“Mantan itu ya, mantan, belum tentu bisa jadi masa depan.”
Bener, kan? Yuk, ah, yang udah bangun sholat Tahajud. Jangan lupa, do'ain aku yang baik-baik. ❤❤❤ Hehe
Jangan lupa tekan vote juga. 😘
***
“Kak Djoana!”
Kutepuk bahu Riyan karena perasaan gemas pada malam ini lebih dominan. Aku enggak bisa memintanya untuk menambah laju motor yang sedang dikendarai karena kami terjebak macet. Jarak antara motor kami dengan mobil Kak Djoana terbilang jauh. Aku di jalan raya, sedangkan mobil Kak Djoana sepertinya akan memasuki salah satu kafe. Sen kanannya berkedip ke arah sana. Jadi, berteriak di tengah bisingnya suara mesin motor dan mobil percuma.
“Yan, gimana ini? Orang itu Kak Djoana. Gue yakin. Lo liat wajahnya, kan?”
“Iya.”
Aku semakin gelisah. Kami sudah mencari dia ke mana-mana. Beberapa bulan yang lalu, kami sampai keliling Bogor saking ingin bertemu dengannya. Belum lagi sebelum itu, aku dan Riyan keliling Jakarta Timur. Lalu sekarang, tanpa informasi dari siapa pun, kami bertiga dipertemukan dalam situasi dan kondisi yang enggak pas. Menjengkelkan memang.
“Terus, ini gimana, Yan?”
“Ya, gak gimana-gimana, Nana. Ini jalanan macet. Lo mingkem, jangan bikin gue tambah gendek.”
Kulirik lampu merah di depan sana. Kalau berdiam di sini terus, dan menunggu lampu merah menjadi hijau, aku takut kehilangan jejak Kak Djoana. Sedangkan motor kami sering mogok, enggak bisa diandalkan kalau diajak ngebut. Semisalnya sedang melaju mengejar mobil Kak Djoana, tapi malah mogok, aku bakal gigit jari lagi karena kesempatan emas dalam kesempitan ini enggak dimanfaatkan dengan baik.
Duh, Gusti! Aku harus bagaimana?
“Na, lo turun aja sana. Samperin Kak Djoana ke kafe. Entar gue ke sana.”
“Oke.” Aku bergegas turun.
“Nih, pulpen. Lo catet plat mobil Kak Djoana. Biar semisal lo gak bisa ketemu sama dia, kita bisa cari tau alamatnya lewat plat mobil.”
“Caranya? Kalo Kak Djo naik online car gimana?”
“Ya, itu, mah urusan entar. Udah buruan sono, ah! Kelaman mikir.”
“Tapi, Yan—”
“Markonah, lo denger instruksi abang lo kagak!”
Helm segera kulepas dan pulpen yang dia berikan kuterima. Riyan memasukkannya ke tas helm dan dia gendong di depan. Setelah itu, aku bergegas menghampiri mobil yang ditumpangi Kak Djoana. Namun, baru saja melewati beberapa mobil, suara berbagai macam klakson sudah terdengar. Salah satu pertanda kalau pengendara bisa melanjutkan perjalanan yang tertunda.
“Raina, kamu ngapain malem-malem di sini?”
Aku belum sempat menjawab pertanyaan Arkana. Suara klakson dari belakang lebih dulu mengalihkan perhatianku. Daripada ditabrak atau dimarahi pengendara yang jalannya kuambil sedikit, lebih baik aku agak menepi, menempel ke mobil yang dikendarai Arkana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Notifikasi Cinta (Tamat)
ChickLitJudul awal aku pake 'Dear, Mantan'tapi diganti jadi 'Notifikasi Cinta'. Happy reading ~ *** Raina tidak nyaman dengan hubungannya bersama sang pacar yang semakin hambar. Kurang berkomunikasi membuat hati kecilnya memberontak, ingin mengakhiri kisah...