Karina melirik ke arah Anggara yang uring-uringan melihat foto USG di tangannya. Memang mereka baru saja melakukan pemeriksaan kandungan, tentu saja dokternya bukan Adam. Alasannya tentu saja karena Anggara cemburu jika Adam melihat perut telanjang milik Karina.
Dan sekarang Karina sedang di hadapakan dengan Anggara yang kebingungan ingin mengetahui jenis kelamin anaknya. Kalau bagi Karina tidak penting maka dalam setiap pemeriksaan perempuan itu meminta Adam untuk merahasiakannya. Toh laki-laki atau perempuan sama-sama titipan Tuhan yang harus dirawatnya.
"Dokternya gak ahli. Masa gak keliatan kelaminnya apa." celetuk Anggara membuat Karina tersenyum kalem.
"Akukan udah bilang periksanya di dokter Adam aja. Lebih kompeten. Lagian aku udah nyaman sama dokter Adam."
"Gak ya enak aja. Adam itu suka sama kamu. Nanti dia liat-liat perut kamu."
"Padahal dokter Adam itu profesional loh. Lagian dia kalau jelasinnya lengkap, rinci. Akunya juga kalau tanya-tanya jadinya enak soalnya kenal."
"Gak aku gak mau liat kamu dipegang-pegang sama dia. Jangan-jangan itu alasan kamu aja biar bisa deket-deket sama diakan?" Karina menggeleng menatap sengit ke arah Anggara. Mengapa laki-laki itu picik sekali pikirannya.
"Kamu jangan nyamain diri aku sama kamu, Mas. Aku bukan kamu yang suka ngedeketin orang lain padahal udah punya pasangan. Oh, aku tau kamu itu posesif sama aku karena apa. Karena kamu tahu rasanya menjadi orang yang pernah berselingkuh. Makanya kamu selalu was-was. Takut kalau aku ngelakuin hal yang sama kayak yang kamu lakuin ke akukan, Mas?"
"Maksudnya aku gak gitu, Rin."
"Terus apa?"
"Aku cemburu liat kamu sama orang lain. Kamu gak ngerti, Rin."
"Aku ngerti, Mas. Jelas aku ngerti! Rasa cemburu, rasa dihianati. Ini orang hamil di hadapanmu ini ngerti banget. Bahkan rasanya ngeliat suami aku bersanding sama perempuan lain di pelaminan aku tahu. Masih untung aku gak gila." sentak Karina membuat Anggara menelan ludah susah payah.
"Kenapa bahas jadi bahas ini sih."
"Terus mau bahas apa? Rencana kamu buat pisahin aku sama anak aku atau mau bahas rencana kamu untuk ngebuat aku gila setelah aku melahirkan nanti?"
Setelah mengatakan itu Karina lebih memilih menyingkir. Membiarkan Anggara terdiam mendengar pertanyaanya. Toh kalaupun pertanyaan Karina dibalas dengan kejujuran hanya akan membuat Karina semakin sakit. Tapi kalau dibalas dengan kebohonganpun percuma, Karina sudah tahu semuanya.
Lebh baik Karina pergi, menyelamatkan kewarasannya. Sebelum obrolannya dengan Anggara semakin mengikis perlahan tingkat kemurnian pikirannya. Karina tidak ingin gila sebelum membalas perlakuan orang-orang jahat itu kepadanya.
☘️☘️☘️☘️☘️
Karina melirik ke arah jam di dinding. Sudah pukul lima sore pantas saja perutnya terasa lapar. Asik bertelfon ria dengan Luna membuanya lupa waktu. Akhrinya Karina bangkit dari tempat tidur dan meletakkan gawainya ke atas meja. Entah mengapa tiba-tiba Karina ingin memakan telur goreng dituang kecap di atasnya mungkin akan terasa nikmat.
Namun saat kaan menuruni tangga. Perempuan berperut buncit itu tersenyum masam melihat pemandangan yang tersaji di lantai bawah sana. Melihat Malika yang bersandar manja pada dada bidang suaminya. Walau di depan semua Karina tak menunjukkan rasa terlukanya, tapi percayalah bahwa hatinya juga sakit.
Kadang Karina berpikir apa salahnya. Apa kekurangannya hingga membuat Anggara berpaling. Bahkan kehamilannya tak bisa membuat Anggara bertahan. Sekuat apapun mencoba melupa tapi masalah hati? Tujuh tahun kebersamaan mereka. Mulai dari saling mengenal, dekat hingga akhirnya menikah dan berakhir dengan madu yang dihadirkan oleh Anggara. Terlalu munafik jika berkata bahwa rasa itu langsung hilang karena sebuah penghianatan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik yang Retak
Non-FictionAkulah sang rintik Yang kau paksa retak Tentang Karina yang harus menelan pil pahit yaitu pernikahan kedua suaminya yang justru didalangi oleh Mega, Ibu kandung Karina sendiri. Seakan belum puas Mega terus saja melancarkan-melancarkan cara untuk men...