Waiting For You

21 1 0
                                    

Menunggu, satu hal yang membosankan. Tapi tidak dengan gadis yang sering disapa Dinda. Yah, dia selalu menunggu apa yang sering membuatnya kecewa. Membuatnya enggan untuk mengungkapkan apa yang sekarang ia rasakan.

“Woi, Din! Ngapain lu sendirian di sini?” tanya Dewi, sahabat Dinda yang sangat jahil.

“Apaan sih, Dew. Lu yah, ngagetin tau!”

“Yeh, biasa aja kali. Lu kenapa, hmm?” Dewi merasa curiga dengan temannya yang satu ini. Terlihat sekali  jika ia sedang galau.

“Nggak apa-apa, kok. Santai ajalah.” Dinda berusaha menutupi wajahnya yang penuh kekecewaan.

“Yuk, masuk ke kamar. Tidur, besok kita sekolah,” ajak Dewi yang sedari tadi menahan kantuknya.

Mereka berdua pun masuk ke dalam kamar Dinda. Sejak tadi mereka duduk di balkon kamar tersebut. Yah, karena di sana adalah tempat Dinda menyendiri, tempat dimana ia mengeluarkan keluh kesahnya.

***

Pagi hari yang cerah, Dinda dan Dewi berangkat ke sekolah menggunakan bus sekolah. Sesampainya di sana, mereka berjalan melewati koridor yang biasa dipenuhi banyak kaum Adam. Banyak dari mereka adalah para buaya. Taukan buaya, yang sering memangsa perempuan? Berbagai kata manispun acap kali terucap dari mulut mereka.

Tapi tidak dengan satu laki-laki yang bernama Ilham. Yah, Ilham Dirgantara. Sosok laki-laki yang berhati batu, namun banyak diincar oleh kaum Hawa.

“Ha-hai, Ilham?” sapa Dinda gugup.

“Hmm, hai,” jawabnya dengan singkat.

“Hai, Ilham. Lu, tambah ganteng, yah?” ucap Dewi ikut menyapa Ilham.

“Hai, Dewi. Lu juga tambah cantik,” jawab Ilham yang tak merasa bersalah.

“Bisa Aja lu, Ham.”

Mereka asyik mengobrol, dan mengabaikan Dinda yang sejak tadi mendengarkan percakapan mereka tanpa memperdulikan dirinya. Dinda hanya mampu diam dan berusaha menahan rasa cemburu yang ia rasakan. Dirinya ingat, jika Dewi bukan seperti apa yang ada dalam pikirannya saat ini.

“Dew, gue, ke kelas duluan yah?” pamit Dinda, tak tahan dengan apa yang terjadi di hadapannya.

“Bentar, Din. Tungguin, gue. Eh, iya Ham. Gue ke kelas dulu, yah? Nanti dilanjut lagi pas istirahat.” Ucap Dinda sambil berpamitan pada Ilham.

“Oke, sip, Dew.”

Dinda dan Dewi pun pergi meninggalkan Ilham. Entah mengapa, hati Dinda sesak melihat orang yang disukai akrab dengan sahabatnya sendiri. Tapi ia memilih untuk berpikiran positif kepada sahabatnya itu.

Bel sekolah pun berbunyi, menandakan bahwa semua murid sudah harus memasuki kelas.pelajaran di mulai, semua kelas tenang dan damai. Berbeda dengan kelas Dinda yang nampak seperti kapal pecah karena guru mata pelajaran saat ini sedang berhalangan hadir. Mengakibatkan semua teman Dinda senang bukan main. Ada yang bernyanyi, menggosip, pacaran, dan lain-lain. Tapi tidak dengan Dinda yang masih berpikir kenapa Ilham bisa luluh dengan Dewi, sedangkan dirinya? Sudahlah, mungkin hanya kebetulan.

“Din! Lu, kenapa, sih?” tanya sahabatnya yang sejak pagi bersama dirinya. Kebetulan juga mereka dalam kelas yang sama.

“Nggak apa-apa. A-anu, tadi,” jawabnya gugup.

“Anu? Anu apa sih, Din?” tanya Dewi lagi yang tidak mengerti maksud temannya itu.

“Gak apa-apa kok, gak jadi.”

“Yaudah, deh.” Dewi pasrah dengan jawaban temannya itu, yang tidak mau berterus terang padanya.

Mengapa dirinya tidak berterus terang saja? Apakah Dinda takut, jika persahabatan mereka akan hancur? Yah, itulah yang dipikirkannya. Ia tidak mau kehilangan sahabat kecilnya itu hanya karena masalah laki-laki saja. Dinda juga tidak mau mengecewakan Ibu dan Bapaknya, yang sudah lama meninggalkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 23, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Event Cerpen Tema BebasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang