Cinta Berujung Duka

14 2 0
                                    

"Jangan menaruh harapan besar padaku Mecca, Aku sungguh tidak bisa membalas perasaanmu," lirih Arsyad yang nyatanya masih terdengar jelas oleh lawan bicaranya.

"Tapi kenapa?! Apa karena aku tidak secantik wanita di luaran sana? Apa karena aku tidak sekaya seperti mereka?" ucap Mecca yang tengah menahan tangisnya.

"Aku mencintaimu, aku hanya berharap kamu bisa membalas perasaanku terhadapmu Arsyad, apa aku terlihat seburuk itu dimata mu, hingga kau enggan untuk menatapku, bahkan membalas cintaku?" sambungnya, dengan tatapan yang menyorot akan kekecewaan.

"Kamu terlalu baik untuk pria bajingan seperti ku Mecca, pria yang hanya bisa mempermainkan perasaan seseorang tanpa ada rasa kasihan," ucap Arsyad sambil beranjak pergi dari tempat tersebut.

Tapi, baru beberapa langkah dia berjalan, dia lantas menghentikan kakinya ketika mendengar kata yang begitu menyakitkan untuk didengar.

"Ketika menyerah adalah pilihan terakhir dalam sebuah penantian, maka aku akan belajar untuk bisa mengikhlaskan. Pergilah, jika memang kamu bahagia dengan pilihanmu, maka aku akan mencoba untuk melepaskan mu," ucap Mecca dengan air mata yang sedari tadi terus mengalir membasahi kedua pipinya.

Arsyad melanjutkan langkahnya tanpa berbalik dan mengucapkan sepatah katapun. Tapi, siapa sangka, jika dia tengah menahan diri agar tidak memeluk sosok yang sudah berhasil mengisi hatinya yang sudah lama kosong itu.

***

Sebaik-baiknya rencana adalah rencana Allah. Jika memang Allah belum mengizinkan mu untuk bersama dia, maka percayalah, bahwa Allah telah menyiapkan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya.

Entahlah, sudah beberapa minggu setelah pertemuan di taman kota, Mecca bahkan belum pernah lagi berjumpa dengan Arsyad. Bahkan, di kampus pun dia hanya melihat sahabat Arsyad.

"Kenapa Arsyad nggak pernah kelihatan, ya? Apa aku tanya saja pada Fernan, mungkin saja dia tau dimana Arsyad," gumam Mecca yang tengah bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Mecca akui, bahwa dirinya memang belum bisa melupakan Arsyad, sosok yang diam-diam Mecca cintai selama lima tahun itu.

Ketika Mecca akan menghampiri kelas Fernan, tiba-tiba ada yang menarik tangannya menuju taman belakang kampus.

"LEPAS! SIAPA KAMU?!" teriak Mecca.

"Diamlah Mecca, jangan teriak kayak itu, ini gue, Fernan," ucap Fernan sambil melepaskan cekalan tangannya dari tangan Mecca.

"Fernan?" gunman Mecca

"Iya, ini gue, Fernan, sahabatnya Arsyad. Gue narik lo kesini cuma mau ngomong sama lo."

"Ngomong apa? Sampai-sampai kamu harus narik aku kayak tadi," ucap Mecca, tumben sekali Fernan ingin bicara dengannya. Pikirnya bingung.

"Sebenarnya gue kesini cuma mau bilang, kalau Arsyad lagi sakit, Mecca. Dia sakit parah, dan jalan satu-satunya yaitu dia harus dioperasi. Tapi, masalahnya dia nggak mau dioperasi, Mec. Dia malah bilang gini ke gue, Buat apa bertahan, jika seseorang yang membuatku bertahan saja aku sakiti dan aku suruh pergi."

"Dia sakit apa, Fer?" tanya Mecca dengan suara serak karena menahan isak tangis yang sedari tadi ingin keluar.

"Dia sakit kanker otak, Mec. Dokter bilang, sebelum kankernya menyebar dan membuat kondisi Arsyad semakin parah, dokter nyaranin buat segera menjalankan operasi, kalau enggak, nyawa Arsyad nggak akan bisa tertolong lagi," jelas Fernan dengan memelankan suaranya ketika diakhir kalimat.

"Mec, sebenernya, Arsyad itu sayang banget sama lo, dia ngelakuin ini semua itu, karena dia nggak mau nyusahin lo di kemudian hari, ngerawat orang yang penyakitan kayak dirinya. Dia bahkan sering mantau keseharian lo tanpa lo ketahui. Dia cinta sama lo, Mec. Gue mohon, yakinin Arsyad supaya dia mau buat dioperasi, dia satu-satunya sahabat yang gue punya, Mec," ucap Fernan dengan nada seperti orang yang tengah putus asa.

Event Cerpen Tema BebasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang