Suara keributan membuat kedua kelopak yang tadinya akan terlelapnya itu mulai mengerjab. Sungguh kepalanya rasanya masih berat, bahkan pijitan ringan yang dilakukan pada pelipisnya tak berdampak apapun. Mungkinkah beda tangan juga akan menghasilkan efek yang berbeda? Ataukah tangan istrinya mengandung mantra?
Bahkan Anggara sendiri tak yakin kapan terakhir kalinya memeriksakan diri ke dokter saat sakit. Karena biasanya Karinanyalah yang bertindak menjadi dokter. Merawat, memanjakan, membuatkan obat bahkan membuatnya terbang melayang. Ah, Karina membayangkannya saja sudah mampu membuat Anggara mabuk kepayang.
Dan sekarang Karinanya meninggalkannya ini pasti ada sebabnya karena pertengkaran karena makanannya tadi.
"Karina mana?" todong kedua perempuan paruh baya itu setelah mendapati Malika datang dengan langkah gontai.
"Udah aku ketuk-ketuk aku panggil-panggil tapi tetep aja gak mau keluar kamar." gerutu Malika membuat kedua perempuan paruh baya dihadapannya menghembuskan nafas kasar.
"Tukan, Ngga. Mending kamu dirawat sama Malika daripada kamu dirawat sama Karina. Karina itu udah gak peduli sama kamu." cicit Mega membuat Anggara menatap tajam Ibu mertuanya itu.
Perempuan seperti Malika merawat Anggara? Ayolah yang Malika bisa hanya menggoda saja. Selain itu nihil. Bahkan saat dirinya muntah tadi saja, Malika mlah sibuk mondar mandir daripada menghampirinya. Yang ada bukannya sembuh, malah semakin sakit.
"Panggilin, Karina!" tekan Anggara dengan suara berat membuat kedua perempuan paruh baya itu mengangguk patuh. Kemarahan Anggara membuat nyali mereka ciut. Karena Anggara adalah penyumbang terbesar dalam rekening mereka sekarang.
"Ya udah biar Ibu sama Mama yang kesana. Kamu disini aja nemenin Anggara." ucap Lisa seraya melirik ke arah Malika.
Sepeninggalan kedua perempuan paruh baya itu Malika mendekat. Berusaha membuat Anggara terkesan dengan perhatiannya. Mungkin dengan begitu Anggara akan jatuh dalam pelukannya dan melupakan Karina. Begitu pikirnya.
"Mas." panggil Malika dengan suara manja, bukan membuat Anggara berkesan. Malahan laki-laki itu menatap kesal kearah istri keduanya. Tidak mengertikah bahwa dirinya sedang dalam keadaan sakit sekarang?
"Mau aku pijitin?" tawarnya dengan tangan yang begitu nakal bermain pada area dada milik Anggara.
"Jalang!" maki Anggara membuat Malika terdiam kaku.
☘️☘️☘️☘️☘️
Tok
Tok
TokKarina menutup kedua telinganya dengan bantal. Setelah mendengar suara pintu kamar yang diketuk berulang-ulang disertai suara cempreng sang madu yang terus saja menyerukan namanya. Pasti tentang Anggara, Karina yakin itu. Awalnya memang Karina bisa bersikap tidak peduli.
Namun saat mendengar suara ketukan dan orang yang memanggil-manggil namanya bertambah membuat Karina sedikit penasaran. Mungkinkah Anggara sekarat sekarang? Hingga menyebabkan butuhnya kehadiran sang istri pertama untuk menjadi saksi terbacanya surat wasiat?
Dengan sedikit menghembuskan nafas kasar, akhirnya Karina mulai menuruni ranjang dan bergegas membuka pintu. Setelah pintu terbuka hanya ada Ibu dan sang Mama mertua yang menatapnya sengit.
"Bagus suami sakit malah enak-enakan di kamar." sindir Mega membuat Karina menggelengkan kepala pada Ibu kandungnya itu.
"Kenapa sih Bu?" tanya Karina santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik yang Retak
Non-FictionAkulah sang rintik Yang kau paksa retak Tentang Karina yang harus menelan pil pahit yaitu pernikahan kedua suaminya yang justru didalangi oleh Mega, Ibu kandung Karina sendiri. Seakan belum puas Mega terus saja melancarkan-melancarkan cara untuk men...