Kisah yang Tersemat

17 4 3
                                    

Malam yang semakin larut kian membunuh lantaran dingin yang menusuk terasa membabi buta dan tidak mengenal kata ampun sehingga tubuh kering milik Jajang harus dilapisi jaket tebal dari Eropa.
Dulu ketika Desember menyapa, Jajang menyempatkan diri untuk berkunjung ke pasar swalayan yang menyediakan berbagai macam pakaian bekas.

Baiknya Jajang menemukan jaket lusut yang tergantung tanpa disentuh oleh orang, namun cukup banyak yang melirik, akan tetapi mereka hanya tidak menyukai bentuk dan motif, terlebih lagi tebalnya jaket bikin mesin cuci merangkak.

Dengan santai jajang menawar, “Bang, seratus ribu, kurang dikit ... gimana?”

“Aduh, naikan lah, itu asli dari eropa, itu bebas artis model xxx, sayang kalau harganya segitu, naik kan lah!” keluh penjual sembari memasang ekpresi serius ketika menyebut model xxx.

“Udah bersihnya berapa?” tanya Jajang sambil menimang jaket tersebut.

“Oke, deal seratus sepuluh, gimana?” tawar penjual itu sembari membungkus jaket tebal tersebut.

“Nih, bungkusnya yang rapi bang, luamayan kreseknya buat koleksi dirumah.”
Setelah proses jual beli berakhir, jajang dengan santai membawa jaket itu sembari memasang wajah riangnya, hingga tidak terasa, ketika jaket itu dikenakan sanggat terasa hangat, bahkan tidak tanggung, beratnya lumayan.

Kini di atas puncak gunung, Jajang tengah asyik menikmati liburannya bersama teman-temannya, namun karena cuaca tidak bersahabat, hujan yang turun menebar dingin yang sangat melekat.
Walau segelas kopi panas serta semangkok mie instan sudah tandas kedalam perutnya, tetap saja rasa dingin bukan main.

Saat semua orang merasa menggigil, Jupri yang kebetulan membawa ponsel lawasnya dengan santai menampilkan siaran televisi, walau sinyal sedikit gangguan, namun tidak ada kehangatan yang dirasa ketika menyaksikan acara sepak bola bersama rekan.

Keseruan semakin terasa tatkala gol dari salah satu timnas berhasil memecah ketegangan yang sejak tadi berlangsung, namun sungguh disayangkan, batre ponsel milik Jupri tidak bertahan lama lantaran ketika mendaki, disepanajng jalan saat istirahat berlangsung, Jupri sempat memakainya untuk memotret pemandangan alam.

Keluhan semakin terjadi ketika senter yang digunakan untuk penerangan ikut serta padam, alhasil kegelapan sempat terjadi, sampai tiba suara teriakan.

“Aduh, panas ---“

“Bentar, ini apa?”
Kegaduhan ditenda kian jadi saat kopi yang belum sepenuhnya habis tersenggol oleh salah seorang diatara mereka.

Tidak lama dari itu, Jajang berhasil menyalakan kembali senter yang tadi sempat padam dan dengan berat hati, seua orang malam itu harus tidur tanpa slepingbad, karena tumpahan kopi sempat mengenainya, sehingga butuh waktu untuk mengeringkannya.

Malam yang semakin larut, namun keseruan semakin berlanjut disaat terikan orang meminta tolong terdengar secara samar-samar.

Mereka yang semula berada didalam tenda bergegas keluar untuk memastika apa yang tengah terjadi dan disaat sorot lampu senter diarahkan ke sumber suara, terlihat salah satu pohon tengah tumbang serta rantingnya sedikit menimpa salah satu tenda.

Semua orang bergegas menolong, namun medan yang saat itu tidak mendukung membuat beberapa penolong ikut serta ditolong lantaran terpeleset.
Walau hanya lecet sedikit, semua berhasil di evakuasi, hingga pagi menjelang barulah wajah kusut satu persatu para pendaki mulai terlihat.

Nasib baiknya persediaan air minum cukup banyak sehingga mereka semua masih dapat tertawa dan menikmati mentari pagi bersama-sama.

Setelah Jajang dan teman yang lain memutuskan untuk turun lantaran sudah beberapa hari berada di puncak,  mereka menyempatkan diri untuk bertukar nomor telephone.

Event Cerpen Tema BebasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang