33

3.1K 308 18
                                    

Pernahkah kau terbangun dengan rasa sakit yang teramat sangat seperti kau baru saja tertabrak truk? Well, kurang lebih, itu yang kurasakan saat ini. Perbedaannya, rasa sakit itu terpusat di pipiku. Seketika aku teringat; Harry menamparku. Si brengsek itu. Aku tidak habis pikir dengannya. Pipiku berdenyut sakit dan terasa bengkak. Hah... Pasti memar. Batinku sambil menghela napas. Mungkin berendam di air hangat akan membantu. Menurutku memar terjadi karena pembekuan darah di bawah kulit, yah, aku tidak tahu apa teoriku benar atau tidak. Yang benar saja, aku bukan dokter. Tapi itu hanya pendapatku. Ngomong-ngomong, jika dipikirkan dengan logika, suhu yang panas bisa mencairkan sesuatu yang beku bukan? Jadi kupikir mungkin akan membantu jika pipiku dikompres dengan sesuatu yang panas. Yah, hanya teoriku, tapi jika berhasil? Tentu aku akan sangat bahagia.

Aku tidak percaya aku pingsan semalam hanya karena ini. Aku benar-benar selemah itu ya?

Dasar bodoh, kau kan pingsan karena kurang darah. Berhentilah berlagak seperti wanita lemah sungguhan.

Well, kau —dalam hal ini aku karena secara logis aku berbicara dengan pikiranku sendiri— benar.

Bagus, sekarang aku mulai gila. Apa tamparan Harry sekeras itu sampai otakku juga ikut bemasalah? Aku akan membunuhnya. Aku benar-benar akan membunuhnya dan mengulitinya hidup-hidup. Tunggu, bukan seperti itu urutannya. Aku akan mengulitinya hidup-hidup dan membunuhnya. Ya, itu baru benar. Astaga, aku benar-benar gila! Menggelengkan kepala, aku mengisi bathub dengan air hangat serta sabun beraroma bunga dan melepas pakaianku lalu berendam.

Hm.... Ini benar-benar membantu. Batinku sambil tersenyum.

Aku tidak tahu sudah berapa lama aku berendam, jari-jariku mulai berkeriput. Pasti aku tertidur tadi. Hah, untung saja aku tidak membuat diriku tenggelam. Akan sangat konyol, bayangkan "Seorang wanita tewas karena tenggelam di bathub akibat tertidur saat berendam." Konyol bukan? Aku tidak akan membiarkan diriku mati konyol seperti itu. Aku menggelengkan kepalaku dan melangkah keluar dari bathub ke cermin.

Wajahku kacau. Pipi kiriku berwarna keunguan, sangat kontras dengan warna kulitku yang putih. Aku benar-benar membenci pria itu. Aku bersumpah aku akan membalasnya. Kali ini tidak akan kubiarkan pria itu seenaknya mempermainkan perasaanku. Sesaat dia bertingkah seperti aku adalah dunianya, sesaat kemudian dia menyalahkanku atas kandasnya hubungan percintaannya dengan Cara Delevigne. Aku benar-benar membencinya.

Tidak, kau tidak membencinya.

Tenu aku membencinya. Lihat apa yang dia lakukan padaku semalam.

Tapi kau tetap mencintainya.

Astaga, diamlah!

Aku mengerang kesal sambil mengacak-acak rambutku. Aku harus melupakannya. Aku harus melupakan perasaanku padanya. Dia tidak baik unukku. Jika seperti itu perlakuannya padaku semalam, akan seperti apa nanti jika kami bersama? Apa Harry punya masalah dalam mengendalikan amarahnya? Kurasa dia harus bertemu dengan psikolog. Maksudku, orang-orang normal tidak akan memukulmu seperti itu karena kau peduli pada mereka, dan menyalahkanmu atas kandasnya hubungan cinta mereka. Jika dipikirkan lagi, kemungkinannya besar ada yang salah dalam diri Harry. Kurasa dia bipolar. Ya, mungkin itu. Beberapa kasus orang yang bipolar agak... Parah kan? Aku harus mendiskusikannya dengan Liz. Ini benar-benar tidak bagus. Aku segera merapikan rambutku dan keluar dari kamar mandi untuk berpakaian.

"Ah!" Teriakku kaget saat melihat Liz duduk di atas sofa di depan perapian, "Liz! Kau gila?! Aku bisa saja mati!"

"Kenyataannya tidak kan? Jangan berlebihan." Ucapnya memutar bola matanya, dan aku, aku juga tak kuasa menahan keinginan untuk memutar bola mataku.

"Ada apa?" Tanyaku sambil berjalan ke lemari pakaian.

"Bagaimana perasaanmu?" Tanya Liz khawatir.

Aku menghela napas, "Aku merasa lebih baik." Apa aku benar-nenar merasa lebih baik?

"Tapi?" Tanya Liz ragu.

"Sesuatu mengganggu pikiranku." Ucapku sambil berpikir keras. Jika benar Harry memiliki masalah dalam pengendalian emosinya, mengapa tidak ada yang pernah menyadarinya? Bahkan dirinya sendiri? Apa tidak ada yang memberitahunya?

Setelah selesai berpakaian, aku duduk di samping Liz dan berpikir keras.

"Apa yang kaupikirkan?" Aku menoleh ke arah Liz tidak yakin.

"Apa.. ada kemungkinan Harry memiliki masalah dalam pengendalian emosinya? Bipolar yang benar-benar parah?" Liz mengerutkan keningnya.

"Aku tidak yakin... Kenapa?"

"Sesaat dia bertingkah seperti anjing penjaga yang setia, dan sesaat kemudian dia seperti anjing rabies. Kau hanya perlu menyenggolnya sedikit saja dan dia akan menyerangmu. Tidakkah kau pikir itu sedikit... Mengkhawatirkan?" Liz mengangguk kecil.

"Kurasa kita harus membicarakan ini dengan bandmates nya." Aku mengangguk setuju. "Aku akan meminta salah satu dari mereka mengantar Harry pulang."

"Apa? Dia masih di sini?" Tanyaku heran. Kupikir Liz akan langsung mengusirnya saat dia tahu apa yang telah Harry lakukan padaku. "Kau tidak mengusirnya?"

"Aku sudah mengusirnya, tapi dia tidak mau pergi. Dia bilang khawatir padamu." Aku mendengus kesal. Khawatir katanya? Sulit dipercaya.

"Kau mengerti maksudku sekarang?" Sungguh sulit dipercaya. Aku benar-benar lelah menghadapi pria itu. Bagaimana bisa aku jatuh cinta pada pria semacam itu sejak awal?

"Dia benar-benar butuh dokter."

Stuck | H.S [INA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang