13. No Alcohol

1.1K 116 13
                                    

Aku bangkit berdiri disertai amarah yang meledak-ledak, tentunya seluruh staf ikut beranjak dari kursi dan menundukkan kepalanya jauh ke bawah. Ruangan yang awalnya redup segera menyala terang, memahami kalau aku telah mengakhiri diskusi detik ini juga. Kuembuskan napas dengan keras dan melangkah pergi meninggalkan ruang meeting.

"Bye-bye, Bakti," ucap salah seorang perempuan. "Ke Sumatra juga, kah?" tambahnya.

Suasana kantor berubah suram, semua menunggu munculnya pengumuman adanya staf yang terkena mutasi, mengikuti jejak Bayu. Ketakutan dan kekhawatiran akan dipindahtugaskan ke pulau lain apabila melakukan kesalahan kerja dirasakan oleh semua karyawan. Tapi tidak sedikit juga yang malah senang, berharap jabatan tersebut segera kosong sehingga menambah kemungkinan mereka untuk peningkatan posisi. Yea, you wish! Mau naik pangkat? Kerja yang betul!

"... Lo gak akan mutasiin Bakti, 'kan?" tanya Amelia yang berusaha keras mengikutiku.

Langkah kakiku bertambah cepat disertai emosi yang kian membara. "I should, huh?" tanyaku singkat.

"No!" tolaknya. "Killer mode off, please."

Kuhentikan langkah, berbalik, dan menatap wajah sekretaris pribadiku. Tangan kananku kuletakkan di atas pundaknya. "Be prepared."

Ia mengembuskan napas, tahu benar akan maksud ucapanku barusan yaitu bakal meningkatnya jumlah meeting dan lembur di kemudian hari akibat kinerja Bakti yang lambat dan super parah. "Lo udah janji, yah. Tawaran lo bakal gue terima," tagihnya.

"Janji apaan—"

Ucapanku terhenti serentak setelah Amelia membuka pintu dan sosoknya tengah duduk nyaman sambil membaca koran. Geh! Another B! Mau ngapain di sini?

"Liv!" panggilnya dengan ceria. Ditinggalkannya surat kabar yang barusan dipegangnya terbengkalai di atas sofa.

Dan berita yang dibacanya? Tentu saja gosip hubunganku dengan Antony. Tapi dari semua artikel yang muncul sejauh ini, tidak pernah sekali pun wajahnya tertangkap kamera dengan jelas. Aku yang awalnya memercayai adanya dewi keberuntungan, saat ini lebih merasa takut karena mungkin saja mukanya ditutupi oleh makhluk gaib. Makanya terus kelihatan samar-samar. Hiii!

Atau jangan-jangan ... Bakti juga merupakan korban setan, sama seperti Antony? Makanya kinerjanya bisa hancur begitu karena diganggu oleh wujud tak kasat mata. Jadi ... sosok yang disantap Mbak Heels itu jangan-jangan ... Bakti?

Rumor terakhir yang kudengar, katanya lebih dari satu pria—yea, like several dudes—diajak masuk ke dalam ruangan keramat di samping taman. Tentunya si pemilik kamar pun ikut hadir karena ia meninggalkan sebelah sepatunya yang berdarah-darah tepat di muka pintunya, seolah-olah memberi pengumuman kalau some crazy disturbing ritual sedang berlangsung di dalamnya, istilahnya 'Do Not Disturb' or else, you die ... probably?

Aku yang awalnya tidak percaya dan seratus persen menganggapnya konyol, namun kali ini bulu kudukku berdiri. Aku harus secepatnya membawa pastor ke sini untuk mencipratinya dengan air suci!

"... Liv?" panggil Amelia ketika aku tetap berdiri mematung.

Ah! Jadi lupa. Kehadirannya yang tidak diundang sepenuhnya terlupakan karena pikiranku dipenuhi oleh sosok hantu yang kian mencekam dan semakin menjadi-jadi.

You're MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang