Part 14

7.1K 514 7
                                    

Happy reading !!!
Jangan lupa koment dan vote nya ya para readers 💗
Terimakasih dan Selamat membaca 💞

Terlambat sudah,
Kini,
Kata maaf tak akan berarti,
Penyesalan kian menghampiri,
Gelar seorang ayah,
Tak pantas lagi,
Aku ayah yang gagal,

~ Abraham Hamzah~

💔💔💔

Tak mudah bagi seseorang untuk memaafkan dan melupakan kejadian yang menyakitkan, terlebih luka itu adalah luka yang di toreh dari orang terkasih, namun Arabelle berhasil melewati masa tersulit dalam hidupnya dan akhirnya Arabelle mampu mendapatkan apa yang seharusnya menjadi miliknya.

Sebenarnya Arabelle ingin menghancurkan saja perusahaan milik keluarga Hamzah, namun sang pengacara kakeknya membacakan isi surat wasiat sang kakek untuk menjaga dan meneruskan perusahaannya, membuat rencana Arabelle berubah dan kini rencananya telah berhasil.

Tak ayal kejadian ini sedikit melegakan hati Arabelle yang terluka dan menghapus dendamnya perlahan, Arabelle tak mau tersiksa dalam rasa dendam yang tak akan berkesudahan, ia memilih berdamai dengan keadaan, mensyukuri apa yang telah di miliki saat ini.

Jika Arabelle sedang senang berbeda dengan Abraham yang nampak kacau, sebab setibanya di ruangan Abraham mendapat sebuah paket tanpa nama pengirim, paket itu sudah tergeletak di meja kerjanya, entah siapa yang menaruhnya disini mungkin asistennya yang menaruhnya.

Tak ada kecurigaan sama sekali, ia langsung membuka paket tersebut dan betapa terkejutnya ia melihat isi paket itu, isinya beberapa lembar foto tentang Arabelle dan Carla, foto tentang kejadian insiden yang mengharuskannya mengusir sang putri semata wayangnya dan sebuah flasdisk.

Ia mengambil beberapa lembar foto yang ada di dalam kotak, matanya sukses membola ketika mengamati foto tersebut, rahangnya mengeras, amarah dan kecewa bercampur jadi satu, jadi selama ini ia telah salah menilai putrinya, betapa bodohnya ia sebagai orang tua.

Ia tidak mau repot mencari kebenarannya terlebih dahulu, justru ia malah lebih percaya dengan Carla yang tak ada hubungan darah sama sekali, betapa ia telah buta, dulu di matanya Arabelle adalah anak yang tak bisa apa pun ia adalah anak yang pembangkang terlebih Arabelle suka pulang larut malam.

Tanpa mau mencari tau alasan Arabelle pulang larut malam, sedangkan di matanya Carla adalah wanita baik, penurut dan ngak suka neko-neko, tapi nyatanya ia telah salah, ia merasa gagal menjadi seorang ayah, pantas saja Arabelle begitu tidak suka jika ia menyebut dirinya ayah, sebab memang ia tidak pantas untuk di panggil ayah.

Dadanya sesak, deraian air mata mengalir begitu saja, penyesalan demi penyesalan hadir kala kenangannya bersama Arabelle menguar di ingatan, kenangan yang menyakitkan sekaligus kenangan masa kecil Arabelle bersahutan di kepala membuatnya semakin kalut.

"Aaaargh... " Ia membanting semua peralatan yang ada di meja kerjanya.
"Bodoh kamu Abraham" Pekiknya sambil menjambak rambut frustasi, lalu ia terduduk di lantai dengan kepala tertunduk serta air mata yang masih berlinang, punggungnya ia sandarkan di kaki meja kerjanya, memang benar apa kata pepatah "penyesalan datangnya belakangan"

Itu lah yang sedang di alami oleh Abraham, menyesal telah menyia-nyiakan putri tercintanya, karena perasaan bersalahnya atas kematian ibu Carla, ia merawat Carla dengan berlimpah kasih sayang, sampai ia lupa bahwa ada putri yang harus ia kasihi sama besarnya dengan kasih sayang yang di berikan ke Carla.

"Maafkan ayah Abel..." Dengan lirih ia memegang foto sang anak

"Maafkan ayah..." Ia merintih mengiba seolah Arabelle sedang berada di hadapannya.

💫💫💫💫

Seorang pria sedang duduk sambil melihat tab yang sedang ia pegang dengan ekspresi datarnya, ia tengah mengamati Abraham, nampak jelas dari sinar mata Abraham bahwa sang ayah dari kekasihnya itu tengah kalut di landa penyesalan yang teramat, pria itu adalah Luciro, ia yang telah mengirim paket ke kantor Abraham sekaligus memasang cctv tersembunyi, agar dia bisa mengamati Abraham.

Huft.. Luciro menarik nafas lega, seolah bebannya sedikit terangkat, setidaknya hanya ini yang bisa Luciro bantu untuk sang kekasih agar sang kekasih terbebas dari dendam yang selalu menyiksa sang kekasih, meski pun sang kekasih tidak tau bahwa Luciro lah yang selama ini berusaha melindunginya, membantunya menyelesaikan permasalahan.

Berharap kehidupan sang kekasih akan bahagia dan damai. Luciro memencet nomor Arabelle, ia ingin mendengar suara kekasihnya itu.

"Haloo Ciro" Suara lembut mengalun merdu dari balik telephonenya membuat seorang Luciro terlena akan suaranya.

"Haloo Ciro are you oke? "

"Ya, emm... Elle, kau sedang apa? "

"Kamu menelvon ku hanya untuk tanya aku sedang apa? tak ada kah yang lebih penting dari pertanyaan itu, tak usah basa basi Ciro"

Omelan ringan dari mulut pedas calon tunangannya ini berhasil membuat Luciro terkekeh.

"Hemm yah, aku hanya mau menyampaikan pesan kakek, kalau pertunangan kita akan di percepat, jadi persiapkan diri mu"

"Kamu ngak lagi becanda kan? kenapa harus di percepat? "

"Sudah lah jangan banyak protes, apa kamu mau kalau kakek justru akan mengubah acara pertunangan menjadi acara pernikahan? apa jangan-jangan kamu sudah tidak sabar menjadi istri seorang Luciro? "

Dengusan kasar terdengar dari seberang , sudah bisa di bayangkan ekspresi jengkel dari Arabelle.

"Kamu jangan kepede,an Ciro"

Tut.. tut.. tut.. Panggilan dimatikan secara sepihak oleh Arabelle, namun itu tak membuat Luciro marah padanya justru ia terkekeh membayangkan wajah Arabelle yang mungkin sedang kesal, pasti menggemaskan sekali, ah rasanya Luciro ingin sekali menghampiri Arabelle sekarang juga.



Bersambung.....

PEMBALASANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang