2

6.7K 523 3
                                    

Pagi ini aku berjalan menuju kelas sastra sementara Liz ke kelas Fotografi. Ya, jadwal kami memang berbeda, tapi itu bukan penghalang untuk kami.

"Sampai jumpa Maps." Liz berbelok ke kanan sambil melambaikan tangannya padaku.

"Sampai jumpa Liz." Aku melambaikan tanganku pula dan berjalan lurus.

"Oh! Mapple! Tunggu!" Aku berhenti dan menghampiri Liz yang juga berjalan ke arahku.

"Uhm.. Aku tidak akan pulang bersamamu nanti, aku akan bersama um.. temanku, tak apa kan?" Liz memainkan rambutnya. Dia gugup.

"Tak apa Liz, aku akan pulang sendiri." Liz tersenyum senang.

"Kalau begitu pakai mobilku, see you Mapple." Liz memberikan kunci mobilnya padaku.

"Yeah, nikmatilah kencan kalian." Aku mengambil kunci mobil dari tangnnya.

"A-Apa? A-Aku tidak..." Aku tertawa melihat wajahnya yang berubah merah.

"Akui saja Charlize. Kenalkan dia padaku jika kalian sudah bersama." Aku berbalik pergi.

"Ta-Tapi aku..." Aku kembali berbalik dan berjalan mundur perlahan.

"Dan kau harus lihat wajahmu." Pipinya semakin memerah karena malu.

"Oh, diamlah kau gadis aneh!" Aku tertawa dan kembali berjalan menuju kelasku.

"Sampai jumpa Charlize!" Aku melambaikan tanganku padanya.

"Terserah." Dia berjalan sambil menggerutu.

Aku terus berjalan sambil membalas sapaan beberapa orang yang menyapaku sampai ponselku berdering menandakan adanya telepon masuk yang ternyata dari Ibu Liz, Jean Mitchell.

"Hai Jean."

"Hai Mapple, apa kau sibuk hari ini?"

"Kelas-kelasku berakhir jam dua siang. Ada apa?"

"Ah baguslah, aku hanya ingin memberitahumu, jam tiga nanti ada pemotretan. Kau bisa datang?"

"Tentu, tentu saja. Tapi Liz tidak bisa ikut, putrimu itu sedang kencan."

"Ah gadis itu. Ya, akhir-akhir ini dia sering tersenyum sendiri. Sepertinya jatuh cinta."

"Baiklah, dimana pemotretan akan dilakukan?"

"Lantai tiga di butik, begitu sampai kau akan bertemu dengan Lassie, dia akan membantumu bersiap."

"Baiklah. Aku harus pergi sekarang, sampai jumpa Jean."

"Yeah, sampai jumpa sayang."

Aku mengakhiri perbincangan kami dan kembali melangkahkan kakiku ke kelas sastra dengan segera.

"Selamat pagi semuanya. Hari ini aku akan memberikan kalian tugas untuk menulis sebuah cerita pendek dengan tema yang akan aku tentukan. Tugas ini harus dikumpulkan hari ini juga." Mr. Hallfred menaruh buku-bukunya di atas meja yang tersedia dan membagikan kertas berisi tema yang berbeda-beda untuk masing-masing orang.

"Tugas ini akan jadi nilai tambahan untuk kalian dan hasil karya kalian akan dikumpulkan tepat saat bel berbunyi. Baiklah, selamat mengerjakan." Aku mulai berpikir tentang cerita seperti apa yang bisa aku buat dengan tema impian.

Aku memandang keluar jendela kelas selama beberapa menit, dan akhirnya aku mendapat ide untuk cerita pendekku. Aku mulai menulis kata demi kata menjadi sebuah paragraf. Aku terus berkutat dengan ceritaku dan akhirnya aku menuliskan satu kata terakhir di kertasku. Bel bebunyi tepat waktu dan aku berdiri untuk mengumpulkan tugasku.

"Baiklah, bagi kalian yang telah mengumpul bisa pergi ke kelas selanjutnya." Aku dan beberapa murid lainnya keluar kelas untuk mengambil buku masing-masing.

Aku berjalan ke arah lokerku untuk mengambil barang-barang yang diperlukan untuk pelajaran selanjutnya. Begitu sampai, aku langsung membuka pintu loker.

"Ouch!" Tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki mengaduh kesakitan dari balik pintu lokerku yang terbuka.

Aku memiringkan pintu loker untuk melihat siapa yang mengaduh kesakitan, dan betapa kagetnya aku saat melihat lelaki itu sedang memegangi hidungnya yang memerah. Kemungkinan besar karena menabrak pintu lokerku yang mungkin kubuka terlalu keras.

"Oh, astaga. Maafkan aku, aku tidak tahu kau ada di sana. Aku benar-benar minta maaf." Aku memegang tangan kirinya yang ia gunakan untuk memegang hidungnya.

"Ouch... Tak apa, aku yang salah tidak memperhatikan jalan." Aku mencoba menyentuh hidungnya pelan.

"Astaga, pasti sakit sekali. Aku minta maaf." Dia mendesis saat jari telunjukku menyentuh hidungnya.

Aku segera membawanya ke ruang kesehatan untuk mengobati hidungnya. Saat sampai, aku langsung menyuruhnya duduk di kasur sementara aku mengambil dua kantung berisi es batu dan air panas.

"Biar aku mengobati hidungmu." Aku meletakkan kantung es pelan-pelan di hidung lelaki itu.

"Ssh..." Dia mendesis kesakitan.

Setelah beberapa menit mengompres hidungnya dengan kantung es, aku mengambil kantung berisi air panas dan meletakkannya di hidung lelaki itu.

"Maafkan aku karena memukul hidungmu dengan pintu loker. Aku benar-benar tidak sengaja." Kataku sambil tetap mengompres hidungnya.

"Tak apa, itu bukan sepenuhnya salahmu, aku juga tidak memperhatikan jalan." Setelah selesai mengompres hidung lelaki itu, aku membuang kedua kantong tadi ke tempat sampah.

"Aku Jace Creighton." Dia mengulurkan tangannya.

"Mapple Humes." Aku menjabat tangannya.

"Ah, aku harus pergi, senang berkenalan denganmu. Sampai jumpa." Aku berbalik pergi menuju taman karena aku sudah pasti terlambat di kelas literatur.

Setelah kelas literatur berakhir nanti, akubakan masuk ke satu kelas terakhir lalu pulang, dan jam tiga nanti, akan ada pemotretan. Dengan begitu kehidupan modeling ku akan dimulai.

Stuck | H.S [INA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang