26

3.3K 324 6
                                    

Mapple's POV

Aku menatap mobil Harry melaju menjauhi rumahku. Aku menghela napas. Kami hampir berciuman. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku sangat ingin menciumnya, tapi aku tidak bisa, Harry memiliki kekasih, dan aku jelas tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Cara Delevigne.

Hatiku sakit. Aku sangat menginginkan Harry, tapi aku tidak bisa. Aku hanya seorang sahabat lama di matanya. Tidak lebih, dan tidak akan pernah. Aku menarik napas.

Tanpa kusadari, air mata telah bebas mengalir dari mataku. Aku segera menyeka air mataku dan segera masuk ke rumahku.

Aku berjalan ke kamarku untuk beristirahat. Secarik kertas tertempel di pintu kamarku.

Mapple, aku harus kembali tinggal dengan ibuku. Tiba-tiba saja ibuku jatuh sakit, aku tidak bisa membiarkannya tinggal sendirian di rumah. Aku benar-benar minta maaf. Aku akan sering-sering berkunjung.

Jace xx

Ternyata surat dari Jace. Aku akan menghubunginya nanti. Aku terlalu lelah saat ini. Aku nenaruh tasku di atas meja dan menjatuhkan tubuhku di atas kasur. Seketika, kegelapan menyelimutiku.

Aku membuka mataku. Melihat sekelilingku, aku tersadar, aku tidak berada di kamarku. Aku tidak memndang langit-langit coklat putih kamarku, melainkan langit biru dengan corak putih yang menyerupai awan. Aku meraba sekitarku, dan merasakan rumput yang lembut, bukan kasurku. Aku segera bangun ke posisi duduk. Aku berada di padang rumput.

"Hazz! Ayo!" Seorang gadis kecil berlari sambil memanggil temannya yang tertinggal di belakang.

"Mez! Tunggu aku!" Teriak teman si gadis kecil.

"Kau lambat! Seperti kura-kura!" Gadis kecil itu berhenti berlari dan berbalik menghadap temannta. Mendengar itu si pria kecil berlari lebih cepat membuat sang gadis berteriak dan kembali berlari sambil tertawa.

"Aku tidak lambat!" Pria kecil itu menubrukkan tubuhnya dengan si gadis kecil hingga mereka terjatuh bersama.

Kedua anak tersebut tertawa bersama, kemudian si pria kecil mengelitiki sand gadis kecil.

"Hazz! Hentikan! Geli!" Ucap gadis kecil itu di tengah-tengah tawanya.

"Kata kuncinya?" Tanya si pria kecil.

"Kumohon?" Tanya gadis itu sambil tertawa.

"Salah." Si pria menjawab dan kembali mengelitiki temannya.

"Harry! Hentikan! Aku bisa mengompol!" Ucap gadis itu.

"Katakan 'Harry adalah pria tercepat dan tertampan di dunia, bahkan dia mengalahkan The Flash'. Ayo katakan!"

"Tidak mau!" Ujar si gadis kecil.

"Itu pilihanmu." Harry kecil terus mengelitiki gadis kecil itu.

"Katakan Mapple!" Aku tertegun.

Aku ingat kenangan ini.

"Baik! Baik! Harry adalah pria tercepat dan tertampan di dunia, bahkan dia mengalahkan The Flash!" Harry akhirnya berhenti dan menarikku untuk berdiri, namun, Harry masih belum kuat, sehingga dia terjatuh, dan kami tertawa bersama. Akhirnya kami berbaring sambil memandangi awan.

Harry kemudian bangun dan berlari. Aku mengikutinya hingga masuk ke dalam hutan gelap. Harry berhenti dan berbalik. Kali ini rambutnya berubah keriting, dan juga tubuhnya lebih tinggi. Aku berlari menghampiri Harry dan memeluknya.

"Harry, aku takut." Harry tersenyum dan menatap mataku.

"Aku tidak akan meninggalkanmu. Jangan takut." Aku kembali memeluknya dan menutup mataku. Beberapa detik kemudian, aku tidak merasakan kehangatan tubuh Harry lagi, aku membuka mata. Dan aku melihat Harry perlahan sambil tersenyum dan melambaikan tangannya.

"Harry? Harry!" Aku berusaha berlari, tapi aku terjebak di genangan lumpur. Harry semakin menjauh hingga akhirnya menghilang.

Aku kembali menggerakkan kakiku, mencoba keluar dari genngan rumput, namun kemudian, genangan lumpur itu berubah menjadi air, dan aku terjatuh ke dalam air. Aku mencoba berenang ke permukaan, namun, kakiku tersangkut di antara tumbuhan-tumbuhan melilit. Aku terus berusaha melepaskan kakiku, namun aku kehabisan udara, aku berteriak.

Aku tersentak dan membuka mataku. Tubuhku berkeringat. Mimpi buruk. Hanya mimpi buruk. Aku bangun ke posisi duduk dan menenangkan detak jantungku.

Setelah detak jantungku kembali normal, aku bangun dari tempat tidur dan pergi mandi.

Aku memutuskan untuk mandi air hangat, melihat di luar hujan deras. Aku mengatur suhu air panas, dan setelah itu melepas pakaianku dan langsung membasahi tubuhku dengan air hangat dari shower.

Setelah beberapa menit, aku mematikan air dan melilitkan handuk di tubuhku. Aku mengeringkan rambutku dengan handuk lain sambil berjalan ke walk in closetku. Aku mengambil sweatpants abu-abu dan sweater hitam serta pakaian dalam dari lemari, dan segera memaki pakaianku. Setelah itu, aku merapihkan rambutku, lalu keluar dari kamar untuk membuat coklat panas.

Sambil berjalan ke dapur, aku tidak bisa menahan pikiranku yang melayang memikirkan Harry. Sedang apa dia? Apa dia baik-baik saja? Setelah beberapa menit, coklat panasku matang, dan aku menuangkannya ke dalam sebuah teko, lalu membawa teko itu beserta sebuah cangkir ke ruang tamu.

Aku menaruy teko dan cangkir di meja kopi kemudian menyalakan perapian. Setelah itu, aku membuka lemari kecil di sebelah TV dan mengeluarkan sebuah selimut.

Sekarang lebih hangat. Aku membuka selimut tadi dan membukus tubuhku dengan selimut, lalu menuang coklat panas ke dalam cangkirku.

Aku hanya duduk sambil menatap api yang menyala di perapian saat tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahku.

"Siapa yang datang hujan-hujan begini?" Gumamku, lalu beranjak untuk membuka pintu. Déja vù. Aku menggelegkan kepalaku pelan.

Saat aku membuka pintu, aku benar-benar terkejut atas kehadiran orang di hadapanku ini.

"Harry!" Ucapku kaget. Apa yang dia lakukan hujan-hujan begini?!

Tubuh Harry basah kuyup, dan wajahnya pucat. Wajah Harry terlihat sangat sayu. Aku bisa melihat tubuhnya menggigil. Seketika rasa khawatir menghampiriku

"Kau kenapa?!" Tanyaku khawatir.

"Mapple..." Ucap Harry pelan, dan kemudian tubuhnya oleng.

"Astaga, Harry! Apa yang terjadi?!" Aku sangat panik saat menangkap tubuh Harry. Apa yang terjadi?

"Harry, sweetheart, bertahanlah." Ucapku sambil berusaha menopang tubuh kekar Harry. Harry tersenyum kecil, kemudian dia jatuh pingsan.

Aku segara menarik Harry ke dalam dan menutup pintu rumahku. Kemudian, aku berusaha sekuat tenaga membawa Harry ke kamarku.

Saat aku berhasil merebahkan Harry di kasurku, aku mengatur napasku. Pria ini benar-benar raksasa. Aku harus mengganti pakaiannya, jika tidak, Harry bisa sakit.

Aku segera berlari ke kamar Jace sebelum dia kembali pindah ke rumah Ibunya, dan berharap semoga ada pakaiannya yang tertinggal. Doaku terkabul, di lemarinya terdapat sebuah sweatshirt dan celana basket yang tertinggal. Aku segera mengambilnya dan kembali ke kamarku.

"Oh God, I'm so going to regret this."

Stuck | H.S [INA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang