Epilogue

2.6K 141 32
                                    

Sosoknya terlihat dari balik kaca dan berjalan menuju pintu keluar. Ia terus menatap ke arahku yang tengah menunggu kedatangannya.

Kami berdua terdiam, berdiri saling berhadapan. Kuperhatikannya membuang napas dan tatapannya berlabuh pada kedua mataku tanpa disertai adanya kedipan.

"Nama?" tanyanya tiba-tiba.

Kedua mataku terbelalak, tidak mengharapkan pertanyaan yang diajukannya padaku itu.

"Nama?" tanyanya lagi.

"... Olivia Hartanto," jawabku.

"Umur?"

"33."

"Anggota keluarga?"

Kualihkan tatapanku darinya seraya menunduk.

"Anggota keluarga?" paksanya.

Kalimatnya yang berulang membuatku kembali menatap wajahnya. Aku tetap terdiam dan tidak menjawab pertanyaannya.

Ia berjalan kian mendekat, meninggalkan kopernya beberapa langkah di belakang. "Anggota keluarga?" tanyanya sekali lagi.

Jaraknya saat ini terpisahkan kurang lebih satu meter saja dari tempatku berada. Ia yang saat ini berdiri gagah dan berbadan kekar, penuh dengan kepercayaan diri. Wajahnya tampan, kedua matanya yang jernih kecokelatan menatapku dengan penuh kasih. Yea, that ugly glasses are finally gone! Yipee!

Ia terdiam menunggu datangnya jawaban dari dalam mulutku. Senyuman penuh kehangatan perlahan tampak dari wajahnya.

Kurasakan kedua bola mataku berkabut, mulai dipenuhi dengan air mata. "Amel, Chris, Uncle, Auntie," jawabku akhirnya, "... Agnes—"

"You're forgetting someone," potongnya seraya tersenyum usil.

Aku terdiam sejenak. "... Fine! Uncle, Auntie, ... gah! Bima," jawabku seraya mengumpat pelan di saat kusebut nama sepupu menjijikkanku itu. "Agnes, Samuel, Sofia," lanjutku, "... and you."

"Liv," katanya. Panggilannya yang selalu kurindukan kembali terdengar.

"... You are my family," ulangku. Kuperhatikan mukanya lebih saksama, keletihan sedikit tampak pada rautnya dibarengi dengan kesedihan. "I'm ... I'm sorry ... for your loss."

Ia menundukkan kepala dan mengangguk pelan. "He told me to come back," jelasnya setelah diam untuk beberapa saat kemudian kembali mengangkat wajahnya menatapku. Kedua tangannya terbuka lebar dan senyum sumringah dipaksakannya keluar untuk mencerahkan kembali suasana, deretan gigi putihnya teratur seperti yang kuingat. "So? How do I look?" tanyanya mengenai penampilannya.

Yeah, d—mn! Still need to ask? You're totally my style, now! Holy anjay!

Senyuman mulai tampak di wajahku dari sisi mulutku yang sedikit kurasakan naik dan mulai kuajukan kembali beberapa pertanyaan saat interview dengannya dulu. "Tinggi?" tanyaku.

"185."

"Berat?" tanyaku lagi.

"76." Ia mengangkat kausnya, memperlihatkan abs-nya yang terbentuk sempurna. "Uwow?" tanyanya dengan sebelah alis terangkat, mengulangi tanggapan keterpukauanku pada mukanya dulu dan ia terkekeh jahil mengetahui kenikmatan yang kurasakan akan ototnya yang kotak-kotak penuh kelezatan. Dayum! Definitely UWOW!

Tawaku muncul keluar melihat kelakuannya yang menggelikan.

"Who am I?" tanyanya yang menjulang tinggi di depanku.

"Antony Darmawangsa. 28. Architect, Hartanto Developer Company, Los Angeles," jabarku, paham benar mengenai status pekerjaannya.

Perlahan kulangkahkan kedua kakiku maju dan air mata akhirnya mengalir jatuh.

"My friend, my boyfriend, my fiancé, my husband-to-be, my man ... my everything," jabarku, semakin mempersempit jarak. "You're mine," lanjutku seraya menarik tubuhnya.

"Gladly," jawab Antony, sepenuhnya menyerahkan dirinya kepadaku dan memelukku dengan erat.

You're MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang