"Aku mendengar namaku disebut. Apa aku melewatkan sesuatu?" Sebuah suara berat dan serak terdengar di ujung meja makan.
Aku dan Liz saling menatap seperti kakak beradik yang tertangkap basah ibunya sedang menyiksa kucing di rumah mereka.
"Kenapa wajah kalian ketakutan begitu?" Pria itu melangkah mendekat. Aku dan Liz akhirnya memberanikan diri kami untuk melihat sang empunya suara itu.
"Astaga. Ternyata kau." Kami berdua menghembuskan napas lega ketika melihat pemilik suara itu adalah Zayn.
"Memangnya kenapa?" Zayn berjalan untuk mengambil air dingin di kulkas.
"Kami kira kau orang lain. Ngomong-ngomong, kenapa suaramu serak begitu?" Aku menutup toples dan melangkah ke mini bar untuk minum.
"Terlalu banyak tertawa. Kau taulah, semua band mates ku memiliki selera humor yang bagus, terutama Louis dan Niall. Tapi kau tidak perlu terlalu mengkhawatirkan aku." Ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya di akhir kalimat.
"Dan kau memiliki rasa kepercayaan diri yang sangat tinggi." Ucapku dan Liz bersamaan, kami bertatapan dan tersenyum konyol.
"Touché!" Ucap kami bersamaan lagi dan tertawa bersama.
"Kalian gadis-gadis yang aneh." Kata Zayn sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Yah, setidaknya kami tidak mengurung diri di dalam kamar dan bercermin selama seharian penuh dan menunjukkan ekspresi aneh atau berbicara pada cermin." Kataku sambil mengangkat bahuku tidak peduli dan meminum minumanku. Liz maju ke arahku dan kami melakukan hi five.
Seketika aku tersedak minumanku karena kaget akan suara tawa keras dari 4 orang yang —entah sejak kapan— duduk di atas kursi tinggi di mini bar.
"Astaga kalian idiot! Kalian bisa membuat sahabatku terbunuh karena tersedak minumannya sendiri!" Liz menepuk-nepuk punggungku sambil memarahi Niall, Liam, Louis, dan Harry.
"Tersedak air tak akan mebunuhmu, Charlize sayang. Jangan berlebihan." Aku meneguk air putihku sekali lagi sambil memutar bola mataku.
"Gadis itu benar-benar tau cara membungkam seseorang." Kata Liam sambil terkekeh.
"Kau benar-benar keren, Mapple!" Niall yang memang pada dasarnya sangat sulit untuk menahan tawanya —Setidaknya itu yang kudengar dari Liz— mulai meledakkan tawanya kembali.
"Of course I am." Kataku sambil mengibaskan rambut coklatku.
"You're the sassy queen! Haha!" Louis berteriak sambil merangkul bahuku. Oh, Liz pasti sangat cemburu.
"Oh, Ya, dia memang sassy queen, jadi rangkul saja dia sesukamu." Liz mengerucutkan bibirnya dan Louis langsung melepaskan tangannya dari bahuku dan mulai merayu Liz.
"Baby darling sweety, ayolah jangan marah." Dia mengecup bibir Liz yang mengerucut dan membuat Liz merona malu.
"Kau-" ucapan Liz terputus karena Louis terlebih dahulu menautkan bibirnya ke bibir Liz, yang tentu saja di balas liz.
"Get a room you two!" Harry bersorak dan kami semua tertawa karena melihat wajah dua sejoli itu memerah. Sejenak aku terpaku mendengar suara Harry yang ceria tanpa ada nada kebencian disuaranya.
"Tidak di rumahku!" Seruku dan kami semua kembali tertawa.
"Hey!" Tiba-tiba Niall berteriak protes dan membuat kami diam sambil mengernyit bingung.
"Apa sih?" Tanya Zayn yang sudah keluar dari lautan malu yang menenggelamkannya.
"Mapple!" Aku tersentak karena Niall tiba-tiba menyerukan namaku sambil berjalan cepat Ke arahku dengan telunjuknya mengarah padaku.
"Hah? Apa?" Niall berdiri di hadapanku sambil tetap menunjukku dngan telunjuknya seperti anak TK yang melaporkan teman sebayanya yang telah mengganggunya kepada gurunya.
"Kau tadi janji untuk membawaku ke Nando's!" Mulutku menganga lebar tidak percaya. Begitu juga yang lainnya.
"Serius? Hanya itu?" Liam yang pertama kali sadar langsung bertanya.
"Dia sudah janji!" Kali ini Niall seperti anak kecil yang mengadu kepada ibunya bahwa temannya telah mengingkar janji.
"Niall, perlu kau tau, aku manusia, aku berbuat salah, dan aku juga bisa lupa akan sesuatu. Dan yang paling penting yang perlu kau ketahui adalah, bahwa ini masih jam 9 pagi dan Nando's tutup jam 10 malam." Aku berkata sambil menurunkan tangannya yang menunjukku. Aku melihat 5 pria di hadapanku terkagum karena kata-kataku yang sarkas dan sedikit sassy. Kalau Liz sih tidak akan kagum begitu, karena dia sudah terbiasa dengan sifatku.
