59

936 246 195
                                    

Ayah Kenna kembali mengajak Bangchan bicara di pagi hari. Untungnya Kenna belum bangun, kalau di rumah, memang kesempatannya untuk bangun jam sepuluh pagi.

"Mana yang menurut kamu paling cantik?" tanya ayah Kenna, sembari menunjuk sangkar-sangkar burung yang diletakkan di pinggir teras.

Bangchan berjongkok, untuk melihat burung-burung hias tersebut. Hanya satu burung yang menarik perhatiannya, burung dengan bulu warna biru. Menurutnya sangat cantik, ia juga terus bersuara.

"Yang ini," ucap Bangchan, sembari menunjuk burung tersebut.

"Pas banget, nanti bawa ke sana, biar Kenna bangun pagi, kicauannya kalau pagi berisik banget," kata ayah.

"Serius Pak?" tanya Bangchan.

"Ya, serius," jawab ayah, "nanti saya kasih tau cara ngerawatnya,"

Bangchan mengangguk, dengan senyuman samar terukir di wajahnya.

"Kamu... gak akan ngelakuin apa yang ayah dan kakek kamu lakuin kan?" celetuk ayah, yang membuat senyuman Bangchan seketika menghilang.

"Saya justru mau menghapus korupsi, penipuan, dan bisnis ilegal, yang terjadi di perusahaan," tutur Bangchan, "selain bisnis keluarga yang sekarang saya pegang, saya juga punya perusahaan sendiri, yang bersih dari hal-hal seperti itu,"

Ayah Kenna mengangguk-angguk, "syukurlah kalau gitu. Saya gak mau putri dan cucu saya dinafkahi dari hasil yang gak baik,"

"Tapi suatu saat, mungkin saya bakal terjerat hukum, menurut Bapak gimana? Apa Bapak masih rela, putri Bapak nikah sama saya?"

Ayah Kenna tertawa kecil, "Kenna itu egois, dia gak mungkin mau ikut terseret, jadi saya yakin dia bakal dan bisa melindungi dirinya sendiri,"

"Yang saya tau kamu itu orang baik dan cinta sama putri saya, selama ini belum pernah ada laki-laki yang serius sama putri saya. Selebihnya, itu udah urusan kamu sama Kenna. Toh, Kenna juga keras kepala, dia selalu punya jalannya sendiri, dan saya yakin, dia tau apa yang baik dan enggak buat dia, kamu juga pasti bakal ngelakuin apapun untuk melindungi dia,"

Bangchan tidak tahu harus merespon bagaimana. Sepertinya terselip rasa jengah ayah Kenna mengatur putrinya.

"Ngomong-ngomong saya minta maaf, karena udah menghilang begitu aja, padahal saya udah janji buat ngelindungin kamu sama adek kamu. Saya waktu itu udah dapet ancaman berkali-kali. Awalnya saya gak mau mundur, tapi setelah liat rekan-rekan saya jadi korban, saya jelas jadi takut, apa lagi anak-anak saya masih kecil waktu itu, istri juga lagi hamil. Akhirnya saya memutuskan menghilang, pensiun dini, dan ngejalanin usaha, dibanding daftar kerja ke perusahaan-perusahaan, yang otomatis bakal nyimpen data saya," tutur ayah Kenna.

"Gak papa, saya ngerti," respon Bangchan.

"Kamu sebenernya udah pernah ketemu Kenna," ucap ayah.

"Hah?"

"Yah, mungkin gak terlalu inget. Kenna waktu itu ikut saya, sama Kian juga, anak kedua saya yang ngerantau, kuliah. Waktu itu mereka lagi libur. Kamu inget pas kita lagi ngelewatin gym? Di sana ada Kenna lagi main sama Kian. Kenna tuh yang gayanya alay, rambutnya pendek banget, poninya kotak, pake kacamata kotak, pake celana kodok jeans, sama kaos kuning. Ah, kayak minion gitu stylenya, kamu tau minion? Tapi rambutnya kayak dora,"

Bangchan terdiam untuk mengingat, momen itu sudah sangat lama. Setelah cukup lama ia berusaha mengingat, ia akhirnya ingat meskipun samar-samar.

"Masak itu Kenna?" gumam Bangchan.

"Iya, itu Kenna. Gak nyangka, ya? Dia waktu itu baru seneng dandan juga, makanya mukanya aneh,"

Bangchan mengepalkan sebelah tangannya, kemudian ia letakkan di depan mulut, agar tidak tertawa. Bedak tebal, eyeliner tebal, dan bibir pucat. Wajah Kenna pada saat itu, seketika tampak jelas di benaknya.

Butterfly ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang