18

3.6K 375 6
                                    

Mapple's POV

Beberapa menit kemudian, aku keluar dari kamarku, masih dengan kaos milik Jace, namun kali ini aku memakai ripped skinny jeans putih.

"Jadi, ada apa?" Tanyaku sambil perlahan duduk di sebelah Liz dan mengambil cangkir kopiku.

"Kami ingin mengajakmu pergi hari ini." Aku melirik Liz sambil meminum kopiku dan kemudian melirik Harry, namun aku cepat-cepat memalingkan wajahku.

"Tidak bisa. Aku ada janji." ucapku sambil menghela napas.

"Janji apa? Kita sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama mereka." Aku menaruh cangkir kopiku di meja dan menatap Liz.

"Maafkan aku. Tapi hari ini aku ada janji dengan Jace, mungkin lain kali." Kataku setengah berbohong sambil memutar mataku. Terkadang Liz bisa jadi sangat dramatis.

Aku memang ada janji dengan Jace hari ini, tapi aku bisa saja membatalkannya, dan Jace tidak akan keberatan. Tapi setiap kali kami pergi dengan One Direction, Harry akan selalu menjemput Cara untuk ikut. Dimana ada Harry, pasti ada Cara. Tolong jangan lupakan fakta bahwa aku mencintai Harry.

"Baiklah. Kurasa kami akan bersenang-senang tanpamu." Ucap Liz. Aku tau maksudnya 'kami' adalah 'aku' dalam kalimat itu.

"Yeah, bersenang-senanglah Liz, aku benar-benar minta maaf. Aku harus pergi sekarang. Jace menungguku." Begitu nama Jace terucap, aku mendengar seseorang mendengus. Aku tidak tau siapa, uh, sebenarnya tidak peduli.

Aku berdiri dan mengambil jaket kulitku di lengan sofa dan kunci mobilku dari mangkuk di tengah meja.

"Have fun, love you." Ucapku mencium pipi Liz dan menepuk pundaknya.

"Love you too." Aku berjalan ke pintu depan dan membukanya, lalu berjalan keluar.

Aku menghela napas. Dan berjalan ke mobilku. Aku tidak mengerti, setiap kali aku menyebutkan nama Jace, pasti ada yang tidak suka. Perasaanku mengatakan itu Harry, apa dia cemburu? Astaga, apa yang kupikirkan? Mapple, berhentilah memikirkannya! Harry sudah punya kekasih! Dan dia adalah Cara Delevigne, gadis berparas cantik dengan tubuhnya yang indah dan tinggi. Kau bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Cara. Sudah pasti Harry lebih memilihnya dibanding dirimu.

Aku melajukan mobilku menuju Starbucks, tempat pertemuanku dan Jace. Setelah 5 menit perjalanan, aku memarkirkan mobilku di dekat starbucks, lalu berjalan ke arah kedai kopi tersebut.

"Rasperry Truffle Mocha Frappe Grande dan Blueberry Pie" Ucapku pada petugas di kasir.

"Atas nama?" Tanya petugas itu.

"Mapple Humes." Petugas itu mengangguk, dan aku mencari Jace. Aku melihatnya melambaikan tangan padaku.

"Hey, sudah lama?" Tanyaku begitu aku duduk.

"Tidak. Jadi, kau benar-benar yakin dengan keputusanmu? Memanngnya tidak akan kerepotan?" Aku tersenyum dan menggeleng.

"Tidak akan. Lagipula pasti menyenangkan." Jace mengangguk.

"Uh, sebenarnya aku ingin meminta bantuanmu." Ucap Jace gugup.

"Ada apa? Kau gugup. Biar kutebak, ini masalah wanita." Seketika wajah Jace memerah dan aku tertawa.

"Mapple Humes!" Mendengar pesananku sudah jadi, aku segera berdiri dan berjalan sambil terkekeh.

"Thanks." Ucapku sambil mengambil pesananku, dan kembali ke mejaku dan Jace.

"Jadi, ceritakan tentang gadis ini." Ucapku tertarik. Senyum Jace merekah seketika. Yah, tipikal orang jatuh cinta.

"Dia gadis yang sangat cantik, pada awalnya dia sangat pendiam dan tidak banyak bicara, dia juga pemalu. Itu membuatku tertarik padanya. Beberapa bulan terakhir ini kami sering bersama, dan dia mulai terbuka. Aku sangat menyukai tawanya, dan bagaimana matanya menyipit saat tertawa, dia sangat baik. Waktu itu, kami pernah berjalan-jalan di taman, lalu kami melihat anak kecil yang menangis karena jatuh. Dia menghampiri anak itu, dan membelikannya es krim. Dia seperti malaikat." Aku dapat melihat mata Jace yang berbinar-binar ketika menceritakan gadis itu.

"Sounds like a lovely girl. Siapa namanya?" Tanyaku sambil meminum minumanku.

"Rahasia. Kau akan tahu nanti." Aku memutar mataku.

"Terserah. Jadi, kapan kau berencana menyatakan cintamu?" Tanyaku, lalu memasukkan potongan pie ke dalam mulutku.

"Aku belum tahu, tapi aku berencana mengajaknya pergi besok. Tolonglah, bantu aku menyiapkannya." Jace memasang wajah memohon padaku.

"Jangan memasang ekspresi begitu, wajahmu jadi sangat aneh." Jace memutar matanya.

"Ayolah, bantu aku." Mohonnya.

"Tidak. Ini kencanmu, kau harus mengaturnya sendiri." Tolakku.

"Itu masalahnya, aku benar-benar tidak ada ide, aku sudah memikirkannya lama sekali." Ucapnya dengan nada memohon.

"Itu masalahmu." Ucapku tidak peduli.

"Ayolah Mapple." Mohonnya sambil mencolek-colek pipiku.

"Tidak mau, bukan aku yang jatuh cinta pada gadis itu." Aku menepis tangannya dari pipiku.

"Kau jahat." Ucapnya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Biarkan saja." Ucapku sambil mengangkat bahuku dan memakan pie ku.

"Mapple!" Teriaknya

"Apa?" Teriakku balik

"Bantu aku." Jace mencolek daguku.

"Tidak mau." Aku menepis tangannya.

"Ayolah, kau ini jahat sekali." Dia menarik rambutku.

"Ah! Sakit!" Aku meninju lengannya keras, membuat Jace meringis pelan.

"Kau ini lelaki ya?! Sakit!" Protesnya sambil mengelus lengannya.

"Berlebihan. Siapa suruh menarik rambutku." Aku memutar mataku sambil minum.

"Terserah. Ayolah Kitty Kat, aku akan belikan banyak coklat jika kau bersedia membantuku, terutama Kit Kat. Sebanyak yang kau mau. Aku janji." Aku meliriknya sambil tersenyum lebar, dan Jace? Dia memutar matanya.

"Sebanyak yang kumau? Janji?" Jace mengangguk sambil memutar matanya.

"Baik! Aku akan membantumu!" Ucapku dengan semangat.

"Seharusnya aku mengatalan itu sejak tadi, jadi aku tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk memohon." Gumamnya membuatku tertawa.


*****

Mace moment! Gimana? Jelek ya?

Thanks buat 2K readers! Makasih banget! Aku nggak nyangka! Vote nya juga lumayan! Ada 304, dan itu lumayan banyak, makasih ya!!

Thanks for reading! Xx

Stuck | H.S [INA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang