Aku duduk di bangku panjang yang berhadapan langsung dengan hamparan air biru. Terdiam membisu menatap indahnya pantai disertai burung-burung yang terbang hanya berjarak satu meter dari air laut. Sambil mengamati orang-orang yang sedang bermain surfing ataupun anak-anak kecil yang tengah bermain bola karet.
Mereka terlihat asik dan ingin rasanya kembali kemasa lalu, dimana aku masih belum mengenal rasa sakit yang diakibatkan oleh sebuah kata sandi hati yang bernama “CINTA”.
Kadang sebuah rayuan kecil dari mulut manisnya mampu membuatku tersenyum dan kadang wajahnya saja bisa membuat Mood-ku berubah, yang tadinya buruk malah berubah menjadi sebaliknya. Namun, untuk saat ini aku ingin sendiri – dan sudah terlalu nyaman untuk kesedirian ini.
“Itu punyaku!” bentak seseorang. Suara khas bocah kecil mencuri perhatianku.
Aku terheran dengan kedua saudara kembar itu. Apa yang sedang mereka rebutkan hingga membentak saudara kembarnya, dan lagi kembarnya itu seorang gadis kecil.“Piyan ... itu punya, Piya,” rengek kembarannya. Berusaha mengambil sesuatu dari belakang cowok yang sama tinggi dengan dirinya, dan ... setelah aku amati, ternyata yang mereka rebutkan adalah sebuah es krim. Sontak aku tertawa kecil mengingat kenanganku pada seseorang dimasa lalu yang telah membuatku terluka atas kepergiannya, dan lupa akan rasanya mencintai orang lain.
Flashback on.
“Dira ..., ” sapa laki-laki bertubuh tinggi.
Aku tersenyum melihat kedatangan Zafran, atau yang lebih sering ku panggil dengan nama “Zizi”, kedengaran unik, sama dengan tingkahnya. Aku rasa itu sangat cocok untuk dia.
“Zizi, pakai dulu bajunya!” bentakku. Aku sangat kesal dengan laki-laki yang satu ini. Dia sering kali tidak memakai baju dan selalu memamerkan tubuh kurusnya itu.
Sepertinya Zizi tidak mendengarkan ucapanku atau dia memang sengaja mengabaikanku. Ah ... dia selalu saja membuatku kesal.
“Ra, lihat ini!” perintahnya. Aku dibuat geleng-geleng kepala saat dia berusaha memperlihatkan otot tangannya. Benar-benar tukang pamer. “apakah aku sudah bisa melindungimu?”
“Belum, Zizi.”
Bukannya mengeluh, dia malah tersenyum. Dia terlihat manis, seperti gula. Dia adalah Ziziku, hanya milik Dira seorang.Laki-laki jangkung itu mengeluarkan sesuatu dari tangan kirinya yang ia sembunyikan dari tadi. “Kalau yang ini, apakah bisa melindungimu?” tanyanya.
“Kalau ini, mah, jangan ditanya lagi,” jawabku berusaha mengambil es krim dari tangan Zizi. Namun sial, laki-laki itu menarik lengannya menjauh dariku.
“Jangan bikin aku kesal, Zizi!” berangku. Laki-laki bercelana pendek itu malah tertawa. “Aku suka.” Jawabnya singkat.
Flashback off.
Aku tersadar dari lamunanku, dan kembali mengamati tingkah dari pasangan kembar itu. “Piya, mau?”
Gadis kecil itu mengangguk sambil mengulurkan tangannya. Berharap laki-laki itu akan langsung memberinya secara percuma. “Cium dulu, Kakak!”
“Piyan ... jangan nakal! Piya, nggak mau!” tolaknya dengan keras. Membuat beberapa orang yang juga ikut mengamati tingkah konyol sepasang anak kembar itu tertawa. merasa kasihan pada anak laki-laki yang tawarannya ditolak.
***
Setelah beberapa jam menikmati pantai, aku memutuskan untuk menuju sebuah cafe yang biasa ku-kunjungi bersama mantan kekasihku, Zafran. Tidak ada yang berubah setelah dua tahun lamanya aku tidak lagi mengunjungi kafe ini. masih sama – letak meja-kursinya, warna dindingnya, beberapa aksesoris yang menempel di dinding kafe, serta karyawannya. Meski tidak kenal namanya, setidaknya aku ingat rupanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Event Cerpen Tema Bebas
Short StoryEvent Cerpen Tema Bebas Dalam rangka Anniversary 1st Republik Wattpad Team Karya dari para kontributor merupakan karya orisinil, terbaru dan bukan plagiat Dalam event kali ini Republik Wattpad Team berkolaborasi dengan Redaksi Nanggala.id dan di duk...