagi sama Minji. Sampai-sampai dia pergi ga bilang sama Minji, ngajak Minji juga ngga." Ujar Minji dengan nada kesal. Lalu, Minji pun mendekat kearah Jina yang masih duduk di samping makam Athaya sembari menatap nisan Athaya.

"Kak Jina" panggil Minji dan Jina pun mendongak untuk menatap Minji.

"Hari ini kakak ulang tahun ya?" Tanya Minji.

Aahh iya, hari ini adalah Hari Ulang Tahun Jina yang ke 18 tahun. Tapi, hari ulang tahunnya sekarang sangat buruk. Dimana bertepatan dengan Athaya yang berpulang ke pangkuan Tuhan. Harusnya hari ulang tahunnya ini diisi dengan kebahagiaan, namun di tahun ini harus diisi dengan duka dan kesedihan.

"Kak Naufal sering cerita ke Minji soal Kak Jina. Kak Naufal sayaaaaangg banget sama Kak Jina. Katanya sayangnya Kak Naufal ke Kak Jina itu melebihi alam semesta ini. Berapa kali lipat ya, satu, dua, tiga, ohh beribu-ribu kali lipat. Minji aja cuman kebagian sedikit."

Mendengar ucapan Minji itu, Jina tersenyum kecil dan kembali menangis. Minji pun lebih dekat lagi kearah Jina dan tangannya terarah menuju pipinya untuk menghapus air mata Jina.

"Kata Kak Naufal, Kak Jina ga boleh nangis, walau Kak Naufal pergi. Kak Naufal juga pernah bilang gitu ke Minji. Katanya Minji ga boleh nangis kalau Kak Naufal pergi nanti. Katanya, air mata kita itu terlalu berharga buat jatuh."

Jina hanya terdiam sembari terus menatap nisan Athaya dengan tangan Minji yang masih menghapus air matanya.

"Selamat ulang tahun ya Kak. Kak Athaya juga titip buat ngucapin selamat ulang tahun ke kakak, katanya takut tidak sempat."

Arya pun menarik Minji agar menjauh dari Jina, takut Minji akan membuat Jina kembali bersedih dengan ucapannya mengenai Athaya.

Mayang mendekat kearah Bunda dan memeluknya di sana, menangis bersama.

"Kita sama-sama kehilangan anak kita, Mbak. Saya bahkan baru bertemunya beberapa bulan yang lalu setelah beberapa tahun lamanya, dan sekarang saya harus kehilangannya untuk selamanya." Seru Mayang setelah melepaskan pelukannya pada Bunda.

"Maaf, saya tidak bisa menjaga Athaya. Saya sudah gagal menjadi seorang Ibu untuk Athaya, hiks" seru Bunda dan Mayang meraih tangan Bunda lalu menggenggam tangannya.

"Tidak, disini saya yang sudah gagal menjadi ibu untuk Naufal. Dulu saya pernah membuangnya. Justru keluarga kalianlah yang telah membesarkan Naufal dengan penuh kasih sayang sampai sekarang ini. Saya seharusnya merasa malu karena pernah mau merebut Naufal dari kalian."

Hadiah Terakhir Kakak [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang