48

752 256 69
                                    

Kenna mengusap kepala Bangchan yang sudah mulai tenang, meskipun masih ada sisa-sisa tangisnya. Bahu Kenna sampai basah.

Tak lama kemudian Bangchan melonggarkan pelukannya, dan menatap Kenna. Gadis itu langsung mengusap pipi Bangchan yang basah dengan ibu jarinya.

"Bisa gak kamu bikin saya benci sama kamu?" tanya Bangchan, yang tentu saja membuat Kenna terkejut.

"Kenapa saya harus lakuin itu?"

"Kamu pasti pernah mikir buat ngelakuin itu kan?"

"Emangnya bisa? Kalau saya beneran dibenci sama Bapak, mungkin nyawa saya terancam,"

Bangchan berdecak, "mana mungkin?"

"Kenapa? Bapak sekarang bisa ngasih empat pilihan ke saya? Kita nikah, pacaran, hubungan tanpa status, dan pisah?"

Pria itu tidak mau menjawab, ia benar-benar tidak suka pilihan terakhir. Kenna sendiri merasa berat, tapi ia harus berpikir realistis dan panjang.

"Kamu seharusnya gak bikin saya ngerasain apa yang gak pernah saya rasain sebelumnya, terlebih itu hal yang indah," celetuk Bangchan sembari tersenyum samar, "saya gak tau harus bersyukur atau enggak ketemu kamu,"

Kenna menatap Bangchan, yang melihatnya dengan tatapan sendu. Saat pria itu kembali hendak bicara, ia memutuskan untuk membungkamnya.

Bangchan tersentak kaget, biasanya ia yang mulai, sekarang ia mencoba melepaskannya, tetapi Kenna menahan tengkuknya.

"Kenn...," gumam Bangchan, saat Kenna melepas tautan bibirnya sejenak, karena kehabisan napas, "kalau saya melewati batas, jangan salahin saya,"

"Saya laper," ucap Kenna, yang membuat Bangchan menatapnya tajam.

"Bibir saya bukan makanan,"

"Gak usah ngomong yang aneh-aneh, selama belum bisa lepasin saya,"

Bangchan seketika bungkam.

"Kenapa kita gak runding dulu? Dari pada bikin keputusan sepihak, yang bisa nyakitin dua-duanya," ujar Kenna, ia sadar Bangchan punya niatan untuk meninggalkannya tiba-tiba.

"Mau runding gimana?" gumam Bangchan.

"Sarapan dulu," ucap Kenna, sembari bangkit dari pangkuan Bangchan, jujur saja, ia sebenarnya malu dengan perbuatannya tadi.

Bisa-bisanya... tapi ia kesal mendengar ocehan Bangchan.

°°°

Bangchan memesan makanan yang cukup banyak, dari beberapa restoran yang berbeda. Ia langsung menyusunnya di meja ruang tengah begitu makanan datang, sementara Kenna sedang berganti baju, karena baju sebelumnya basah.

Mata Bangchan tertarik pada salah satu makanan, ia pun mencicipinya sedikit. Rasanya aneh saat makanan itu melewati kerongkongannya seusai menangis.

Menangis membuatnya merasakan perasaan yang berbeda.

Bangchan mengusap hidungnya, dan akhirnya memutuskan untuk mencicipi makanan yang lain.

"Pak!" Kenna tiba-tiba berteriak dari kamarnya, membuat Bangchan sontak berdiri, dan berlari ke kamar gadis itu. Rupanya gadis itu berada di dalam kamar mandi.

"Kenapa Ken?" tanya Bangchan panik.

"Bisa tolong ambilin pembalut?" jawab Kenna dari dalam kamar mandi.

Butterfly ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang