Part 10

14.6K 1.4K 199
                                    


Kapalku belum karam
Hanya torambang ambing lautan
Harusnya kau bukan diam
Tapi membawa sampan

Sampai sang penyelamat datang
Berkabar tugasmu manjagaku usai sekarang
Saatnya kusambut dia yang kusebut kebebasan
Meninggalkan sesal abadimu, berbalut kesunyian malam
Karina R

Langit terlihat begitu marah. Awannya mulai menghitam, kilatan cahaya mulai bersautan saling berperang menimbulkan suara kelam mematikan, sang angin tak mau kalah semakin berhembus kencang seperti menantang. Membuat sang rintik kembali tenggelam berganti lautan titik hujan yang menyerang.

Seakan menjadi pengiring perempuan berperut buncit yang terduduk di lantai sembari meremas dadanya yang sesak, diikuti dengan tangis sesegukan begitu memilukan, mengutuk dirinya sendiri yang kalah dengan sesuatu yang dikenal sebagai rasa.

"Sakit, Tuhan." jerit perempuan itu memilukan berbarengan dengan suara petir dari langit yang menggelegar. Seakan semua ucapannya langsung ditanggapi oleh Tuhan.

Karina menyesalkan kepergiannya menjejakan diri pada lantai satu. Ingatannya bahkan masih merekam jelas kejadian yang nyaris membuat jantungnya berhenti.

Karina menutup kedua telinganya dengan tangan lalu menggelengkan kepala bahkan sesekali menjambak rambutnya sendiri. Berusaha membuat ingatannya begulir, membuang memori yang membuat hatinya makin teriris sembilu. Jika kemarin Karina yakin jika dirinya kuat sekatang keyakinan itu luntur karrna nyatanya Karina tak sekuat itu.

Mendengar kejujuran dari bibir suaminya tentang kehamilan sang perempuan sundal itu saja sudah membuat dunia Karina nyaris runtuh. Dan sekarang Karina melihat dengan mata kepalanya sendiri bahawa suami dan gundiknya bercumbu. Rasanya dunianya seperti berhenti berputar. Hatinya pedih, ini sangat menyakitkan. Harga diri Karina bahkan seakan tercabik! Merutuki mereka yang sudah seperti binatang, berkembang biak di sembarang tempat. Memalukan.

Ceklek,

Pintu bercat putih itu terbuka, disusul dengan kehadiran laki-laki penyumbang DNA terbesar pada janin perempuan yang terdudut di sudut ruang.

"Sayang." panggil Anggara lantang yang hanya dijawab kesunyian. Bahkan kamar ini begitu gelap. Tak tinggal diam tangan Anggara bergelirya mencari letak saklar lampu dan

Ctak

Lampu kamar mulai menyala. Mata Anggara langsung disambut oleh keadaan kamar yang berantakan, barang-barang yang berhamburan di lantai, bahkan sebagian barang yang terpecah belah. Hingga mata itu menatap ke arah perempuan yang terduduk di lantai dengan tubuh bergetar. Karinanya terlihat begitu memilukan.

Anggara mendekat, memeluk tubuh perempuan yang menangis sesegukan itu. Hati Anggara ikut menciut, tak tega melihat belahan jiwanya terluka. Dan Anggara juga benci mengakui, dirinyalah penyebab luka itu.

"Semua gak seperti apa yang kamu bayangin, Sayang." ucap sang suami pelan sembari membingkai wajah sang istri dengan kedua tangan besar itu. Berusaha meyakinkan Karinanya.

"Jadi ini tujuan kamu bawa aku ke sini? Buat pamer seberapa liarnya jalang itu jamah kamu? Atau seberapa panas permainan kalian. Lukaku kemarin belum kering, Mas. Dan sekarang..."

"Tapi aku gak nglakuin apa-apa, Yang."

"Pembohong! Bahkan penampilanmu sekarang udah menjelaskan semuanya, Mas " desis Karina murka membuat Anggara mengamati penampilannya sendiri. Celana yang belum terkancing sempurna, kaos yang terbalik, bahkan aroma kuat yang menguar dari dirinya membuat Anggara bungkam.

Sebenarnya Anggara tidak melakukan apapun, bahkan berusaha menolak. Namun siluet wajah Karina tiba-tiba bersliweran dalam pikirannya, membuat nafsu liarnya membuncah. Hingga akhirnya Anggara kalah, berpasrah menerima serangan yang istri keduanya lancarkan.

Rintik yang RetakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang