Bingung

49 11 0
                                        

Sesuai judul per bab, aku pun bingung. Wkwkwk
Dah, lah. Baca aja dulu. Entar baru komen sama vote. Semoga suka. 😘

***

“Saya mohon.”

Aku termangu karena belum bisa menguasai keadaan. kedatangan dan penawarannya terlalu mengejutkan. Bikin pikiran enggak keruan saat diajak berpikir. Ditambah, suasana di sekitar indekos mendadak hening, berbeda dari biasanya. Ah, apa semua ini sudah direncanakan?

“Tapi, Bang, saya ragu sama kemampuan si Nana. Memangnya gak ada temen Abang yang bisa lebih dipercaya?” tanya Riyan setelah memasukkan motor ke ruangan pertama di indekos.

“Tapi saya yakin kalau dia bisa.”

Ya, ampun, yang meyakinkannya di bagian mana coba.

Riyan menatapku dari bawah sampai atas. Dia seperti lagi menilaiku secara keseluruhan.

Dasar kakak kurang asem memang! Kalau mau menilai, enggak usah terang-terangan juga. Di depan orang lain pula.

“Kalo dari wajah, si Nana emang cantik. Tapi dari segi bodi emang masuk kategori, Bang?”

Nah, kan!

“Heh, sembarangan!” Aku menatap Riyan dengan tajam.

Bukan hanya tatapan tajam, sebenarnya, aku juga ingin menyumpal mulutnya dengan lakban. Meskipun dia enggak ngomong blak-blakan, tapi siapa pun yang mendengar pasti bisa berpikiran sama sepertiku.

“Lo ngaca full bodi napa, biar tau setepos apa itu pantat,” bisik Riyan.

Walaupun kenyataannya bodiku enggak sebagus cewek beruntung pada umumnya, tapi pantatku enggak setepos itu. Posturnya enggak sekecil Kisya. Pokoknya enggak seceking itu. Makanya, aku enggak terima kalau Riyan sudah menyinggung bodiku.

“Gu—”

“Eh, faktanya, Mar-Nana.”

Aku berdecak kesal. Daripada melayani Riyan untuk berdebat, aku lebih baik diam. Diam bukan berarti kalah, bukan?

“Eum, Bang. Kasih saya waktu buat mikir, ya.”

Bang Rendra memasukkan kedua telapak tangannya pada saku celana. Dia terlihat cool. Eh, kenapa malah fokus ke situ, sih!

“Oke. Saya beri kamu waktu sampai nanti malam.”

***

“Pikirin baik-baik, Na. Arkana juga nunggu jawaban dari lo.”

Aku menyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuh. Tanpa disuruh pun, aku mencari solusinya. Sayang, kepalaku terasa mau pecah. Permintaan Bang Rendra bagaikan sebuah solusi tanpa solusi.

Masalahnya, kalau aku menerima tawaran Bang Rendra, itu artinya aku akan berperang melawan hati dan ego. Apa pun yang akan terjadi nantinya pasti akan bertentangan. Aku bisa menjamin itu. Di kehidupan nyata, mana ada keluarga kaya yang setuju saat anaknya menjalin hubungan dengan si miskin. Sekalipun misalnya keluarga Bang Rendra enggak sekaya pengusaha di luar sana.

Notifikasi Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang