23. Prediction?

653 82 21
                                        

Kuraih tangannya yang menyeretku, berusaha sekeras mungkin untuk menghentikan langkahnya memasuki bangunan mengerikan berwarna putih—sebetulnya cenderung keabu-abuan, kotor karena kurangnya perawatan—yang sebisa mungkin tidak ingin kudatangi lagi.

"Gue gak mau ke sini!" rengekku layaknya umur lima, tidak merasa malu walaupun pandangan beberapa mata di sekeliling tepat tertuju kepadaku.

D—mn! Even Christian is more mature! Yah, memang ia juga selalu menangis waktu disuntik vaksinasi, sih. Tapi perbedaan umur antara kami berdua cukup bisa membuktikan siapa sebenarnya yang lebih pengecut. Ugh!

"Lo aneh banget, deh! Trauma, apa?!" terka Antony.

Bingo!

Kukerahkan seluruh tenaga yang kumiliki dan akhirnya aku berhasil membuatnya berhenti. "See? Gue udah gapapa! Sehat! Liat?" jelasku seraya berputar 360 derajat di hadapannya ... ugh, agak pusing, tapi sedikit doang, kok!

Tiba-tiba ia menghampiri dan membantu memapahku ... uhm, can you please stand a bit further away from me? This ... this is too close! I can even feel your warm breath on my forehead!

"Tuh 'kan, oleng! Muka lo juga masih pucet ... Liv?" Tangannya yang semula mendarat pada pundakku dialihkannya ke kedua pipiku, merabanya dengan hangat sebelum kemudian telapaknya mendarat pada dahiku. "Lo jadi demam lagi!" bentaknya setelah merasakan suhu tubuhku yang meningkat.

"S-sedikit doang, ah!" bantahku canggung seraya menepis tangannya lepas dengan kasar.

Kupikir otakku error karena tiba-tiba rasa panas menjalar kala posisinya terlalu dekat. Ternyata demam, toh. Huff! Ya, tidak mungkin muncul perasaan yang tidak-tidak. I mean, c'mon!

"Ayo!" Antony masih juga pantang menyerah dan sekali lagi menarik lenganku.

"Gak mau! Betulan udah gak kenapa-napa!"

Sulit sekali untuk meyakinkannya, apalagi setelah kejadian mencekam kemarin di mana tubuhku yang entah kenapa tiba-tiba saja lemas di hadapannya, dan tanpa tahu malu terlelap tidak mengingat kalau tangannya terus kugenggam dengan erat. D—mn! Something's wrong with me!

Tapi yang paling dipertanyakan adalah bagaimana caranya aku bisa beristirahat di atas ranjang. Tidak mungkin dia sanggup mengangkatku, 'kan?! Atau, jangan bilang ... aku digotong bareng-bareng sama polisi! Holy motherf—cker!

" 'Gak kenapa-napa' apanya?! Itu liat!" balasnya seraya menunjuk area lengan atasku.

Saking kagetnya akan kehadiran rampok kemarin yang datang tanpa diundang, ditambah dengan masa lalu kelam yang kembali datang menghantui, bahkan pisau yang ditebaskan jahanam itu—yang mana berhasil sedikit mengoyak kulitku—nyatanya tidak kusadari sama sekali dan baru kurasakan denyutannya kali ini.

"Nih, tuh ... sembuh, 'kan? Aw!" teriakku perih di saat kutekan luka yang saat ini diperban asal dan pagi tadi belum sempat diganti.

"Udah diem! Malu-maluin! Semua orang ngeliatin jadinya!"

"Biarin! Udah telanjur viral juga tentang gue! Nambah satu-dua berita masih mending daripada harus ketemu dokter!" D—ng! Definitely childish!

You're MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang