Sebuah senyuman sinis tersaji dari wanita paruh baya yang memainkan pulpen pada tangannya itu. Pemikirannya tentang kemungkinan anak perempuan yang melakukan kudeta benar adanya. Diam-diam ternyata Karina memang melakukan pergerakan-pergerakan yang menguntungkan dirinya sendiri.
"Seperti perkiraanku, Karina bahkan sudah mengantisipasi semuanya." ujar Mega sembari menunjukkan layar di hadapannya yang menampilkan tabungan milik Karina yang mempunyai pergerakan begitu signifikan.
Tak main-main dalam satu minggu lebih dari lima miliar masuk dalam rekening wanita hamil itu. Bukan hanya itu bahkan terjadi transaksi yang begitu besar dalam setiap harinya. Dan yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah untuk apa dan dari mana transaksi uang itu berasal? Jika memang itu hasil bekerja tapi mengapa Karina tak pernah terlihat sedang sibuk pergi bekerja bahkan sibuk berada di depan layar laptoppun tidak pernah terlihat.
"Keturunanmu tidak gagal, Mega. Bahkan anak perempuanmu lebih cerdik darimu dan kamu harus mengakui itu." ejek laki-laki paruh baya yang duduk di hadapannya itu membuat Mega menghembuskan nafas kasar.
"Karina anakku, aku yang mendidiknya. Jelas dia cerdik, tapi tetap aku yang lebih cerdik karena aku yang mengajari dan memberinya anugrah pemikiran yang begitu matang. Kamu tidak ingat jika akulah orang yang bisa menjegal Karina untuk tidak pergi ke Surabaya."
"Kamu hanya mencegah Karina pergi. Tapi kamu tidak bisa menghalangi Karina melakukan apa yang dia mau. Bahkan semua konspirasi dan rencana jahatmu termentahkan begitu saja jika berhadapan langsung dengan Karina." Mega terdiam namun dalam hatinya jelas dirinya membenarkan tentang fakta itu.
Karina memang terlihat tenang namun dari dalam dirinya penuh dengan pemikiran-pemikiran matang untuk menghancurkan lawannya kapan saja. Karina, perempuan yang bisa menjadi iblis dan malaikat dalam satu waktu. Tergantung siapa yang menjadi lawannya dan sisi mana yang ingin ditunjukkan wanita itu. Karina tidak bisa ditebak atau diatur oleh siapapun, bahkan wanita itu bisa melakukan hal yang begitu gila bahkan terlihat begitu mustahil dilakukan.
Mega bahkan masih teringat dengan jelas bagaimana konspirasi yang diciptakannya tentang kebakaran toko roti milik Karina malah menjadi boomerang sendiri untuknya. Memang Karina tidak melaporkan atau bertindak apapun. Namun entah bagaimana ceritanya Mega mengalami beberapa kesialan setelahnya. Seperti polisi yang sempat menciduknya, bukan asal ciduk bahkan bukti yang dimiliki oleh polisi begitu konkrit.
Jerigen yang ada sidik jari Mega, rekaman CCTV yang menampilkan seseorang mirip dengan Mega, bahkan saksi-saksi di tempat kejadian juga mendiskripsikan fisik Mega saat melakukan kesaksian dan yang paling mengherankan orang-orang yang dibayar untuk melakukan pembakaran itu begitu enteng membuka mulut jika Megalah otak dari mereka.
Sogokan dan acaman yang Mega berikanpun hanya dianggap bagai angin lalu. Hingga akhirnya Mega harus merogoh kocek cukup dalam untuk mengganti toko milik Karina dan yang paling parah Mega harus pura-pura minta maaf pada Karina. Ini sangat aneh bukan? Padahal Mega hanya otak dan orang lain yang menjalankan, tapi mengapa bukti malah langsung menunjuk ke arah Mega?
"Mungkin itu semua hanya kebetulan?" celetuk Mega membuat lelaki di hadapannya menghembuskan nafas kasar.
"Itu semua bukan kebetulan Mega. Karina memang cerdas, dia bisa menebak pergerakan lawan dan memanipulasi seolah dia menjadi korbannya."
"Tapi bukankah sepandai-pandainya tupai melompat dia akan jatuh juga? Karina tidak akan bisa selalu membaca situasi jika kita menyerangnya secara bertubi-tubi. Kita hanya perlu memikirkan cara membombardir Karina dan boom dia tidak akan bisa berkutik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rintik yang Retak
Non-FictionAkulah sang rintik Yang kau paksa retak Tentang Karina yang harus menelan pil pahit yaitu pernikahan kedua suaminya yang justru didalangi oleh Mega, Ibu kandung Karina sendiri. Seakan belum puas Mega terus saja melancarkan-melancarkan cara untuk men...