7. Husband-To-Be

2K 192 21
                                    

"... Liv."

Aku mengerang pelan, masih menikmati lezatnya kuah ayam yang tertinggal di dalam mulut. Pedasnya bubuk merica dan gurihnya kaldu menyatu dengan sempurna di atas lidah. Jago masak juga dia. Padahal cuma mi bakso tapi aku berhasil dibuatnya terkesan.

"Liv," panggilnya lagi.

"Hmm ...," desahku, mengingat kembali olahan terigu yang kukunyah walaupun tekstur kekenyalannya tidak pas dengan selera. Pastinya! Wong lembek, benyai begitu! Kalau saja al dente, pasti lebih sempurna lagi. Tapi tidak apa-apa, daripada gak ada yang masak.

"OLIVIA!"

"Hah? Apa?! Kenapa?! ... D—mn! Gue ngeces lagi, masa?" tanyaku tidak percaya, kaget kala mendengar panggilan kerasnya yang akhirnya berhasil membangunkanku.

Kupandangi permukaan meja dan segera meraba-rabanya, namun tidak menemukan adanya air liurku di atasnya. Phew! See, see? I definitely sleep like a high-class princess. Buktinya mejaku bersih, 'kan?

"Breakfast udah siap?" tanyaku lagi.

Tiba di kantor setiap subuh dan melewatkan waktu sarapan sudah menjadi kebiasaanku sehari-hari. Habis, mau bagaimana lagi? Aku jelas tidak bisa masak, juga mengidap insomnia akut. Daripada bangun gak ngapa-ngapain alias bengong, mending ke kantor saja, banyak kerjaan. Tapi karena sekarang sudah ada dia—my personal chefI will never ever skip breakfast again! Whoopee to me!

Entah kenapa hari ini aku terus mengantuk, walaupun nyatanya kemarin aku anehnya bisa terlelap berjam-jam lamanya. Hahhh~, sudah lama sekali rasanya tidak tidur nyenyak seperti itu ... wait. Don't tell me he put some f—ckin' opium ke dalam kuah bakso! D—ng!

"Breakfast 'pala lo! NOH, BACA!" bentak Amelia kasar.

Pagi-pagi begini sudah teriak-teriak gak jelas. Can you please calm down? Tidak berkelas sekali kelakuannya itu, malu-maluin! Chill, dong. Chill!

"Apaan, sih?!" tanyaku kesal.

Kuseka air liur yang tertinggal di samping mulut—sedikit doang, kok! I still look like a well-mannered lady! Definitely!—sebelum kuraih telepon genggam yang diarahkannya padaku.

"OH, BLOODY MOTHERF—CKER, HOLY F—CK ... ANYINGGG!!!"

Kutekan layarnya dengan keras dan rasa kantuk yang melanda serentak hilang di saat judul artikelnya tampak—"RAMPOK BERHASIL MEMASUKI RUMAH KEDIAMAN KONGLOMERAT OLIVIA HARTANTO."

Tampak depan tempatku tinggal berhasil diambil wartawan dan saat ini terpampang dengan terlalu jelas di bawah judulnya. Foto Antony yang tengah berjinjit di depan gerbang, masih dengan helm yang menutupi seluruh kepalanya—which is totally mencurigakan—tercetak di sampingnya.

Dear Lord!

***

Tubuhnya terduduk lesu, berhadapan langsung dengan seorang laki-laki berwajah garang dan berseragam lengkap. Lebam kebiruan yang kuberikan semalam ke sekujur tubuhnya masih belum pulih sempurna, sekarang ditambah lagi luka-luka berdarah di beberapa lokasi baru. Bajunya pun compang-camping, terkoyak di beberapa tempat. Ouch!

"Neng!" panggil asisten rumah tangga yang rutin membantu membersihkan rumah setiap seminggu sekali.

"Bi? Ngapain di sini?" tanyaku kebingungan akan kehadiran sosoknya.

"Astaghfirullah! Neng! Aya maling asup ka bumi bade nyandak panci! Untung Bibi ningal aya tongkat golp Neng nganggur di dapur!" jabarnya panik yang mengakibatkan volume suaranya berkali-kali lipat lebih keras daripada biasanya.

You're MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang