Lahir

959 98 74
                                    

Disclaimer : Spoon

Ini hanya sekedar hiburan dan imajinasi saya

Main Character :
1. Jennete de Alger Obelia
2. Lucas
3. Jorge (OC)
4. Rose (OC)
5. Anastacius de Alger Obelia
6. .....

{□□□□□□□□}
{♡♡♡♡♡♡♡♡}
{◇◇◇◇◇◇◇◇}
<<<<<<○>>>>>>

Hujan turun sangat deras, langit membasahi bumi dengan air matanya. Di mansion penyihir agung, kilat yang menyambar terdengar sangat kencang dari dalam kamar Jennete.

Cahaya kilat terlihat dari jendela kamar, mengusik seorang wanita hamil besar yang sedang terbaring di atas ranjangnya. Matanya terbuka lebar. Warna permata biru bersinar terang dari matanya.

Sakit!

Jennete menahan nafasnya. Apa ini? Perutnya sakit. Sakit sekali, rasanya seperti mulas tapi berbeda dari saat mana bayinya meledak.

"Nona."

Jennete mencoba mengeluarkan suaranya.

"Dokter..."

Syukurlah dia masih kuat untuk berbicara. Memang dibanding kemarin, tingkat rasa sakit yang sekarang ia rasakan masih lebih rendah. Kemarin saat ia terbangun, dia sudah tidak bisa menahan rasa sakitnya sampai harus berteriak. Namun sekarang rasa sakitnya hanya berpusat dari rasa mulasnya saja, dia masih bisa menahannya walau seluruh badannya tetap lemas.

"Athanasia...saudariku...bagaimana keadaannya?"

Dokter hanya bisa menjawab pelan. "Tuan Putri baik-baik saja Nona. Tuan Putri sembuh total seperti keajaiban."

Jennete memejamkan matanya, setetes air mata mangalir dari pipinya. "Syukurlah."

Dokter memandangnya rumit. Luar biasa. Bagaimana bisa pasiennya ini masih bisa bersikap normal disaar seperti ini? Wanita ini seakan-akan sudah terbiasa dengan rasa sakit hingga bisa menahan rasa sakit pembukaan seperti ini.

Tangan Dokter menggenggam tangan Jennete. Memeriksa denyut nadinya sekarang. Sudah sedikit stabil. Dokter masih ingat kemarin malam saat ia terbangun, Penyihir Agung segera menyerahkan Nona kepadanya kemudian pergi setelah mengucapkan beberapa kata. Dokter tidak menyangka sikap akhir Penyihir Agung akan seperti ini.

Ia kira Penyihir itu...telah jatuh dan melupakan cinta legendarisnya pada Tuan Putri. Namun, yang terjadi hanyalah khayalannya saja.  Penyihir Agung bahkan tidak cukup peduli pada Nona untuk menunggunya bangun. Saat ia tahu kalau Nona telah mengirbankan mananya demi kesembuhan Putri, rasa benci pada Penyihir Agung berkobar dalam dirinya.

Semua pria sama saja. Mereka menghamili seorang gadis, memberi mereka kata-kata manis lalu meninggalkannya begitu saja saat wanita yang mereka cintai muncul.

"Pembukaan sudah dimulai?"

"Benar, nona. Saya sudah menyiapkan alat-alatnya."

Jennete memandangnya diam, dengan raut kesakitan yang telihat jelas, matanya menuntut penjelasan.

"Ini lebih dari yang kita bayangkan, Nona. Saya sudah menyiapkan semua alat-alatnya. Kita tahu bahwa hanya ada beberapa kemungkinan anda untuk hidup bila melalui persalinan normal. Namun...anda telalu ceroboh dengan membiarkan diri anda sendiri memaksa untuk menyalurkan mana yang sangat dibutuhkan bayinya."

Raut wajah dokter berubah muram.

"Dan lihatlah akibatnya, anda mengalami persalinan dini. Ini bisa berakhir tidak baik."

To Be Happy (With Family)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang