Nge-date

44 10 0
                                    

Hayu, yang mau aku up lagi jangan lupa tekan vote sama komennya. 🤗

***

Aku enggak bisa menahan tawa saat melihat foto yang baru diupload Tante Lusi di story WhatsApp. Beliau memberi caption ‘Jangan lihat luarnya, tapi sentuh hatinya yang selembut Cinderella’. Tante Lusi ini apa-apaan coba. Hati anaknya main disamakan dengan Cinderella saja.

Di foto tersebut, air muka Bang Rendra enggak bersahabat. Tangannya memang tengah menyetir, tapi wajah menoleh ke arah kamera. Bibir Bang Rendra terbuka dengan dahi sedikit mengernyit. Mungkin, saat mengambil foto, Bang Rendra bicara supaya sang mama jangan asal memotret, atau dia silau karena Tante Lusi menyalakan blitz-nya? Entahlah.

Bang Rendra memang terlihat gagah. Aku akui, seperti apa pun posenya, kadar kegantengannya enggak berkurang. Eh, apa-apaan aku ini! Kenapa malah memuji dia?

“Gimana, ganteng gue dah maksimal, Na?”

Aku mengalihkan pandangan dari ponsel kepada Riyan. Dia tengah menyugar rambutnya sambil bersiul. Kemeja hitam yang dia kenakan membuat tubuhnya sedikit berisi. Posturnya terkesan tinggi tegap. Mirip atlet.

“Lumayan,” sahutku, lalu memperhatikan Riyan yang tengah memakai sepatu. “Mau ke mana, sih, lo? Kayak mau ngedet aja.”

“Iri bilang, Bos.” Riyan menepuk-nepuk sepatunya hingga beberapa kali. “Gue mau nyari calon kakak ipar buat lo. Biar lo jadi cewek yang sesungguhnya. Bisa masakin gue makanan enak. Bukan mie rebus atau telor dadar doang. Dah, lah, gue cabut duluan, ya.”

Aku bergumam. Toh, mau berpenampilan keren ataupun biasa, dia pasti bakal pergi. Mungkin, mumpung toko yang sudah disewa Bang Rendra belum buka. Jadi, dia bisa bebas kelayapan.

Setelah Riyan berlalu, aku beranjak dari posisi duduk bersandar. Sepertinya, aku harus memanjakan perut sebentar. Sambil menunggu jemputan, aku memasak mie rebus rasa soto yang porsinya pas untuk mengganjal perut sejam ke depan.

***

Aku mengganti jumpsuit dengan dress pemberian Bang Rendra di salon, lalu mematut diri di cermin. Make-up yang dipoles ke wajahku enggak terlihat berlebihan. Warna lipstik, blush on, eye shadow, eye liner, dan lain sebagainya terasa pas. Enggak menor kayak kebanyakan pengunjung salon lainnya. Setengah jam kurang dirias dengan hasil kece seperti ini, jelas aku puas sekali.

Rambutku juga jadi terlihat lebih cantik. Tante Lusi meminta supaya rambutku yang tipis dan agak pirang ini dibuat tergerai, tapi memakai konsep waterfall braid. Simple, tapi aku suka. Berhubung rambutku lurus, Tante Lusi meminta supaya rambutku dicatok. Hasilnya, bagus banget, rambutku jadi bergelombang.

“Ya, Allah. Cantik sekali kamu, Nak.”

Aku tersenyum kecil. “Raina kira, cantiknya berkali-kali, Tan. Enggak sekali doang,” gurauku.

“Bisa aja kamu.”

Aku dan Tante Lusi pun tertawa kecil.

“Tante juga cantik banget. Seriusan.”

“Alhamdulillah kalau begitu. Kita jadi calon anak dan mama yang sama-sama cantik. Ya, sudah, kita samper Rendra dulu. Dari tadi, mukanya masem terus.”

Aku terkikik, lalu menyambut uluran tangan Tante Lusi. Tante Lusi itu memang sudah cantik dari sananya. Mau disanggul seperti sekarang ataupun enggak, beliau tetap cantik.

Tante Lusi menoleh ke arah di mana Bang Rendra duduk. “Ndra, liat coba calon istrimu, cantik, kan?”

Aku meringis setiap Tante Lusi menyebutku calon istri dari putranya. Ternyata, benar apa yang diucapkan Riyan. Terus-terusan membohongi banyak orang hanya akan membuat hati enggak tenang.

Notifikasi Cinta (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang