Aku benar-benar tidak percaya. Tubuhku gemetar, perasaanku bercampur aduk. Jantungku berdebar kencang, aku benar-benar bahagia. Tapi, dia masih belum menyadari ini aku. Dia duduk di sebelah Louis dan melirikku sekilas.
"Harry, kenalkan ini Mapple, sahabat baikku." Harry mengangkat kepalanya dan melihatku terkejut.
"Ha-Harry..." Lirihku, tatapannya yang tadi terkejut berubah menjadi dingin dan tajam.
Liz menatapku saat mendengar lirihanku, lalu menatap Harry. Saat kembali menatapku, mata Liz terbelalak.
"Uh, Mapple, bisa bicara sebentar?" Liz menarikku berdiri dan berjalan ke ruang tamu.
"Dia, Harry, dia orangnya kan? Sahabat lamamu kan?" Aku mengangguk dan duduk di sofa.
"Mapple, tapi, tapi kenapa tatapannya begitu dingin?" Liz juga menyadarinya? Aku kira hanya aku yang nenyadarinya.
"Aku tidak tahu. Liz, aku takut, apa dia melupakanku?" Aku menatap Liz yang masih terlihat shock.
"A-aku tidak tahu Mapple, tapi kita harus kembali ke meja makan, mereka akan curiga." Aku mengagguk dan Liz memegang tanganku agar tidak jatuh.
"Ada apa Liz?" Liam menatap aku dan Liz penasaran.
"Ah, tidak ada apa-apa, ayo makan sekarang." Kami melanjutkan acara makan malam kami yang sempat tertunda.
Liz dan yang lainnya saling bercanda, aku hanya menimpali seperlunya, pikiranku masih berkecamuk, perasaanku bercampur aduk. Senang, takut, gugup, rindu, semuanya menjadi satu.
Setelah kami selesai makan, aku dan Liz membawa piring-piring kotor ke wastafel. Aku mencuci piring dengan pikiran yang tidak fokus.
"Mapple!" Liz berteriak dan membuatku kaget sehingga piring yang ada di tanganku terjatuh dan pecah membuat aku dan Liz memekik.
"Ada apa?!" Louis, Liam, Zayn, Niall dan Harry datang menghampiri kami di dapur.
"Tidak ada apa-apa, tadi ada kecoa, kami hanya kaget sehingga aku memecahkan piring." Aku tersenyum kepada mereka.
"Benarkah?" Aku dan Liz mengangguk yakin.
"Ya, kalian kembalilah bersenang-senang." Akhirnya mereka kembali ke ruang tamu dan bermain FIFA.
"Liz, kau mengagetkanku." Aku membungkuk untuk mengambil pecahan piring di lantai.
"Aku sudah memanggilmu lebih dari tiga kali, tapi kau tidak menjawab. Mendengar saja tidak." Liz ikut membungkuk dan membantuku mengambil beberapa pecahan piring.
"Sebenarnya kau kenapa? Kau masih memikirkan Harry?" Aku menunduk dan membuang pecahan piring.
"Aku hanya takut, aku tidak ingin kehilangan dia lagi." Rasanya aku ingin menangis, tapi tidak ada air mata yang turun dari mataku.
"Kau harus tenangkan dirimu. Kau tidak akan kehilangannya. Percayalah." Aku terseyum pada Liz dan pergi ke kamar orang tuaku di lantai dua.
"Mom, Dad, aku merindukan kalian." Aku menatap foto pernikahan Ayah dan Ibuku yang tergantung di dinding.
Aku berjalan menuju balkon. Hujan masih turun dengan sangat deras. Aku memejamkan mataku merasakan angin dingin menyusup melalui celah pintu balkon.
Aku takut. Apa dia merindukanku? Apa dia senang? Apa dia, mengingatku? Tatapannya sangat tajam, apa dia membenciku? Aku sangat takut kehilangannya lagi. Aku sudah menunggu kesempatan ini bertahun-tahun.
Aku pikir aku harus bicara padanya. Aku turun ke bawah untuk bicara dengan Harry. Aku menuruni tangga perlahan. Aku menuju dapur untuk mengambil minum terlebih dahulu, dan ternyata, dia ada disana. Harry ada di dapur. Aku harus memberanikan diri.
"Harry?" Dia berbalik dan menatapku.
"Apa?" Kenapa sikapnya begitu dingin?
"Apa kabar? Sudah 7 tahun kita tidak bertemu." Dia menatapku datar.
"Apa yang kau bicarakan? Kurasa kita tidak pernah kenal sebelumnya." Hatiku sakit mendengarnya. Dia tidak mengingatku?
"Kau.. Tidak ingat aku?" Dia menaruh gelasnya di wastafel dan pergi ke ruang tamu.
Tanganku mencengkram pinggiran wastafel dengan sangat erat. Aku benar-benar tidak percaya, dia tidak ingat aku? Bagaimana bisa?
Aku berjalan ke kamarku dan melihat Liz dan yang lainnya sedang bersenang-senang. Aku membuka pintu kamarku dan menghirup aroma mawar yang mengisi kamarku.
Aku berjalan menuju pintu kaca dan memandangi hujan yang turun dengan deras di luar lalu berjalan menuju sudut ruangan untuk mengambil gitar dan duduk di ranjang. Aku memetik senar gitar dan menciptakan nada yang tidak beraturan namun tetap terdengar indah.
"Mapple?" Liz masuk ke dalam kamarku.
"Ya?" Aku menghentikan aktivitasku dan menatap Liz.
"Hujan masih sangat deras, mereka tidak mungkin pulang sekarang. Mereka boleh menginap tidak?" Aku melihat ke jendela. Benar, hujannya sangat deras.
"Tentu. Kau bisa antarkan mereka ke kamar tamu kan?" Liz mengangguk dan tersenyum senang.
"Liz, kau tidak boleh sekamar dengan Louis." Dia terbelalak dan wajahnya merona.
"Kau... Terserah." Aku terkekeh dan Liz keluar dari kamarku.
Aku menaruh gitar di sebelah ranjangku dan merebahkan tubuhku di ranjang yang nyaman ini lalu terlelap.
![](https://img.wattpad.com/cover/33838965-288-k737083.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck | H.S [INA]
FanfictionMapple mencintai sahabat masa kecilnya, Harry, sejak ia duduk di bangku SMP, dan sampai sekarang, ia tidak bisa melupakan perasaannya. Saat Mapple akhirnya bertemu dengan Harry yang sekarang telah terkenal, kenyataan pahit datang dan meruntuhkan ras...