My Inspiration

10 3 0
                                    

Senyum Alin terbit saat seseorang yang telah ia tunggu sedari tadi, terlihat berjalan mendekat. Dengan napas yang tertahan, jantung berdegup tak beraturan, Alin menatapnya lekat-lekat. Cowok itu melewati Alin begitu saja, tanpa susah-susah menoleh.

Alin menghela napas lega, ketika cowok itu telah menjauh beberapa langkah darinya. Ia segera menyimpan lekuk sempurna wajah sang most wanted di memorinya.

"Ayo, jantung. Jangan heboh lagi!" Alin menepuk dadanya pelan. Menginstruksi sang jantung agar bekerja normal kembali.
Alin menempatkan bokongnya di bangku panjang. Ia kembali menggoreskan ujung runcing pensil abu-abunya. Kini, hanya bunyi gesekan kertas dan ujung tinta kayu yang terdengar.

Sesekali netranya terotasi ke arah kelasnya. Bel juga belum berbunyi, masih ada waktu untuk mengoreksi lagi wajah dalam lukisannya.

"Sudah sama persis seperti aslinya." Alin tersenyum sendirian.

Alin menutup buku gambarnya, mendekap erat seperti sedang memeluk benda berharga.

"Alin! Ikut Aku!"
Alin menghentikan langkahnya. Dari arah belakang, suara derap langkah mulai terdengar. Dengan secepat kilat, Alin membalikkan tubuhnya. Alisnya terangkat, ia heran dengan Lana—temannya, yang berlari kecil ke arahnya.

Wajah gadis itu menunjukkan jika ia resah.
"Ada Apa?"
Lana menghentikan langkahnya tepat di depan Alin. Gadis itu membungkuk dengan satu tangan memegang perutnya dan tangan yang lain bertumpu pada lututnya.
Alin mengusap punggung Lana pelan. Napas temannya itu terdengar ngos-ngosan dan berat.

"Gue ... baru saja ... dari ... kantin."
Lana menegakkan badannya sambil meraup oksogen sebanyak-banyaknya. Ia menepuk bahu Alin dengan kasar.

"Terus?"

"Aku melihat beberapa siswa berkumpul di depan mading. Aku penasaran, dong. Jadi, a—."

"Apa hubungannya sama aku?"

"Dengarkan dulu penjelasanku!"

"Baiklah. Teruskan."

"Aku melihat beberapa foto seorang gadis. Sepertinya seseorang sengaja memajang foto itu karena suatu prestasi yang ia dapatkan. Tahukah kamu, siapa pemilik foto itu?" Alin menggeleng pelan.

"Tahukah kamu, siapa gadis yang ada dalam foto itu?"
Alin kembali menggeleng pelan, tetapi, sorot mata tajamnya berhasil membuat Lana tersenyum.

"Please, aku tidak menyukai teka-teki bodoh! Kita ke sana."

"Ke mana?"

"Ke tempat si foto gadis dipajang!"

Lana terkekeh pelan. "Oke," sahutnya kemudian.

Alin berjalan selangkah di depan Lana. Ia sudah tidak sabar ingin melihat foto gadis yang diceritakan oleh Lana. Sedari tadi Alin hanya berfikir, apa hubungan foto itu dengan dirinya? Seberapa pentingkan informasi itu untuknya? Hingga Lana rela berlarian hanya untuk memberikan informasi padanya tentang foto seorang gadis.

Dari jauh masih terlihat siswa dan siswi berkumpul di depan mading. Tangan mereka menunjuk ke benda kayu berpigura yang menjadi pusat informasi bagi seluruh siswa siswi di sekolah. Sesekali komentar mereka layangkan dan bersahutan dengan komentar yang lain.

"Ada apa ini?" tanya Alin.
Mendengar suara Alin, kerumunan itu tersibak dengan sendirinya. Memberikannya akses jalan menuju mading. Suara riuh komentar seakan menghilang. Keramaian berganti menjadi keheningan.

"Kamu Alin Rahmawati?"
Seorang siswi menyentuh pundak Alin untuk menyita perhatiannya. Alin menoleh seraya berkata, "Ya, aku Alin."

Seketika suara berbisik menjadi irama di depan mading. Alin mengedarkan pandangannya, meneliti wajah-wajah yang penuh rasa penasaran.
Alin bingung, ada apa dengan dirinya dan namanya?

Event Cerpen Tema BebasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang