Chapter 54

1.2K 102 14
                                    

Mulai dari pagi yang terang hingga malam yang sunyi, perempuan bernama Aleena tidak pernah bosan terus berada dalam benak Gazka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mulai dari pagi yang terang hingga malam yang sunyi, perempuan bernama Aleena tidak pernah bosan terus berada dalam benak Gazka. Bahkan perempuan itu sudah berani mengusik tidur nyenyak Gazka dengan kehadirannya di alam mimpi. Dia benar-benar tidak mengerti ada apa dengan dirinya. Padahal masih banyak hal berguna yang harus dipikirkan.

"Sial! Gue kena pelet nih" Gazka mengumpat beberapa kali.

Dua hari ini Gazka diam di rumah. Tidak pergi sekolah, markas, Dixouv atau kemana pun. Hanya diam menyibukkan diri dalam kamar. Bukan tanpa alasan sebenarnya, dia dihukum. Karena kesalahannya malam itu yang datang berbalut luka di perutnya. Harus dia bisa lebih hati-hati lagi.

Tinggal di rumah ternyata membosankan. Awalnya dia pikir dia bisa menikmati waktu sendiri, tanpa harus memikirkan perempuan itu. Malah ternyata lebih parah lagi. Aleena terus mengusiknya 24 jam. Tidak kenal waktu dan tempat. Bahkan dalam toilet sekalipun dia bisa kapan saja mengusik Gazka.

Cowok itu mengotak-atik isi ponselnya. Membuka beberapa media sosial. Mencari kesenangan dalam sana. Namun benda canggih persegi itu tidak dapat membantu Gazka keluar dari kebosanan. Oke cukup, memang hanya Aleena yang bisa.

Chelsea bilang Aleena sudah ke sekolah hari ini. Sudah kembali beraktivitas seperti biasa. Hanya saja kadang dia mengeluh sakit dan pusing. Itu tandanya penyakit itu sudah mengganggu kinerja organ yang lain. Makin parah.

Gazka bergerak menuju komputernya. Mencari daftar rumah sakit yang menyediakan donor ginjal. Setelah hasilnya keluar, cowok berkaos putih itu mulai mencatat satu persatu. Mungkin besok dia akan meminjam telepon Chelsea dan mengecek satu persatu rumah sakit ini.

Setidaknya dengan ini Gazka bisa membantu. Meski tidak banyak.

Tengah asik-asiknya mencatat, ponselnya bergetar. Tanda pesan masuk. Awalnya dia abaikan, hanya melirik sekilas. Tapi nama Meisya muncul di sana. Menghela napasnya, Gazka menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi.

Meisya is calling...

"Hm" Gazka bergumam.

"Aku udah pernah bilang kalo aku dapet beasiswa ke luar negeri kan?"

"Iya."

"Gazka, aku mau tanya kamu lagi. Kalo aku ambil kamu bakalan gimana?"

Cowok itu menatap langit-langit kamar. Terakhir dia ingat waktu pertama kali Meisya pulang setelah mengikuti olimpiade. Meisya memang berbakat dalam banyak bidang, dia unggul dalam pelajaran, wajar saja kalau dia mendapat beasiswa ke luar negeri.

"Ngga gimana-gimana." jawab Gazka tetap cuek. Terdengar helaan napas dari cewek itu, kening Gazka mengerut samar "Emang gue harus gimana, Sya?" tanyanya merasa jawaban barusan membuat Meisya kecewa.

"Aku mau tau reaksi kamu lagi. Soalnya pertama kali tau, kamu tahan aku biar ngga pergi. Tapi sekarang kayaknya ngga lagi ya?" ujar Meisya.

ANOMALYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang