Tak henti suara erangan bercampur tangisan dan hentakan bersahut-sahutan, mengalun pilu menggambar sendu tak tertuju. Seakan tak perduli jika suara penyatuan insan terdengar sampai luar ruangan.
Tak jauh beda dari suasana panas di dalam sana, keadaan di luarpun sama ikut panas menggelora. Mendengar lengguhan indah dari dalam sana menimbulkan rasa lega. Bahkan raut perempuan paruh baya itu tak membohongi rasa bahagianya, dia tersenyum begitu lega. Seakan suara rintihan indah yang bersaut dengan tangis putus asa dalam saja adalah alunan terindah di dunia. Dan dia adalah Mega, Ibu dari seorang wanita yang bersuara seakan terkoyak jiwa dan raganya di dalam sana.
Sekarang senyum lebar milik perempuan paruh baya itu luntur, berganti dengan senyum sendu dan setitik air mata yang mengucur pada sudut mata rentanya. Namun secepat kilat mendung itu berganti lagi dengan senyuman begitu lebar.
"Kamu memang pantas mendapatkan itu, anak haram!" desis Mega seraya mengepalkan tangan.
Tidak, rasa sakit yang Karina rasakan sekarang tidak sebanding dengam rasa sakit yang dulu ditanggung oleh Mega. Cara hadir Karina di dunia begitu sukses menelanjangi harga diri Mega. Perbuatan pria bajingan yang membuat Mega harus menanggung malu, bahkan seakan dunia memandangnya sebagai manusia paling hina. Belum berhenti di situ setelah kelahiran bayi yang menjadi aib itu. Luka yang Mega alami semakin melebar, bersamaan dengan tersiarnya kabar pengangkatan rahim yang membuatnya menjadi wanita cacat.
Bukan tak pernah mencoba untuk membuat aibnya tak lahir. Jelas seribu cara telah dicoba, namun dengan seribu cara juga aib itu tetap bertahan pada rahimnya. Maka jika sekarang Mega mengajak semesta bersuka atas duka terindah yang dialami anak penghancur hidupnya, tak salah bukan?
Mereka hanya bisa menghakimi. Menjatuhkan Mega seakan Mega adalah Iblis yang begitu kejam karena setega itu pada darah dagingnya. Tanpa pernah mencari tahu apa yang terjadi sebenarnya.
"MEGA!" panggilan menggelegar itu membuat Mega menoleh, sedikit menaikkan alis begitu mendapati Rafi berdiri dengan mata menyalang menatapnya tajam.
"Kenapa, Mas?"
"Kamu gila, Mega?"
"Aku tidak gila. Aku hanya sedang mengenalkan dia dengan cara dia hadir di dunia. Anggap saja dia menanggung perbuatan bajingan itu. Bukankah ini sangat indah, Mas? Dengarkanlah Karinamu terlihat sangat menikmati."
"Minggir!" bentak Rafi membuat Mega merentangkan tangan di depan pintu seakan melarang Rafi untuk bisa masuk.
"Aku bisa membuat sesuatu yang lebih dari ini kalau kamu masuk. Kamu gak lupa perjanjian kitakan? Bukannya kamu yang menginginkan anak itu untuk tetap hidup dan tak memperbolehkanku membuangnya."
Benar. Dulu setelah kelahiran Karina, sebenarnya Mega ingin membuangnya. Namun sayang keinginannya ditentang keras oleh Rafi dan seluruh anggota keluarganya. Tentu saja Mega tak bisa menolak, jadi dirinya lebih memilih untuk mengalah dan membiarkan semua mengalir begitu saja. Namun kebersamaan dengan Karina tak juga mampu melunturkan dendam yang membara. Malah semakin berdekatan dengan Karina membuat rasa benci Mega kian mendalam. Karena bagi Mega, Karina adalah simbol kehancurannya.
"Aku menginginkan Karina tetap hidup agar hatimu terbuka, bisa merasakan ikatan batin antara Ibu dan anak. Hingga dendam sialanmu itu bisa luntur."
"Sayangnya dendam ini tidak bisa luntur, bahkan semakin dalam dari hari ke hari. Kebencianku kian mendalam."
"Jangan-jangan kejadian ini ada hubungannya dengan kamu? Iyakan, perbuatan Anggara di dalam sana ada kaitannya dengan kamu." tebak Rafi membuat Istrinya mengangguk antusias.
"Sebenernya bukan ini tujuanku. Aku mencampur obat perangsang pada minuman milik Anggara agar dia bisa melakukan hubungan lagi dengan Malika. Aku bisa merekam dan mengirim pada Karina. Membuat anak tak diinginkan itu kepikiran dan gila. Bukankah itu akan sangat menyenangkan?" ujar Mega dengan senyuman lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik yang Retak
Non-FictionAkulah sang rintik Yang kau paksa retak Tentang Karina yang harus menelan pil pahit yaitu pernikahan kedua suaminya yang justru didalangi oleh Mega, Ibu kandung Karina sendiri. Seakan belum puas Mega terus saja melancarkan-melancarkan cara untuk men...