Katamu akhir sebuah cerita itu semua bahagia
Saat kita menilainya tak hanya dari satu sisi
Lalu Bahagia macam apa yang hendak kau tunjuk
Setelah mengenalkanku dengan luka perpisahan~Rintik yang Retak~
Mata Luna menggelap menatap tajam ke arah suami dari sahabatanya yang juga menatap tajam ke arahnya. Anggara memang sudah gila! Bukan hanya hatinya yang tertutup, bahkan pikiran dan otaknyapun buntu. Bagaimana laki-laki kejam itu bisa bersikukuh untuk tidak mau menandatangani berkas penanganan istrinya hanya karena alasan kebenciannya pada dokter yang akan menangani istrinya?
Benar-benar tidak masuk akal, laki-laki itu bahkan tidak memikirkan sama sekali tentang keadaan istrinya yang berjuang antara hidup dan mati di dalam sana untuk melahirkan janin dalam rahimnya.
"Berengsek! Karina diantara hidup dan mati tapi kamu masih begitu egois memikirkan tentang siapa yang akan menolongnya! Apa keselamatan Karina dan anak kalian tidak lebih penting dari kecemburuan gilamu itu." maki Luna dengan nafas memburu.
"Jangan ikut campur! Kamu tidak mengerti.."
"Apa yang tidak aku mengerti! Aku sangat amat mengerti kalau kamu benar-benar gila! Bayangkan jika bukan karena aku dan Kak Adam yang melacak keberadaan Karina melalui sinyal ponsel, pasti Karina masih berada di kamar itukan? Karena kamu hanya akan diam dan terus menciuminya. Kamu pikir Karina putri tidur yang akan bangun karena ciumanmu. Tolol!"
Bugh..
Satu tinjuan Luna layangkan pada perut Anggara yang hanya terdiam dengan mata kosong.
"Aku sudah membawanya ke sini. Aku mau temanku dan anaknya selamat! Tapi kenapa kamu masih terus menghalang-halanginya? Apa salah Karina sama kamu, Ngga? Kenapa kamu seolah memimpikan kematian sahabatku padahal kamu tahu jika di dalam tubuhnya juga ada darah dagingmu sendiri? Kurang puas kamu nyiksa dia?" lirih Luna dengan mata berkaca-kaca, bahkan perempuan bergamis ungu itu berucap dengan suara serak dan terbata.
"Aku suaminya, jelas aku mau istri dan anakku selamat. Tapi aku tidak mau kalau si berengsek itu yang menangani istriku!" bentak Anggara dengan mata memerah.
"Kalau kamu tidak mau Karina ditangani orang lain, kenapa bukan kamu saja yang menanganinya!"
Skak
Anggara mati kutu mendengar kata demi kata yang terlontar dari bibir Luna. Bukan Anggara tak memikirkan keadaan Karina, jelas Anggara sangat memikirkan keadaan Karina tapi mau bagaimana lagi Anggara tak mau kalau Adam yang menangani Karina. Anggara benci, Anggara cemburu! Anggara tak suka jika Adam berdekatan apalagi membantu Karina, Anggara tak mau jika Adam menganggap hal yang dilakukannya menjadi hutang budi nantinya.
Plaaakkk
Satu tamparan begitu Luna layangkan pada pipi kanan Anggara, bahkan telapak tangan Luna terasa panas sekali rasanya. Terserah! Luna tak perduli jika dirinya akan mendapat dosa karena ini. Bahkan rasanya Luna gemas ingin menguliti Anggara.
"Bukan saatnya melamun berengsek! Kalau kamu menolak beri solusi secepatnya. Kamu lihat di dalam sana." tunjuk Luna pada ruangan di hadapannya.
"Ada istri kamu yang bahkan sudah tidak sadarkan diri. Kamu tahu Anggara? mungkin sejak tadi Karina sudah akan mengakhiri nafasnya seandainya dia lebih memilih egois daripada anak dalam kandungannya. Tapi nyatanya apa? Karina lebih memilih bertahan! Apa semangat dan perjuangan Karina tak bisa meruntuhkan egomu juga? Apa harus kamu disadarkan dengan kematian baru kamu mengerti semuanya!" teriak Luna nafas memburu.
"Aku akan tanda tangan kalau Karina ditangani dokter lain. Rumah sakit ini besar, apa tidak ada sama sekali dokter yang bisa menangani Karina! Ini pasti cuma intrik si brengsek itu agar dia bisa berlagak sebagai pahlawan dengan menyelamatkan Karina dan anakku. Setelah ini dia akan mengungkit jasa-jasanya menuntut balas budi. Trik murahan!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik yang Retak
Non-FictionAkulah sang rintik Yang kau paksa retak Tentang Karina yang harus menelan pil pahit yaitu pernikahan kedua suaminya yang justru didalangi oleh Mega, Ibu kandung Karina sendiri. Seakan belum puas Mega terus saja melancarkan-melancarkan cara untuk men...