"Astaga. Louis, apa dia kembaranmu yang hilang?" Zayn memukul pelan lengan kekar Louis.
"Jangan konyol, kami sama sekali tidak mirip, dan aku masih 21." Aku menyisir rambutku —yang ternyata masih sedikit berantakan— dengan jariku.
"Benar juga. Oh! Atau mungkin kau adiknya yang hilang!" Niall mendengus keras membuat seluruh perhatian teralihkan padanya.
"Bisakah kita langsung ke Nando's saja?" Niall mendengus bosan dan jengkel.
"Baiklah, yang mulia Raja yang agung. Sekarang berhentilah cemberut dan cepat jalan, perut karet." Kata Harry yang disambut dengan kekehan kami kecuali Niall.
Kami berjalan menuju mobil Harry karena dia membawa mobil Range Rovernya dan itu akan cukup untuk kami bertujuh. Kau tau kan, Range Rover cukup besar, jadi muat banyak. Kami banyak bercanda selama perjalanan ke Nando's. Tapi aku sama sekali tidak berbicara pada Harry karena aku tau apa yang akan terjadi kalau kami saling bicara. Mungkin mobil Harry akan hancur seketika. Oke, itu berlebihan.
"Oh ya, Mapple, rumahmu cukup besar, tapi kau hanya tinggal sendiri. Memang tidak sepi?" Tanya Louis yang duduk bersamaku di samping Liz di baris tengah. Tunggu, cukup besar katanya?
"Biar kutebak, rumah kalian dua kali lipat lebih besar dari rumahku." Aku membayangkan sebesar apa rumah mereka.
"Itu tidak sebesar kedengarannya." Harry berbicara dengan nada dingin namun aku mengabaikannya.
"Well, tentu saja sepi. Tapi mau bagaimana lagi? Pamanku punya keluarganya sendiri, dan mereka jarang menginap. Liz juga hanya menginap saat akhir pekan." Kataku tepat saat mobil terparkir tepat di depan Nando's dan kami meluncur turun dari mobil dan masuk melewati pintu masuk bergemerincing.
Jika saja 5 orang di antara kami bertujuh bukanlah One Direction, kami pasti sudah terlihat seperti sekumpulan remaja yang sedang menghabiskan waktu senggang dengan berkumpul bersama, bercanda, dan membicarakan hal-hal acak. Tapi sayangnya ini One Direction. Mereka memang terlihat seperti remaja pada umumnya, tapi tetap saja mereka One Direction, mereka terkenal. Kita sedang membicarakan One Direction disini, Boyband terkenal yang berasal dari Inggris dan seluruh dunia tau mereka, bukan sekelompok anak kuliah biasa yang bisa bernyanyi. Tapi tak bisa kupungkiri, aku sering kali lupa bahwa aku sedang bersama One Direction. Kadang aku kira aku sedang bercanda dengan teman-teman dekatku di universitas.
"Kau mau pesan apa?" Liz membuyarkan lamunanku dan aku menengok ke arahnya.
"Yang biasa saja." Liz mengangguk dan menyampaikan pesananku pada pelayan. Setelah pelayan itu pergi, kami kembali bercanda, saling melempar lelucon yang kadang tidak lucu, namun berakhir dengan tawa juga.
"Lalu saat kami keluar dari bandara, ada ibu dari seorang fans, dan dia mencubiti pipiku sampai merah. Dan astaga! itu sakit sekali!" Cerita Niall dengan semangat. Aku tidak tau apa cerita sebelumnya, tapi melihat wajahnya sekaligus membayangkan kejadiannya membuatku tertawa.
"Makanan!" Begitu teriakan Niall ketika makanan kami datang beberapa saat kemudian.
Dan saat kami menyantap makanan kamipun, kami masih saling melemparkan candaan yang tak terhingga. Tak jarang beberapa dari kami tersedak karena tertawa saat mengunyah makanan. Bahkan kami menjadi pusat perhatian karena tawa kami. Tapi kami anak remaja, dan itu wajar kan? Yah, dan kami menghabiskan waktu kami dengan berbagi cerita dan pengalaman sambil melontarkan candaan dan kadang ejekan ringan, bagian dari candaan.
*****
Gimana? Double update nih. Kalo ada yang pengen kalian sampaikan tentang cerita ini, kritik atau saran, kasih tau aku yaa. Hope you like these two chapters!
Thanks for reading!

KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck | H.S [INA]
Fiksi PenggemarMapple mencintai sahabat masa kecilnya, Harry, sejak ia duduk di bangku SMP, dan sampai sekarang, ia tidak bisa melupakan perasaannya. Saat Mapple akhirnya bertemu dengan Harry yang sekarang telah terkenal, kenyataan pahit datang dan meruntuhkan ras...