57

736 249 85
                                    

Bangchan mulai bisa menikmati perjalanan. Benar apa kata Kenna, pemandangannya indah. Namun Kenna justru sedang merasa heran, ia merasa sekitarnya sedikit aneh. Saat ada orang yang mau lewat, beberapa penumpang yang duduk di kursi depan, belakang, atau di seberang mereka, akan berdiri dan memeriksa orang tersebut.

Kenna mendekatkan bibirnya pada telinga Bangchan.

"Ada intel, ya?" bisik Kenna.

"Hah? Intel?" respon Bangchan bingung.

"Kok orang-orang yang mau lewat sini diperiksa?"

"O-oh, ga-gak tau,"

Kenna menyipitkan matanya, menatap curiga Bangchan, yang langsung melihat ke arah lain.

"Kok terbata-bata jawabnya? Jangan-jangan semua orang yang di sekeliling kita ini, anak buah Bapak?" tuding Kenna.

"Enggak...," Bangchan mencoba menjawab dengan tenang.

"Pak!" Kenna melotot, Bangchan malah balik memelototinya sembari mendekatkan wajahnya pada Kenna, yang membuat gadis itu berdecak kesal, kemudian menghindar.

"Udahlah, dibawa santai aja," ucap Bangchan.

"Rasanya aneh diawasin," timpal Kenna.

"Salah satu resiko jadi istri- ah, calon, yah, sekarang masih calon. Kamu kan udah tau,"

Kenna mendengus, "harus sampe satu gerbong?"

"A-ah, kamu sadar kalau satu gerbong, ya?"

Kenna tidak bisa berkata apa-apa lagi, dan memilih melihat pemandangan. Padahal Kenna sudah takut mereka mungkin intel yang sedang mengincar Bangchan. Antara lega, dan sedikit kesal karena harus diawasi.

°°°

Tak terasa, mereka akhirnya tiba di stasiun tujuan. Bangchan menyuruh para bawahannya untuk turun duluan, dan sebagian lekas pergi ke penginapan yang sudah ia pesan. Ia tidak mau membuat Kenna merasa risih, jadi ia mengurangi jumlah orang yang menjaga.

Setelah semua bawahannya turun, Bangchan bangkit berdiri, mengambil koper, kemudian jalan duluan, Kenna di belakangnya. Otomatis Bangchan yang turun duluan. Saat Kenna hendak turun, kereta tiba-tiba jalan. Kenna terlihat tidak terkejut, tapi Bangchan panik.

Ia langsung melepas koper yang sedang dipegangnya, merentangkan kedua tangannya, dan menggendong Kenna turun.

Kenna tersentak kaget, ia shock sampai tidak bisa berkata-kata. Apa lagi setelah itu Bangchan memeluknya dengan sangat erat.

"Siapa masinisnya?" seru Bangchan.

"Apa sih Pak? Itu cuman mau muter doang, bukan mau pergi,"

"Muter gimana?" Bangchan masih penuh emosi.

"Susah jelasinnya, tapi bukan mau pergi, cuman muter ke stasiun ini doang,"

Bangchan melepas pelukannya, menatap Kenna yang menatapnya dengan tatapan datar. Ia kemudian menunduk sembari memegangi kedua lututnya yang lemas.

Kenna menepuk bahu Bangchan, harusnya ia tidak merasa kesal, karena pria itu tidak tahu. Tapi ia malu jadi pusat perhatian penumpang lain. Apa lagi paniknya Bangchan sangat ketara.

"Saya panik," gumam Bangchan.

"Iya, gak papa Pak," timpal Kenna.

"Haduh, kok gitu sih lagian? Main jalan aja, masih ada penumpang di dalem," protes Bangchan.

"Yah, gimana, emang gitu, kan bukan kendaraan pribadi, jadi gak bisa suka-suka,"

Butterfly ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang