•Jibrani

39 29 39
                                    

                             。Happy Reading 。

Di waktu sore hari pukul 16.00, kini terdapat lima anak lelaki dari Rusyadi dan Riana. Sementara dengan ayahnya, dia masih berada di kantor dan masih sibuk bekerja. Dan dengan ibunya, dia pun masih ada keperluan di luar, jadi di sore ini dia belum kembali pulang ke rumah.

Bagaimana dengan anak pertama dan juga anak keduanya? Mereka berdua pun masih sibuk bekerja di tempat pekerjaannya masing-masing. Hari ini, Markinatan kerja lembur, jadi dia masih sibuk mengerjakan pekerjaannya di kantor perusahaan milik ayahnya. Sedangkan dengan Rendi, dia masih bekerja juga di tempat kerjanya yakni di Cafe Dreamy.

Jadi, yang berada di rumah itu hanya ada Johan, Hairiz, Nakata, Zian dan juga Jibrani. Mereka berlima sudah pulang dari kegiatannya untuk di waktu sore ini.

Kelima lelaki itu, kini tengah berkumpul di ruangan tersebut dan berduduk di kursi yang cukup bagus dan lebar. Masing-masing dari mereka tengah bermain dengan ponselnya sendiri. Tapi, hanya Nakata saja yang kini tidak memegang ponselnya karena ponsel miliknya kini sedang dalam keadaan mati baterainya, jadi dia tidak sedang sibuk dengan ponselnya.

"Na, gimana sama sekolah lu? " Johan memulai pembicaraan dan bertanya pada Nakata yang tengah berdiam saja sambil memainkan benda yang ada di depannya, entah apa itu.

"Di sekolah, Naka sih baik-baik aja dan lancar juga sama pembelajarannya. " jawab Nakata, tanpa memandang wajah kakaknya.

Dan dengan Johan pun, dia bertanya pada adiknya sambil memainkan ponsel miliknya.

"Ohh baguslah kalo gitu." ucapnya singkat.

"Ihh apaan bang Johan, nanya yang udah biasa di tanya lagi, gak jelas banget bang. " kini, Hairiz menimpali ucapan dari Johan dengan sibuk memainkan ponselnya tapi dapat mendengar pertanyaan dari sang kakak laki-lakinya.

"Tau tuh bang Johan, garing banget dah. Udah di jawab sama si Naka, terus sahutnya dengan singkat amat. " Zian menimpali juga.

Sementara dengan Jibrani, dia masih sibuk bermain game di ponselnya tanpa ikut nimbrung pembicaraan antara kakak laki-lakinya.

"Kan gue cuman nanya aja, biar dia bener belajar di sekolahnya gitu, " sahut Johan sambil memetakan tangannya.

"Ahh perasaan Naka di sekolah belajar selalu rajin dan bener. Lagian gue juga kan, anaknya baik dan tekun juga sama pembelajaran di sekolah. " sombong Nakata.

"Bener tuh, mana ada sih dari kita yang belajarnya gak bener. Semua anak dari Papa Rusyadi dan Mama Riana pasti pada pinter-pinter dan rajin juga belajarnya. " timpal Zian sambil menjelaskan.

"Setuju tuh dengan Zian Cacan, " kata Hairiz menimpali.

"Iya deh, abang kan cuman mastiin aja dan ngasih tau ke kalian, kalo kalian tuh harus belajar yang rajin, bener gitu. " nasihat Johan.

"Iya dong pasti harus jadi anak yang rajin belajar bener sama sekolahnya. " sahut Nakata.

"Semua orang juga udah tau lah kalo hal begituan, bahkan sama anak TK aja ngerti dia. " timpal Hairiz.

"Nah itu, " setuju Zian.

"Iya kan gue cuman ngasih tau aja adek adekku yang ganteng. " Johan mulai emosi, tapi dia tidak menampilkan emosionalnya hanya tersenyum seperti biasanya.

"Oghey deh, " kata Hairiz.

Jibrani masih sibuk dengan game di ponselnya. Dan tiba-tiba Nakata dengan jahilnya, dia merebut ponsel yang tengah di genggam oleh Jibrani.

"Main apa sih Ran? " awalnya bertanya basa basi Nakata.

"Main game lah. " jawabnya singkat masih fokus memainkan gamenya.

TERLALU CINTA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang