Kegiatan hari ini berjalan lancar dan kemajuan pencapaiannya masih bisa sedikit ditoleransi. Tapi tetap kurang memuaskan di saat para investor tidak sabaran yang tanpa henti terus menghubungi kantor, tidak bosan-bosannya menanyakan sudah sampai sejauh mana perkembangan pembangunan saat ini.
Kunjunganku ke tiap-tiap divisi dibalas dengan tatapan penuh keterkejutan dari beberapa pasang mata. Bukan hanya karena sangat jarang sekali—bahkan jumlahnya pun terhitung jari—aku terjun langsung menyaksikan proses penggambaran dan penentuan spesifikasi bahan material yang digunakan, tapi lebih kepada sosokku yang masih segar bugar sehat walafiat walaupun mereka sudah menebarkan kelopak bunga di pemakaman yang ditata rapi di atas meja kerja. Jangan bilang mereka pakai boneka voodoo!
Bakti mulai menunjukkan peningkatan sebagai seorang pemimpin proyek, bolak-balik sibuk melakukan pengecekan, turut memberi masukan akan pengetahuan teknik sipil yang dikuasainya mengenai kekuatan struktur bangunan, tidak lupa juga menyampaikan setiap perintah yang kutitipkan padanya kepada seluruh bawahan.
"Good work, everyone!" ucap Amelia. "Sebelum pulang, sudah disediakan kopi, snack, dan beberapa dessert di pantry," tambahnya menyemangati.
Kafein dan cemilan memang biasanya juga tersedia cuma-cuma dan mereka bisa menikmatinya kapan pun. Tapi kali ini berbeda. Harus, dong! Dari pimpinan, nih! Euh, 'hampir' pimpinan. Dua bulan lagi.
Bahkan jinjingannya pun tidak dibuang, sengaja kusuruh tetap terpajang di atas meja, termasuk masing-masing gelasnya harus menghadap ke depan, menunjukkan namanya—"MOONGRAND"—supaya terlihat jelas oleh semua staf. Tentu bagi para karyawan kualitas kopi tersebut tergolong jauh lebih baik apalagi ketika biasanya mereka mengonsumi merek Perahu Air sachet-an yang tidak enak dan cenderung tawar.
"Terima kasih, Bu!" Senyuman kuperhatikan muncul keluar dari setiap wajah penat para staf, menerima datangnya makanan gratis yang jarang-jarang didapatkan.
Ya, aku sengaja membuang uang—harganya murah meriah, sih—dengan maksud tersembunyi, untuk memberi semangat agar mereka lebih efektif. Nyogok, maksudnya. Kerja yang betul!
"Finally ...," ucap Amelia seraya membuang napas panjang, lelah menemaniku lembur menghadapi keseharian yang cukup padat. Diregangkannya tubuh pegalnya dengan mengangkat kedua tangan tinggi ke udara.
Ting!
Sebuah pesan masuk ke telepon genggamnya, Amelia langsung membacanya tapi kemudian dahinya berkerut.
"... Chris?" tanyaku khawatir ketika kali ini ia mengetik dengan gerakan jari yang super kilat. "Dia gapapa di rumah? Ada nanny-nya, 'kan?"
"Hah? Apa, Liv?" balasnya asal, tidak fokus akan pertanyaanku kepadanya.
"Chris," ulangku mengenai anak semata wayangnya. "Dia bareng nanny di rumah, 'kan?"
"Oh, euh ... gak dateng."
"What?! And you leave him in the apartment? All by himself?! Kenapa bukan dibawa ke sini?!" ujarku panik, apalagi ketika sekarang waktu sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam. Has he eaten yet? What did he have for dinner? Ugh, jangan bilang that same yucky lasagna again.
"Ha-ha-ha." Amelia tertawa canggung sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Makanya, hari ini udah selesai, 'kan? Can I go now?"
"Go," usirku singkat, memperbolehkannya untuk segera pulang.
Langkahnya terhenti ketika memegang handle dan menunda untuk membuka pintu demi menyampaikan amanat. "Jangan malem-malem," tegurnya dengan penuh keresahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
You're Mine
ChickLitReading List Dangerous Love - April 2022 @WattpadRomanceID Cerita Pilihan Bulan Desember (2021) @WattpadChicklitID -- [Undies Connoisseur Series] Olivia's Eccentric Placebo Kesehariannya dipenuhi oleh kerjaan, kerjaan, dan selalu kerjaan. Pulang lar...