Masuk Tanpa Izin

873 117 5
                                    

Disclaimer : Spoon

Ini hanya sekedar hiburan dan imajinasi saya

Main Character :
1. Jennete de Alger Obelia
2. Lucas
3. Jorge (OC)
4. Rose (OC)
5. .....
6. .....

{□□□□□□□□}
{♡♡♡♡♡♡♡♡}
{◇◇◇◇◇◇◇◇}

🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌🌌

"Apa yang Tuan Penyihir lakukan disini?"

Pria berambut hitam itu memandangnya sejenak seperti sedang mempertimbangkan apa yang akan dikatakannya. Akhirnya dia membuka bibirnya dan berucap.

"Kau baik-baik saja?" Tanyanya.

Jennete mengedip pelan, bingung. "Saya baik-baik saja, terima kasih sudah bertanya. Saya lebih penasaran dengan keberadaan anda disini."

"Melihat-lihat." Jawab Lucas singkat.

Jennete berusaha bersikap sopan. Bagaimanapun pria didepannya adalah Penyihir Agung Legenda dan salah satu orang terdekat Putri kesayangan Kerajaan Obelia. Tapi dia bersikap waspada. Untuk apa seorang penyihir tertinggi mendatangi rumahnya jika tidak ada sesuatu.

"Apakah anda berniat menjadi tamu saya?"

Lucas terlihat menimbang-nimbang. Jennete melihatnya sedang berpikir memilih melanjutkan pekerjaannya sembari menunggu jawaban pria itu.

Roti yang dipanggangnya sudah matang. Dia membuka oven, dalam sekejap wangi harum roti panas segera merebak memanjakan hidung. Bahkan pria yang duduk di meja dapurnya terlihat tertarik.

"Kau berjualan Roti?"

Jennete mengangguk. "Ya, saya senang memanggang dan membuat kue. Jadi saya menjualnya."

Lucas merenung. "Apakah Putri dan Anjing Putih junior itu tidak memberikan uang padamu?"

Bagaimanapun gadis ini adalah bagian dari Keluarga Kerajaan walau Putri dari seorang Kaisar Tiran terdahulu.

Jennete tertawa pelan. Sudah lama dia tidak mendengar panggilan yang diberikan Tuan Penyihir untuk Ijekiel. "Saya diberikan kompensansi untuk Keluarga Kerajaan. Saya menyimpannya dan memakainya dengan baik. Tolong sampaikan pada Putri bahwa saya berterima kasih atas pemberiannya."

Yah, walaupun sebenarnya dia tidak pernah menyentuh uang itu.

Wajah Lucas berubah menjadi mengejek. "Ironis sekali. Seorang Keluarga Kerajaan sepertimu hidup miskin tanpa dikelilingi pelayan dan Pangeran Charming. Inilah akibatnya jika kau mempercayai orang yang salah."

Jennete hanya diam. Dia beranggapan kalau kepercayaan terhadap ayah kandungnya tidak salah. Dia sama sekali tidak menyesal telah mempercayai ayah kandungnya. Lagipula dia selalu menganggap cerita itu selesai saat pernikahan terbesar dalam sejarah berlangsung kemarin. Sang Putri sudah menikahi Pangeran tampannya. Jadi pemeran pendukung seperti dirinya harus menghilang perlahan.

"Saya tidak menyesalinya, Tuan Penyihir. Apa yang anda katakan benar, tapi saya tidak menyesalinya." Tanggap Jennete tenang.

Dia kembali melanjutkan pemberian beberapa topping di rotinya.

Jennete melirik kebelakang. Penyihir tinggi itu masih belum pergi. Dia sekarang malah melihat ke arah roti gandum di tangannya.

Lucas terus mengawasi gerak-gerik gadis berambut cokelat itu. Jari-jari lentik gadis itu dengan lihai bergerak kesana-kemari. Rambut panjang cokelatnya digulung ke atas dan dijepit dengan sebuah tali berwarna merah. Gaun hijaunya berkibar setiap kali kaki gadis itu bergerak.

Tiba-tiba sebuah nampan di letakkan di depan Lucas. Nampan itu berisi piring dengan beberapa varian roti.

"Cobalah, Tuan Penyihir."

"Tidak ada racunnya?"

"Saya jamin dengan hidup saya."

Lucas mengambil satu yang belum pernah dia lihat bentuknya. "Apa ini?"

Jennete melihat roti. "Ah, itu adalah varian rasa terbaru yang saya buat. Roti dengan isian caramel dan cokelat meleleh. Ada almond di dalamnya."

Jennete mengelap tangannya. Dia mengambil dua cangkir kaca yang terlihat cantik. "Apa anda ingin teh?"

"Dua gula batu." Ujar Lucas singkat. Jennete mengambil ketel perak lalu memasukkan air panas ke dalam teko cantik. Dia membawanya ke meja dan menuangkannya dengan anggun ke cangkir.

"Silahkan, Tuan Penyihir."

Lucas menyicip teh itu. Oke. Rasanya cukup enak walau masih kalah dengan istana.

Jennete duduk di seberang Lucas. "Apa anda akan memberitahu alasan sebenarnya keberadaan anda disini? Apakah sang puri mengirimi saya pesan?"

"Tidak. Putri sibuk."

Jennete mengangguk-angguk. Dia dengan tenang menyesap tehnya. "Pasti mereka sedang pergi bulan madu. Saya yakin Tuan Putri sangat bahagia. Saya berdoa untuk kebahagiaan Putri dan Duke Alpheus."

Lucas bertanya sambil meliriknya. "Kau tidak cemburu?"

Jennete berujar apa adanya. "Sedikit. Tapi tak apa. Ini bisa saya tangani. Kebahagiaan Putri sangat penting untuk Kerajaan Obelia."

Lucas tidak menanggapi dia hanya menyesap tehnya. Jennete mengambil beberapa roti sandwich dan memakannya. Lucas juga memakan roti gandum paduan cokelat, caramel dan almond yang dibuat Jennete. Mereka makan dalam diam. Tak ada satupun yang memulai percakapan. Mereka merasa nyaman dengan ini.

Saat sang Putri dan Duke Alpheus muda bertemu, mereka sering mengajak Lucas dan Jennete untuk bergeabung bersama mereka. Canggung katanya jika hanya berdua. Padahal saat pertemuan itu terjadi Jennete dan Lucas ditinggalkan sendiri sedangkan pasangan itu bergandengan tangan sangat menikmati kencan mereka. Awalnya Jennete merasa tidak enak dengan Tuan Penyihir. Tapi apa daya Sang Putri terus mengajak mereka berdua dalam kencannya dan meninggalkan mereka dibelakang. Jennete akhirnya mulai terbiasa dan merasa nyaman dengan keheningan saat bersama Tuan Penyihir.

Roti yang disediakan Jennete perlahan mulai habis. Sarapan mereka selesai.

"Saya akan menjual roti saya. Apakah Tuan Penyihir akan kembali ke menara hitam?" Tanya Jennete. Lebih tepatnya dia mengusir halus pria itu.

"Hm." Gumam Lucas lalu dia menghilang begitu saja. Jennete lalu mulai bersiap berjualan pagi ini.

🔮🔮🔮🔮🔮🔮🔮

Di Menara hitam.

Lucas tidur di sebuah kasur king size. Dia memandang langit-langit menara yang sudah dilukis beribu-ribu tahun yang lalu.

Chimera itu...

"Apa dia tidak ingat?" Gumam Lucas.

Mata rubynya menatap pita berwarna ungu di meja samping kasurnya. Pita sederhana dengan motif permata berwarna merah. Seperti mata Lucas.

Dia ingat pita itu ditaruh dengan hati-hati disana. Hanya hal itu satu-satunya hal yang dipakainya tidak dibuang sembarangan. Bahkan gaun putih dalam yang dipakai gadis itu robek tak bersisa.

Lucas menggertakan giginya. Dia gila. Dirinya gila. Apa yang sudah dia lakukan? Dia mencintai sang Putri tapi melakukan pengkhianatan seperti ini.

Seandainya saja...

Seandainya saja saat itu dia langsung mengambil kembali gadis berambut pirang itu kesisinya. Seandainya saja dia tidak takut mengambil langkah. Seandainya dia memberi tahu perasaannya lebih cepat.

Seandainya saja...gadis berambut cokelat itu tidak dinodai olehnya. Dia tidak akan merasa bersalah dan sefrustasi ini.

HHHHHHHHHHHHH


To Be Happy (With Family)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang