12.00 AM

14 3 0
                                    

12.00 AM

Cecile menghempaskan tubuhnya ke atas kasur, tubuhnya terasa diremas dan remuk semuanya. Kekacauan dalam rumahnya membuat pikiran Cecile penuh akan semua permasalahannya, dia membutuhkan sebuah pelepasan. Dan Kenzo mengajaknya berkeliling kota dengan berjalan kaki. Uang saku tersisa mereka gunakan sebagai bekal bertahan hidup dalam tour dadakan yang tercetus dari otak jenius Kenzo itu. Sekarang Cecile begitu senang juga lelah.

Seulas senyum terbit di bibir ranum Cecile, dia bersyukur Tuhan memberikannya seorang teman yang selalu bisa menghiburnya, yang selalu siap sedia menjadi pelindung dirinya dari rasa sedih. Cecile teringat suatu hal, dia segera mengecek tanggal di ponselnya, besok adalah hari ulang tahunnya yang ketujuh belas. Momen-momen spesial yang Cecile impikan pada sweet seventeen nya sepertinya tidak akan terjadi.

Cecile menatap sendu salah satu poster idol kesayangannya yang memenuhi hampir seluruh dinding kamar.

“Jiminie, ulang tahun ketujuh belasku nanti sangat buruk, tidak seperti teman-temanku yang lain. Begitu banyak momen-momen menyenangkan yang dapat mereka kenang seumur hidupnya, sedangkan aku? Ah, sungguh menyedihkannya diriku.” Cecile menghela napasnya, lalu segera bangkit dari tempatnya. Tubuhnya sangat lengket oleh keringat dan dia butuh mandi untuk menyegarkan diri.

***

Malam hari ini tidak ada bintang yang menghiasi langit, tetapi bulan malam ini bersinar sangat terang. Kenzo sibuk dengan segala persiapan merayakan ulang tahun ketujuh belas Cecile. Dia tidak ingin perayaan ulang tahun yang Cecile impikan sejak lama menjadi buruk hanya karena masalah perceraian kedua orang tuanya baru-baru ini.

“Ini mau di taruh dimana Den, balon-balonnya?” tanya Bi Ida, asisten rumah tangga Cecile. Kenzo sudah memberitahu dan mengajak Bi Ida dan para pekerja yang bekeja di rumah Cecile dalam perayaan ulang tahun Cecile. Mereka pun dengan senang hati dan penuh semangat membantu.

“Taruh di ruang tengah aja Bi. Oh ya Bi, kuenya bagaimana?”

“Kuenya sudah siap Den, sudah Bibi simpan di lemari es dengan aman.” Kenzo menganggukkan kepalanya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam, sudah setengah jam mereka mempersiapkan semuanya dan hampir selesai.

***

Cecile merasa tidak nyaman dalam tidurnya, dia berulang kali berganti posisi tidur untuk mencari kenyamanan. Miring ke kanan, miring ke kiri, tengkurap dan meringkuk. Semilir angin dingin membelainya perlahan, Cecile menggigil. Dia menarik selimutnya sampai batas hidung.

Sebuah tangan tiba-tiba membelai lembut rambut Cecile kemudian turun ke pipi. Cecile merasakan takut, siapa yang membelainya? mungkin saja itu adalah Kenzo? dengan ragu Cecile perlahan-lahan membuka matanya melihat siapa orang yang membelainya lembut dengan penuh kasih sayang ini.

“Hai Cecile,” sapa orang tersebut. Cecile yang sudah membuka matanya sempurna terbelalak kaget dengan sosok yang dilihatnya.

“Kenapa kau takut denganku Cecile?”

“Hah? Bagaimana bisa, kau Jiminie?”

“Ya, aku Jiminie milik Cecile,” jelas sosok yang sangat mirip dengan Jimin.

Jimin duduk di pinggir ranjang Cecile, melipat kakinya dan menatap Cecile dengan tenang. Sedangkan tatapan itu terlihat sangat menawan bagi Cecile. Jimin mengulurkan tangannya untuk menggapai tangan Cecile, kemudian menautkannya.

“Malam ini aku akan membantumu menciptakan momen spesial di hari ulang tahun ketujuh belasmu yang tidak akan pernah kamu lupakan. Dan lagi, kamu akan menjadi gadis yang paling beruntung,” ucap Jimin dengan lembut. Jimin menarik tangan Cecile, menuntunnya untuk pergi ke jendela.

“Bentar, kita mau loncat dari jendela?” tanya Cecile sesampainya mereka di jendela. Jimin hanya menggelengkan kepala kecil dan menggenggam erat tangan Cecile.

“Kita akan terbang. Jadi, peganglah tanganku dengan erat.” Belum sempat Cecile mencerna perkataan Jimin, dirinya sudah melayang bersama Jimin. Sedetik kemudian keduanya terbang ke luar, di bawah cahaya rembulan dan langit yang ramai oleh bintang malam ini. Cecile menatap kagum keindahan kotanya di malam hari dari ketinggian, dia merasa begitu senang bisa lahir dan besar di kota yang indah ini.

Jimin membawanya ke suatu bukit yang cukup jauh dari rumah Cecile. Cecile hanya diam memperhatikan Jimin yang melirik ke kanan dan kiri mencari sesuatu.

“Aku jamin momen ini tidak akan terlupakan olehmu, Cecile.”

“Memangnya apa?” tanya Cecile polos. Jimin hanya tersenyum dan kembali menarik tangan Cecile membawanya melewati semak-semak dan pohon-pohon rindang. Lagi-lagi Cecile kembali dibuat terkagum-kagum. Kini dirinya berada di tanah lapang yang luas dan ramai oleh kunang-kunang yang bertebangan menyinari gelapnya malam.

“Cecile! Cepat berdiri di sebalah sana. Aku akan mengabadikan momen ini agar kau selalu mengingatnya.” Cecile pun berjalan ke tengah lapang, dikelilingi kunang-kunang yang mendekatinya ketika Cecile datang.

“Baik, 1 ... 2 ... 3 ....” Jimin sibuk memfoto Cecile yang tersenyum bahagia.

Lelah bersenang-senang di bukit, Cecile duduk sambil menatap langit malam, diikuti Jimin duduk disebelahnya.

“Maaf, aku hanya bisa melakukan hal kecil ini untukmu.” Cecile menoleh, menggelengkan kepalanya.

“Tidak, pecayalah ini sangat membahagiakan dan tidak akan terlupakan. Kamu benar-benar telah berhasil meciptakan momen spesial untukku malam ini. Trima kasih Jiminie!” Cecile menunjukkan senyum bahagianya kepada Jimin. Pria itu pun membalasnya.

“Sudah semakin larut malam, kita harus kembali ke kamar sebelum ada yang datang. Ayo!”

“Memangnya siapa yang akan datang?”

“Kamu akan tahu nanti setelah sampai di kamar. Pejamkan matamu dan genggam tanganku dengan erat.” Cecile menurut, dia menutup matanya dan menggenggam tangan Jimin erat. Desir angin malam yang dingin terasa menyelubunginya.

***

“Non! Non Cecile, bangun Non!” Cecile menggeliat dan membuka matanya perlahan agar matanya dapat beradaptasi dengan cahaya kamarnya.

“Non, ayo turun ke ruang tamu.” Cecile menatap bingung Bi Ida yang berdiri di pinggir ranjangnya.

“Loh? Kok aku di sini? Bukannya aku tadi di bukit?” gumam Cecile bingung.

“Non kenapa? Ayo, lebih baik Non segera turun ke bawah.”

“Emangnya di bawah ada apa Bi?”

“Ada Nyonya dengan Tuan di bawah menunggu Non Cecile.”

“Mama sama Papa?” Cecile segera bangun dan keluar kamar, turun menuju ruang tamu. Bagaimana bisa ada Mama dan Papanya di rumah? Bukankah Papa sudah pergi ke luar kota dengan calon istri barunya dan Mama sedang sibuk bekerja sebagai pelampiasan sakit hatinya?
Sampainya di ruang tamu, hanya ada kegelapan yang Cecile lihat.

“Ah, Bi Ida ngerjain. Orang nggak ada Papa sama Mama. Cuma kosong.”
Saat Cecile akan berbalik, lampu tiba-tiba menyala. Kini bukan ruangan gelap dan kosong yang Cecile lihat, tapi ruangan yang sudah di dekor dengan meriah, teman-temannya dan Kenzo yang berdiri memakai topi kerucut, memegang kua ulang tahun dengan lilin angka 17 menyala. Mama dan Papa serta calon istri barunya berdiri di kedua sisi Kenzo.

“Selamat ulang tahun Cecile!” seru mereka semua meriah.

“Happy sweet seventeen, sahabatku yang cantik dan ngeselin!” seru Kenzo yang sudah berdiri dekat di hadapan Cecile.

“Selamat ulang tahun, Ecilnya Papa.”

“Happy sweet seventeen, sayang. Ayo, tiup lilinnya,” perintah Mama Cecile.

“Jangan lupa make a wish!í” ucap Kenzo mengingatkan.
Cecile pun yang masih terkejut juga haru, menganggukkan kepala. Memejamkan matanya dan kemudian meniup lilin.

***

B

ionarasi:

Gadis dengan panggilan akrab Cia ini sudah 4 tahun menjadi penggiat literasi dan menghasil beberapa karya antologi dan karya lainnya. Dia juga seorang gadis dengan kepribadian introvert, kelahiran Jakarta, 10 April 2004. Baginya hidup harus bisa menjadi orang baik dan selalu bisa memberikan manfaat, bermotto hidup

Jalanilah hidup dengan ikhlas dan jadilah sebaik-baik ciptaan-Nya.”

Bisa bekenalan lebih lanjut di akun Wattpadnya cinndy_cia atau Instagramnya @cinndy.cia

***

Event Cerpen Tema BebasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang