"Tau dari mana nomer gue?"
"Gak usah nanya," tepisku galak. "Eh? Lo di kampus, 'kan?" tanyaku curiga ketika mendengar kegaduhan di balik suaranya.
"Iya, gue di kantin. Kenapa?" jawab Agnesia balas bertanya.
"Good girl. Bisa nurut juga lo," sindirku. Kalau sekali lagi dia berani ngomong mau berhenti, mau kerja, atau jadi apa? PSK katanya? Bakal aku hajar sampai sekarat sekarang juga.
"Maksudnya?!" Suaranya terdengar lebih keras menunjukkan ketidaksukaan. "Udah cepetan ngomong, kenapa telepon gue?"
Sengaja kuhubungi Agnesia di saat jam makan siang ketika Amelia tengah pergi keluar. Yes, you know what she's doing. Her inner zombie always comes out at this time, sibuk menghabiskan semua makanan pesanannya seperti tengah melangsungkan acara mukbang saja.
Biarlah sekretarisku itu bersenang-senang menikmati hidup. Hak asuh Christian sudah final jatuh ke tangannya and her idiotic ex akhirnya dideportasi kembali ke kampung halamannya. All good now.
"Inget waktu lo nginep?" tanyaku memulai. "... Apa gue ngelindur, ngomong something or ... apa, gitu?"
"Lo ngorok."
Cairan kopi yang masih berada di dalam mulut seketika menyembur keluar.
D—mn, girl! Can you please keep it to yourself! Hancur sudah my princess image! I didn't know that I sleep like a homeless!
"Gue suruh Amel sekarang tarik balik uang pembayaran tunggakan lo," balasku datar seraya sibuk mengelap meja yang basah dengan tisu. Pasti bakal emosi sekembalinya sekretaris pribadiku itu karena harus mengetik ulang berkas laporan yang awalnya tergeletak sempurna di atas meja. Sorry~.
"Eh, jangan!"
Bodoh apa bodoh? Bagaimana juga caranya bisa menarik kembali uang yang sudah dibayarkan? Oh, well. Yang penting aku berhasil ngibulin dia.
"Jadi?"
"Lo ... ngelindur gitu, Liv. Manggil-manggil nama ... beberapa nama, sebetulnya," jawabnya pelan seperti ketakutan. Kenapa harus takut juga, sih? Cuma nanya padahal.
"Nama?"
"Uhm ... Steve, terus ... Emily."
"... Udah, itu doang, 'kan?" tanyaku memastikan.
Please, don't say kalau aku juga ngeces sampai banjir. Or meluk kek waktu itu ke kakaknya. Oh, h—ck! Jadi ingat lagi my koala behavior!
"Uhm ...."
"Tiga? ... Dua? Gue telepon Amel, nih? ... Satu?"
"Iya, iya. Duh! Harris!"
"Hah?"
"... Sorry, Liv. Gue gak kasih tau lo. Uhm ... gue ga enak aja. Lo keliatan gak mau ngungkit soal keluarga lo sama sekali. Apalagi ...."
"Apalagi apaan?"
"... Pas lo nyebut nama Harris ... uhm ... lo nangis, Liv," jawabnya terbata-bata.
What? Me? Olivia Hartanto, cried?
"... Lo gak bilang siapa-siapa, 'kan?"
Ia terdiam beberapa saat, menolak menjawab pertanyaan yang kuutarakan barusan.
"Lo! Jangan bilang lo cerita lagi, ke Antony?!" bentakku, segera mengetahui jawaban dari pertanyaanku barusan tanpa perlu melihat mukanya langsung.
"Gak, gak! Suer, Liv. Gue gak cerita, uhm ... ya awalnya gak cerita, cuma ... Tony duluan yang nanya. Dia udah tau juga ternyata. Berarti ... gue gak salah, 'kan ... bilang semua ke Tony?"

KAMU SEDANG MEMBACA
You're Mine
Chick-LitReading List Dangerous Love - April 2022 @WattpadRomanceID Cerita Pilihan Bulan Desember (2021) @WattpadChicklitID -- [Undies Connoisseur Series] Olivia's Eccentric Placebo Kesehariannya dipenuhi oleh kerjaan, kerjaan, dan selalu kerjaan. Pulang lar...