Malam harinya, beberapa saat setelah Liz pergi -setelah mengantar beberapa pakaian bersih dan mengobrol hingga malam, aku turun dari ranjang dan mengganti gaun rumah sakit dengan sweat pants dan kaus v-neck, kemudian mencabut infus di pergelangan tanganku dan berjalan keluar dari kamar rumah sakit menuju kamar Harry.
Sebelum memasuki kamar Harry, aku mengintip dari jendela di pintu. Di dalam masih ada Liam yang menemani Harry. Aku mencari akal agar Liam keluar. Aku segera melirik ponselku mendapat ide.
To: Liam Payne
Liam, Liz memintaku untuk memberitahumu agar kau pulang ke rumahmu. Louis akan datang sebentar lagi untuk menjaga Harry.
-MappleSetelah mengirim pesan singkat kepada Liam, aku mengintip ke dalam dan melihat Liam bangkit dari kursi dan berpamitan kepada Harry, lalu berjalan ke pintu. Aku minggir dari pintu saat Liam akan keluar. Saat dia cukup jauh, aku menahan pintunya agar tidak tertutup, lalu masuk ke kamar Harry. Harry sedang memejamkan matanya, terlihat seperti ia sedang memikirkan sesuatu.
"Hey." Sapaku pelan.
Harry membuka matanya dan melihatku kaget.
"Mapple? Kupikir kau di ruangan lain. Liam bilang kau pingsan."
"Ya, hanya kelelahan."
"Kau yakin? Kau terlihat pucat."
"Tentu. Bagaimana keadaanmu?"
"Sedikit lebih baik. Aku tidak menyangka akan terkena vertigo."
"Tidak ada yang bisa. Aku panik sekali saat kau tidak bisa dibangunkan tadi pagi."
"Yeah, soal itu, aku minta maaf membuat kalian panik. kudengar para wartawan mengikuti mobil Liam sampai ke rumahmu."
"Ya, itu benar-benar menyebalkan, kami kesulitan membawamu ke mobil karena mereka terlalu haus dan lapar."
Harry tertawa kecil. Suaranya seperti malaikat. Bukannya aku oernah mendengar malaikat tertawa, itu hanya kiasan, kau tahu kan. Ngomong-ngomong, Harry kemudian melirik pergelangan tanganku.
"Pergelangan tanganmu berdarah."
"Apa? Oh. Ya, aku mencabut infusku tadi."
"Jadi sebenarnya kau belum boleh pergi?"
"Ya..."
"Lalu kenapa kau kesini?!"
"Aku khawatir padamu!"
Kami terdiam saling memandang. Harry menghela napas.
"Maaf membuat kalian semua khawatir."
"Tidak apa-apa."
Aku memandang Harry yang memainkan selimut di tangannya.
"Aku benar-benar tidak menyangka dia mengkhianatiku."
"Harry..."
"Apa yang telah kulakukan padanya? Apa salahku?"
"Hazz ja-"
"Aku mencintainya tulus! Tapi ternyata dia hanya memanfaatkan aku! Aku benar-benar mencintainya!"
Hatiku terasa nyeri, namun aku berusaha mengabaikannya.
"Harry! Berhentilah memikiran itu! Dia tidak pantas mendapat rasa sedihmu itu!" Seruku menghentikannya.
"Lagipula ada orang lain yang mencintaimu dengan lebih tulus." Gumamku pelan, namun sepertinya tidak cukup pelan karena Harry masih bisa mendengarnya.
"Apa? Siapa?" Harry memandangku penasaran, lalu seperti ada bohlam lampu yang menerangi pikirannya, ua tersadar. "Tunggu. Kau mencintaiku?"
Tidak ada gunanya lagi membantah. Harry bukan orang yang tidak peka terhadap sesuatu yang terjadi di sekitarnya. Dia juga dapat mengetahui dengan mudah akan perasaan orang-orang di dekatya.
"M-Mapple, aku... Sejak kapan?"
"8 tahun yang lalu."
"Mapple..."
"Tidak apa-apa. Aku mengerti. Aku tahu kau tidak mencintaiku sebagai seorang kekasih. Aku benar-benar mengerti. Jangan khawatir." Ucapku sambil tersenyum paksa.
Harry terdiam, dan selanjutnya, ia mencondongkan tubuhnya dan mencium bibirku lembut. Kupu-kupu berterbangan di perutku dan jantungku berdetak kencang.
Harry menciumku.
Harry Styles, pria yang aku cinta sejak di SMP menciumku.
Tersadar, aku membalas ciumannya lembut, mengikuti irama yang diciptakannya dengan senang.
"Apa yang kau lakukan padaku Harry?"
"Mungkin kau harus mencari tahu sendiri."
*****
Maaf baru update, pendek lagi.
Thanks for reading xx
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck | H.S [INA]
FanfictionMapple mencintai sahabat masa kecilnya, Harry, sejak ia duduk di bangku SMP, dan sampai sekarang, ia tidak bisa melupakan perasaannya. Saat Mapple akhirnya bertemu dengan Harry yang sekarang telah terkenal, kenyataan pahit datang dan meruntuhkan ras...