51

754 245 101
                                    

Tidak ada yang aneh dari Alva, ia benar-benar hanya orang biasa, yang punya sifat petakilan dan berisik. Dari informasi yang Bangchan dapatkan, ia mantan anak jalanan, tidak punya orang tua, punya banyak tindikan di wajah dan telinganya, itu sebabnya ia kesulitan mencari kerja, dan akhirnya membuka jasa fotografi. Untungnya perusahaan zaman sekarang, banyak yang fleksibel, bisa menerima calon karyawan yang bertato ataupun bertindik. Karena yang terpenting kinerja dan attitudenya.

Bangchan mengetuk pulpennya di atas meja.

'Heum? Gak punya orang tua? Berarti gak punya keluarga?' batinnya. Ia jadi mengingat rencananya menikahi seseorang untuk menutupi semua perbuatannya yang melanggar hukum.

°°°

"Ada yang mau makan siang pake sambel cumi asin? Saya bawa nih, uenak banget loh! Buatan temen saya ini!" Kenna yang hampir tertidur, terbangun karena suara keras Alva.

Ia melirik ke arah meja gadis itu, Alva sedang menawarkan sambal cumi asin pada para pegawai.

"Mau, Va! Mau! Bawa ke kantin!" seru salah satu karyawan yang lain.

"Cus!" Alva bergegas ke kantin, dengan diikuti beberapa karyawan lain yang mengincar sambal cumi asinnya.

Kenna menopang dagunya, kemudian tertawa kecil, ujung-ujungnya pasti jualan, batinnya. Bukan masalah, hanya saja triknya pintar juga.

Gadis itu kemudian menarik napas, sembari membuka kunci ponselnya. Melihat fotonya bersama Bangchan di rumah sakit, yang ia jadikan wallpaper.

Sepertinya baru sekarang, ia merasa benar-benar bingung untuk mengambil keputusan.

'Apa gak papa?' batin Kenna, 'tapi Bangchan pernah ngelakuin pembunuhan, rasanya jadi ada yang ganjel di hati gue,'

'Kenapa gue jadi galau-an dan labil gini sih?'

Kenna hanya tidak mau salah ambil langkah, karena efeknya jangka panjang.

"Oh iya, surat perjanjian pra-nikah! Ah, kenapa gak kepikiran dari kemaren? Astaga, sampe harus ngelewatin banyak drama. Tinggal bikin surat perjanjian pra-nikah, kalau ada apa-apa gue jadi aman," gumam Kenna, ia lekas menekan kontak Bangchan untuk menghubunginya, namun pria itu tidak mengangkatnya.

"Masih kerja? Sekarang kan jam makan siang,"

Kenna akhirnya memutuskan untuk bicara nanti saja di rumah. Meskipun ia sebenarnya merasa sedikit cemas untuk memulai pembicaraan nanti, karena sudah beberapa hari ini, mereka jarang berinteraksi, sama-sama sibuk, dan hubungan mereka juga memang sedang renggang.

°°°

Hari ini pulang sendiri lagi, Kenna lekas berjalan keluar kantornya. Namun tiba-tiba ia merasa ada yang mengikutinya dari belakang, saat ia menoleh ke belakang, rupanya Alva. Gadis yang selalu berpenampilan boyish itu, melambaikan tangannya pada Kenna, sebelum menghampirinya.

"Pulang sendiri lagi?" tanya Alva.

"Iya," jawab Kenna, sambil lanjut jalan, membiarkan Alva berjalan di sampingnya.

"Ini mau ke halte kan? Atau nyari angkot?"

"Ke halte dulu, baru nanti naik angkot,"

Butterfly ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang