22

3.4K 349 19
                                    

-Recap-

Tiba-tiba, beberapa gadis berlari masuk ke dalam cafetaria, dan semua orang terdiam melihat mereka. Mereka pasti berlari kemari. Mereka mencoba untuk bernapas dengan normal.

"Oh my God." Gadis berambut hitam di tengah-tengah mengambil air di dekatnya tnpa peduli milik siapa dan meminumnya.

"Kenapa kalian?" Tanya seseorang.

"Oh my God. Harry Styles from One Direction is here."

Damn. Great. Just great.

Mapple's POV

Bagus. Sekarang semua gadis di ruangan ini mulai berteriak dan berlari keluar cafetaria seperti ada kebakaran hebat di ruangan ini.

"What the fuck was that?" Tanya Drew dengan mulut terbuka.

"Believe me, I have no idea." Ucapku masih sambil menatap pintu.

"Ayo lihat." Rick, Jaz, dan Drew berdiri dan berlari kecil keluar.

"Astaga. Jace biarkan aku pergi." Begitu kalimatku selesai, aku merasakan seseorang mengangkat tubuhku. Sudah pasti Jace.

"Jace! Turunkan aku! Aku tidak mau keluar sana! Dia idiot! Jace! Dre tolong aku! Aku akan menraktirmu makan es krim jika kau bersedia menolongku! Dre ayolah! Jace, turunkan aku!" Aku memukul Jace berkali-kali, namun tetap tidak ada efek untuknya.

"Dre, tolonglah!" Rengekku. Dan kau tau apa? Jace tertawa menikmati adegan ini, dan Dre —Alexandre— hanya tersenyum kecil. Dan astaga kau harus tau, senyumnya sangat manis! Oh Mapple! Kembali ke permasalahan!

"Jace turunkan aku!" Teriakku lagi.

Tiba-tiba, sebuah ide muncul di kepalaku.

"Jace, turunkan aku sekarang, atau aku tidak akan membantumu menyiapkan kencanmu." Ucapku tenang, dan Jace langsung berhenti berjalan, kemudian menatapku horror.

"Turunkan. Sekarang." Jace langsung menurunkanku tanpa ragu.

"Kau akan membantuku kan?" Tanya Jace.

"Yah, karena kau sudah menurunkanku.... Baiklah." Jace mendesah lega.

"Oh astaga, kau menakutiku." Aku memutar mataku lagi.

"Aku pergi dulu." Aku berbalik ke arah cafetaria, namun sebuah suara menghentikan langkahku.

"Hey."

Holy cake.

Aku kembali memutar tubuhku dan menghadap si idiot.

Apa? Kau pikir aku akan terus berjalan dengan cepat seperti kebanyakan cerita, lalu si cowok idiot akan menahan pergelangan tanganku, lalu memutar tubuhku, dan akhirnya wajah kami saling berdekatan, lalu kami menatap satu sama lain dengan dramatis? Ew, tidak akan. Maaf saja. Aku lebih baik mencium Alexandre daripada bertatapan dengan si idiot.

Apa lagi? Aku memang mencintainya. Tapi aku sedang sangat kesal dengan makhluk itu.

"Apa maumu?" Ucapku dingin.

"Tidak ada." Dia mulai lagi.

"Yasudah. Pergi sana." Ya, aku baru saja mengusir Harry Edward Styles personil boyband paling terkenal di seluruh dunia One Direction. Jangan salahkan aku jika dia ternyata menyebalkan.

"Dasar pemarah." Astaga.

"Jangan mulai kau idiot." Ucapku kesal.

Oh, sebagai pengingat, aku tidak benci padanya, aku hanya sangat-sangat kesal padanya.

"Mulai apa?" Ucapnya berpura-pura polos.

"Terserah. Sudah sana pergi. Kau mengotori lantai universitas ini." Setelah kalimatku selesai, terdengar banyak suara kaget.

Oh bagus. Seluruh penghuni kampus barusaja mendengarku mengusir Harry Styles. Memangnya aku peduli?

"Bish" Ucap Harry di tengah-tengah batuk palsunya.

"Kau bilang apa?" Tanyaku.

"Aku bilang apa?" Balasnya.

Dengan itu, kesabaranku habis, dan aku berjalan cepat ke arahnya, lalu menarik rambutnya keras hingga dia menjerit.

"Itu yang kau dapat karena membuatku kesal setengah mati! Dasar idiot!" Bentakku padanya.

"Woah, Mapple, tenanglah." Jace memegang tanganku dan menarikku pelan.

"Kau tidak bisa membiarkannya mengataiku begitu saja Jace!" Protesku.

Jace diam.

"Kau tidak bisa membiarkannya menyakitiku begitu saja." Ucapku lirih.

Jace tetap diam menatapku.

"Yah..." Jace menghela napas.

Detik selanjutnya, kepalan tangan Jace menghantam pipi Harry, dan semua orang terkaget. Aku sendiri kaget.

"Jace, apa yang kau lakukan? Kenapa kau memukulnya?!" Jeritku padanya, sebagian dari diriku merasa senang, namun sebagian besar lainnya marah atas apa yang barusaja Jace lakukan.

"Aku tidak bisa tetap diam dan membiarkannya menyakitimu kan?" Ucap Jace lembut.

"Tapi kau tidak harus melakukan itu." Ucapku pelan.

"Kenapa? Secara teknis, kau adalah adikku sekarang. Aku berhak melakukan itu padanya karena dia terus menyakitimu." Ujar Jace tegas, membuatku tersenyum kecil.

"Tapi kau bisa saja di benci fansnya karena memukul Harry." Ucapku sambil menatap mata coklat Jace.

"Dan aku tidak akan pernah peduli." Kemudian aku memeluk Jace.

"Thanks." Bisikku. Kemudian, aku melepaskan pelukan kami dan berjalan ke arah Harry yang sekarang telah berdiri.

Aku meringis melihat pipinya yang mulai membiru. Harry hanya menatapku datar.

"Maafkan Jace. Sebenarnya dia tidak akan meninjumu jika kau tidak berlagak seperti bajingan." Lalu aku menggenggam dan menarik tangan Harry ke arah ruang kesehatan untuk mengompres pipi lebamnya.

Sensasi menggelitik merambat melalui tanganku dan membuat jantungku berdebar, serta perasaan aneh menyerang perutku.

"Bisa beri kami jalan? Pipi idola kalian mulai membiru." Seketika, semua orang menyingkir dan aku kembali berjalan.

Setelah akhirnya kami keluar dari keramaian, aku merasakan Harry menggenggam tanganku erat. Bibirku bergerak ke membentuk senyuman kecil.

Sensasi aneh di perutku kembali, dan jantungku berdebar lebih keras dari sebelumnya. Dan saat itu aku tahu,

And I realize, I'm stuck.


*****

Yes! Chapter 22! Hohoho, gimana gimana? Seru gak? Thanks yaa buat 6k readers! Aku nggak nyangka bakal banyak yang baca cerita ini! Sebenarnya aku sama sekali nggak nentuin alur cerita ini, jadi ya, pasti berantakan banget. Sorry ya kalo ada yang salah dalam cerita ini!

Thanks for reading! Xx

-netta

Stuck | H.S [INA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang