"Progres?" Kumulai sesi pertemuan sambil memerhatikan layar di depan sana yang menyala terang dan memperlihatkan rencana mega proyek pembangunan lahan kosong.
Tanah mentah berluaskan lebih dari seratus hektar itu rencananya akan segera diolah dan tentunya secepat mungkin bakal dipasarkan ke masyarakat. Berdasarkan perkembangan meeting yang sudah berjalan sejak beberapa bulan yang lalu, perusahaan akan melibatkan beberapa investor guna menanamkan modalnya demi kelancaran proses pembangunan yang berskala besar.
"Uh? Euh ...."
What ... that's it? That's your answer?
"Kebutuhan tanah?" Pertanyaan berikutnya langsung kuajukan tanpa berselang beberapa detik setelahnya. Dari pembicaraan terakhir, cut and fill jelas dibutuhkan dalam penataan lahan, terutama di area perbukitan dan lembah yang terdapat di beberapa titik. Semoga tanahnya cukup dan tidak diperlukan pembelian dari luar karena harganya cukup mahal!
"... Uh ...."
Tangannya membeku—bergetar, bahkan—dan tetap melayang di atas udara hampa. Pointer di pegangannya masih tertuju pada slide show, sinar laser berwarna merah dari ujungnya menari-nari tidak beraturan, memantul ke sana kemari dengan heboh. Freakin' annoying! Silau, tahu!
Kuembuskan napas panjang, mencoba meredam emosi yang kian timbul ke permukaan karena tidak ada satu pun pertanyaanku yang berhasil dijawabnya. "Perencanaan drainase?"
"Uh ...."
What is wrong with him?! Tahu begini seharusnya aku tidak mengangkat dia supaya mengisi jabatan project manager yang kosong! Dasar tidak kompeten! Useless!
Apa keputusanku keliru? Apa tidak seharusnya aku menendang Bayu ke luar pulau? ... No, no. Tidak salah. Serves him right! Salahnya sendiri sudah berani ... argh! Stop! Aku tidak mau mengingat kembali kejadian menjijikkan kemarin di taman!
"Ck!" Aku berdecak, suaranya menggema kencang ke seluruh penjuru ruangan. "Perencanaan jalan?!"
"Euh—"
"The h—ck! Can't you talk?!" teriakku murka dan menggebrak keras meja menggunakan kedua tangan.
Tidak, tidak. Aku sama sekali tidak kasihan menatapnya yang pucat pasi dan berkeringat deras, menerima semua bentakan dan makianku seorang diri di atas panggung serta dipertontonkan oleh para manajer. Kalau kinerjanya memadai, toh aku tidak akan marah-marah begini, 'kan? Jadi jangan mengecapku sebagai orang jahat!
"Berapa macem tipe?!" Nadaku bertambah kasar, lahar panas tidak bisa lagi kuredam dan telanjur menyembur deras. Hingga saat ini aku belum menerima satu pun gambar perencanaan. Seperti apa model dan tampak rumahnya juga aku tidak tahu!
"U-uh ...."
Oh, my God! Apa dia bisu?! Untuk apa aku mempekerjakannya kalau bicara saja dia tidak mampu?! Please, deh! Di sini namanya kantor, bukan sekolah TK! Dan aku boss-nya, bukan guru yang harus bersabar mengajarinya ngomong!
"Ih! Design bangunan?!"
Stupid ex-estimator! Talk, man. Talk!
"Izin site pla—"
Kring!
Deringan keras menghentikan kalimat pertanyaanku, pikiranku sepenuhnya buyar kala menatap namanya yang seketika muncul pada layar telepon genggam—Benjamin. Gah! That baldy clown! What does he want now?!
"Kita lanjutkan meeting-nya nanti, setelah istirahat," ucap Amelia sigap mewakiliku. Seluruh staf pun berdiri segera setelah tubuhku bangkit.
"Interview lagi pastinya ...." Kalimat sindiran itu terdengar jelas walaupun hanya berupa bisikan pelan. Shut up!

KAMU SEDANG MEMBACA
You're Mine
ChickLitReading List Dangerous Love - April 2022 @WattpadRomanceID Cerita Pilihan Bulan Desember (2021) @WattpadChicklitID -- [Undies Connoisseur Series] Olivia's Eccentric Placebo Kesehariannya dipenuhi oleh kerjaan, kerjaan, dan selalu kerjaan. Pulang lar...