Chapter 61

1.5K 113 3
                                    

Setelah Aleen mendapat kabar bahagia itu dari Chelsea, dia langsung datang dengan wajah berseri-seri bahagia memeluk Aleena

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah Aleen mendapat kabar bahagia itu dari Chelsea, dia langsung datang dengan wajah berseri-seri bahagia memeluk Aleena. Penantiannya selama bertahun-tahun akhirnya terbalaskan hari ini. Bahagia sekali rasanya tidak akan lagi mendapati adikya menangis karena kesakitan.

Begitu pun Gazka, yang langsung melajukan motornya ke arah rumah sakit padahal dia sudah janji ingin ke markas. Dia sudah berdiri di sana bersama Illian. Illian juga tampak senang.

"Aleena dengerin abang ya, kamu udah dapet donor ginjal. Kamu bisa sembuh." Aleen tersenyum bahagia namun Aleena tidak demikian.

"Kita bentar lagi operasi. Aleena-"

"Aleena ngga mau operasi,"

Ia lantas menggeleng membuat senyum Aleen lenyap, "Aleena ngga mau sembuh. Aleena ngga perlu ginjal itu, Bang."

"Maksudnya apa?" dahinya berkerut, "Jangan gini, Na. Lo bisa sembuh, lo ngga akan kesakitan kayak tadi, Aleena."

Selembut apapun Aleen memberi bujukan untuk Aleena, dia tetap tidak mau. Tidak akan mau operasi.

"Aleena harus sembuh! Demi gue, tolong," Aleen melirih. Adiknya putus asa dan Aleen kebingungan. "Aleena ngga bakalan sakit-sakitan lagi, boleh makan mi, ngga cuci darah lagi, mau ya, Na?"

Gadis itu menggeleng tetap tidak mau. Membuat Aleen meraup kasar wajahnya. "Kalau Aleena terima donor itu, Gazka ngga bakalan seneng"

Aleena memandang sendu Gazka yang berdiri bersama Illian di belakang. Tidak dapat membayangkan kalau Gazka tau Meisya lah yang mendonorkan ginjal itu untuk Aleena.

"Meisya yang donorin ginjalnya buat Aleena," lanjut Aleena melirih. "Aku ngga bisa, Gazka."

"Meisya?" tanya Gazka dengan raut wajah tidak percaya. Kapan dia menemui Aleena tanpa dia tahu?

Aleena mengangguk lemah "Aleena ngga mau sembuh, Bang. Aleena ngga bisa lagi."

"Aleena, please... kali ini aja lo ngga keras kepala! Gue ngga bisa liat lo gini terus." Illian bersuara. Ia sendiri geram dengan sikap keras kepala cewek itu. Illian hanya tidak mau kehilangan sahabatnya, itu saja.

"Gue bisa cariin pendonor lain asalkan lo mau sembuh."

Tapi Aleena tetap Aleena yang berkepala batu. Tidak ada yang bisa mengubah keputusannya. Gazka sekalipun.

"Na, jangan gini," ucap Gazka mendekat.

"Aku ngga mau, Gazka."

"Ginjal baru ngga ada gunanya kalau dunia ini cuma nyakitin Aleena! Aleena ngga bisa tahan lagi, Aleena capek!" gadis itu menangis sesegukan. Membuat Aleen juga ikutan menangis melihatnya. Aleen menggenggam tangan adiknya, berusaha menerbitkan senyum untuk sekedar menyemangati Aleena.

"Bang Aleen, aku ngga papa serius. Kalaupun ngga dapet pendonor juga Aleena ngga papa."

Aleen menunduk saat air matanya tanpa aba-aba langsung berjatuhan. Pundak gagahnya bergetar hebat. Aleen tidak bisa lagi menahannya. Kemudian cowok itu beranjak keluar dari ruangan itu karena sudah tidak bisa menahan sesak dalam dadanya. Dia keluar begitu saja bersamaan dengan suara tangis yang meledak begitu dia tiba di luar. Setelah Mamanya, sekarang adiknya? Aleen tidak ingin sendirian.

ANOMALYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang